by

Tuyul di Twitter

Oleh: Syaefudin Simon, Kolumnis

KOPI, Bekasi – Saya terkejut ketika seorang teman memberikan krupuk yang katanya sangat enak, rasanya pedas dan gurih. Tapi yang bikin saya terkejut bukan rasanya, tapi merk dagangnya: krupuk setan. Saya berpikir keras, kenapa sang pedagang atau produsen krupuk itu memberi merk dagangnya dengan nama krupuk setan?

Rupanya keterkejutan saya terus berlanjut. Di sebuah tempat di Bandung, saya menemukan sebuah restoran elit dengan nama yang memakai embel-embel setan. Lagi-lagi, kata seorang teman, restoran “setan” itu cukup banyak pelanggannya karena rasa masakannya enak dan pedasnya nendang. Setelah dibuat terkejut dengan nama restoran setan di Bandung, saya terkejut lagi karena ternyata di Surabaya ada restoran yang menjual rawon setan. Rawon setan di Surabaya ini, kata teman saya, Aribowo, dosen dan sastrawan dari Universitas Airlangga, sangat terkenal karena rasanya enak dan pedas. Bagi yang pernah mampir di restoran rawon setan, dijamin akan ketagihan, kata Aribowo.

Di kalangan penggemar sepak bola, pamor setan pun tak kalah menarik. Klub sepakbola Inggris – yang konon merupakan salah satu klub terkaya di dunia – Manchester United, juga mendapat julukan Setan Merah. Demikian terkenalnya, Setan Merah di Inggris, hingga pelatihnya “Sir Alex Ferguson” seakan menjadi simbol kepahlawanan. Gelar Sir untuk Alex Ferguson adalah bukti penghargaan Kerajaan Inggris terhadap kehebatan pelatih klub Setan Merah itu.

Nama setan yang kini akrab dan makin dikagumi sebagian masyarakat – baik di tingkat lokal maupun internasional (dari rawon di Surabaya sampai klub sepakbola di Manchester, Inggris) – niscaya mempunyai dampak tertentu. Betapa tidak, jika kata setan sudah menjadi “cap keberhasilan dan kesuksesan” – lantas, apa yang tersisa dari peringatan kitab suci terhadap kejahatan setan? Jika julukan setan sudah menjadi sesuatu yang tidak menakutkan lagi, bahkan dianggap sebagai keakraban, maka peringatan akan bahaya setan seperti terdapat dalam kitab-kitab suci, sudah tidak ada artinya lagi. Nama setan yang dulu sangat menakutkan dan mengerikan, kini telah menjadi nama yang akrab dan membanggakan!

Setiap orang yang beragama, khususnya agama Semit (Islam, Kristen, dan Yahudi), pasti mengenal setan. Sebuah makhluk yang telah dikutuk Tuhan karena kesombongannya. Setan merasa terhina ketika diperintah Allah untuk bersujud kepada Adam karena menganggap dirinya lebih mulia dari manusia.

Karena membangkang terhadap perintah Allah, setan pun diusir dari surga. Tapi sebelum keluar dari surga, setan bersumpah akan menyesatkan manusia dan membawanya ke neraka. Lantaran sumpahnya yang jahat itulah setan berubah menjadi mahkluk yang licik, keji, jahat, dan kejam. pembunuhan, perkosaan, pencurian, korupsi, dan lain-lain perbuatan yang buruk – semuanya terjadi atas bujukan setan.

Keberhasilan setan adalah jika kejahatan makin menyebar dan manusia makin banyak melakukannya. Jika korupsi makin banyak dilakukan oleh para politisi, birokrat dan pejabat di suatu negara, misalnya, itu pertanda bahwa setan telah berhasil melakukan missinya, menghancurkan manusia dengan dosa-dosa yang dibimbing setan.

Bahkan lebih jauh, jika dunia telah dikuasai setan maka kebaikan pun akan sirna. Orang-orang yang baik di sebuah lingkungan yang dikuasai setan, justru akan dikucilkan. Tapi jika orang baik itu memaksa masuk dalam dunia setan, maka mau tidak mau, ia akan menjadi setan.

Filsuf seperti Hannah Arendt, misalnya, dalam pelbagai tulisannya sering sekali menyebut-nyebut setan (evil) sebagai biang kehancuran sistem politik di dunia. Bagi Arendt, dunia politik, tidak lebih dari kumpulan setan yang bisa menjerumuskan siapa saja ke dalam kegelapan.

