
KOPI, Jakarta – Beberapa hari lalu SCTV menayangkan arak-arakan warga Tegalgubug Lor membaca salawat thoun. Tujuannya untuk menghalau Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Arak-arakan membaca salawat thoun adalah tradisi yang sudah turun temurun di Tegalgubug. Setiap ada wabah, apa pun, seperti cacar, demam berdarah, tuberculosis (TBC), masyarakat dipimpin kyai dan pamong desa menyelenggarakan arak-arakan salawat thoun.
Efektifkah? Tahun 1960-1970-an ya embuh. Karena waktu itu Tegalgubug masih desa miskin. Kotor. Tanggul kali Ciwaringin, yang membelah desa misalnya, penuh kotoran manusia. Tak ada jamban. Orang sudah biasa mandi di sungai. Padahal sungai itu pun dipakai untuk buang kotoran segala macam. Kebayang kan kotornya.
Nenekku, biasa ngantar aku mandi ke sungai sebelum subuh. Sungai kelihatan masih bersih. Siang dikit, gumpalan kuning sudah menyebar ke mana-mana.
Di langgar (tajug/mushala) biasanya ada balong. Balong, berupa galian tanah di kompleks mushala dengan ukuran 5-5-3 meter untuk menampung air hujan. Kadang air irigasi. Balong berfungsi untuk tempat wudu, mandi, cebok, dan macam-macam. Kadang airnya sampai hijau. Tapi masyarakat cuek aja. Mandi, wudu, cuci baju, dan lain-lain ya di situ. Di balong itu. All in one.
Maka tak heran jika tahun 1960-1970- an banyak sekali warga Tegalgubug yang terkena penyakit. Terutama kurap, cangkrang, cacar, dan TBC.
Comment