Bahkan malaikat pun, bila memasuki dunia politik, tulis Arendt, akan menjadi setan. Arendt teampaknya amat benci dunia politik yang, katanya, penuh keculasan dan kebobrokan sehingga pantas dianggap sebagai dunia setan.

Lalu, bagaimana bentuk setan? Inilah yang sulit diketahui, karena setan itu “gaib” dan bisa merubah bentuknya menjadi apa saja seperti saudara kandung, orang tua, artis, pejabat, politisi, intelektual, ulama, bahkan cahaya yang selama ini disimbolkan sebagai bentuk malaikat.

Ada kisah menarik. Syaikh Abdul Qadir Jailani, ketika sedang berada di masjid, tiba-tiba dikejutkan oleh kemunculan cahaya. Dan cahaya itu berbicara: “Wahai Syaikh Abdul Qadir Jailani, Anda ini orang suci dan sudah mendapat jaminan surga dari Allah. Saya, malaikat diutus Allah, agar memberitahukan kepada Anda bahwa Anda tidak perlu shalat lima waktu lagi karena Anda sudah suci.”

Mendengar kata-kata yang muncul dari cahaya tersebut, Sulthanul Auliya’ itu langsung menghardik. “Kamu pasti bukan malaikat, kamu pasti setan yang akan menyesatkan saya.” Benar! Setelah bujukannya ditolak Syaikh Abdul Qadir Jailani, cahaya itu pun meredup, dan berubah menjadi setan. Kenapa Syaikh yakin cahaya itu adalah setan? Karena bujukannya yang menyesatkan. Nabi Muhammad kekasih Allah yang suci saja masih salat, apalagi seorang hamba seperti dirinya.

Dalam surah Al-Nas, misalnya, Tuhan menggambarkan setan sebagai makhluk yang sering membisiki hati manusia agar bersikap was-was (ragu untuk berbuat baik). Dan siapa mahluk pembisik itu? Surah Al-Nas menyebutnya: jin dan manusia. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud, seorang sahabat Rasul pernah bertanya kepada Nabi Muhammad. “Ya Rasulullah, jika setan itu terdiri atas jin dan manusia, lantas mana yang lebih berbahaya, jin atau manusia? Jawab Rasulullah, setan yang berbentuk manusia.

Dari jawaban Rasulullah Muhammad SAW itu, kita perlu menyadari, ternyata banyak manusia yang sesungguhnya telah menjadi setan. Manusia-manusia yang telah menjadi setan ini, secara fisik memang sulit diketahui. Ini karena bisa jadi bentuk fisiknya lebih bagus dan baunya lebih harum. Tapi, kita bisa melihatnya setan atau bukan dari kata-kata dan perbuatannya. Jika perkataanya tidak bisa dipercaya, perbuatannya selalu mencelakakan orang lain, dan hatinya busuk, niscaya dia adalah setan.

Wujudnya memang manusia, tapi sesungguhnya dia adalah setan. Jika kita menemui orang-orang seperti itu, kita harus segera istighfar dan minta perlindunga dari Allah. Bagi seorang sufi yang sudah mendapatkan karomah dari Allah, seganteng dan secantik apa pun manusia, jika sifat-sifatnya sudah seperti setan maka wajahnya akan terlihat sebagai setan. Wajah setan itu buruk, kotor, dan menjijikkan. Ada yang seperti babi, tikus, monyet, ular, dan lain-lain.

Drg. Lilik Masduki, dokter gigi lulusan UGM yang kasaf (mampu melihat hal-hal yang gaib) dari Purworejo, ketika akan meninggal di tahun 1997-an, membuka-buka koran nasional yang banyak memuat gambar politisi. Tiba-tiba, Mbak Lilik menjerit ketakutan. Suaminya, Ir. Masduki, bertanya, kenapa takut? Ternyata, yang dia lihat di koran adalah manusia-manusia berwajah binatang. Ada yang wajahnya berbentuk babi, anjing, monyet, tikus, ular, dan lain-lain.

Aku tak tahu, apakah semua politisi berwajah binatang? Saat itu belum ada Fadli Zon, belum ada Fahri Hamzah, belum ada Rocky Gerung, belum ada Said Didu. Entah bagaimana sekarang. Sayang mbak Lilik sudah wafat. Kalau saja belum wafat, tentu ia akan makin ketakutan jika baca koran. Apalagi kalau membuka twitter, Instagram, Facebook, dan Kampung UGM. Isinya pasti gak karu-karuan. Campuran antara hewan, demit, kuntilanak, dan tuyul!

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA