by

Menyapa Jiwa Bentukan Digital

KOPI, Jakarta – Kesehatan mental, atau sering diidentikan juga dengan kesehatan jiwa, merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks untuk diperbincangkan. Peristiwa ini tidak hanya menyerang kondisi-kondisi pada masyarakat umum tetapi juga menyerang presfektif-persfektif kehidupan mahasiswa.

Tidak bisa dipungkiri memang, ditengah tuntutan akademik yang sangat banyak serta hal-hal lainnya, mengharuskan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali, menganalisa, dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan mental. Terkhusus menjadi seorang mahasiswa yang berada pada kandungan fakultas hukum, konsen yang dibuat secara umum adalah ‘metode’ menyelesaikan masalah hukum atau legal problem yang memerlukan metode penalaran yang jauh lebih spesifik dan aktual jika diperbandingkan dengan problem pada umumnya.

Lalu seperti apa itu mental health? Menurut hemat penulis, Mental Health itu sendiri adalah kemampuan untuk mengenali suatu masalah, menyesuaikan, dan mengatasi suatu masalah sesuai dengan kemampuan yang objektif tanpa dipengaruhi tambahan-tambahan emosional yang dapat mengaburkan perasaan dan emosi seseorang.

Beberapa literatur juga pernah menuliskan bahwa lebih dari 300 penyakit yang menyerang manusia disebabkan oleh kondisi mental yang tidak baik. Survey resmi Inggris pada tahun 2016 juga menunjukkan 20 persen orang yang berusia 16 tahun ke atas mengalami atau menderita gejala depresi. Dan menurut organisasi kesehatan dunia WHO mengatakan bahwa stress merupakan epidemik kesehatan global.

Walaupun bergelar mahasiswa, seringkali hal-hal yang mengganggu mental health tidak hanya pada sebatas kehidupan kampus. Maka dari itu penulis coba memberikan pandangan pada hal-hal apa saja yang bisa mengganggu mental health mahasiswa.

A. Lingkungan Keluarga

Walaupun hal-hal seperti keluarga adalah support system yang paling utama, tapi hal ini bisa berkebalikan menjadi hal yang bisa paling utama merusak kondisi mental para mahasiswa. Seringkali masalah-masalah yang timbul dalam keluarga sudah sebaiknya diselesaikan dalam kondisi keluarga tanpa membawa beban pemikiran ke ruang-ruang mahasiswa sebagai personal.

B. Kondisi Keungan yang Belum Stabil

Tak terhitung berapa banyak mahasiswa yang tidak mampu bertahan untuk menyelesaikan studinya dikarenakan kondisi keuangan yang tidak stabil. Beberapa rekan penulis bahkan membagi waktu yang terbatas pada 2 kegiatan: mencari pengetahuan dan mendapatkan uang. Hal seperti itu memang tidak bisa ditampik sebab dalam kegiatan kampus banyak hal membutuhkan uang, mulai dari UKT/SPP, dana living kost, uang makan, dan biaya yang tak terduga lainnya.

Kondisi ini juga bisa menjadi penyebab mahasiswa mengalami kesehatan mental yang tidak baik sehingga bisa mendatangkan stress dan pasti berakibat menganggu proses penyerapan pengetahuan dalam lingkungan kampus. Kadang kala juga kita mengetahui rekan mahasiswa yang bersamaan waktu kerja dan dimulainya kelas.

C. Percintaan, Pertemanan dan Tuntutan Akademik

Kedua hal di atas mungkin bisa saja disebut sebagai faktor external. Akan tetapi faktor intern seperti cinta, pertemanan dan akademik adalah dunia yang hidup di sekitaran mahasiswa. Memasuki lingkungan universitas berarti bersiap untuk melakukan hal-hal setingkat lebih tinggi di banding pada tingkat pendidikan sebelumnya.

Seringkali kita menemukan kondisi mahasiswa yang tidak bisa melakukan kontrol yang baik terhadap perasaan. Beberapa dari mahasiswa begitu jatuh dalam indahnya cinta, mereka sangat bahagia bisa bersama. Kondisi positif seperti itu adalah hal yang baik untuk kesehatan jiwa, namun seringkali dilupakan bahwa akan ditemukan atau dijumpai suatu perasaan benci dan hal seperti itu pasti mengganggu kondisi yang ada dalam kehidupan mahasiswa.

Tak jarang juga kita menjumpai hal-hal yang di luar batas kesedihan, seperti keinginan untuk mabuk berharap agar bisa melupakan hal-hal yang dialami, atau bahkan keinginan mengakhiri hidup. Sama halnya ketika kita berbicara soal pertemanan, dalam lingkungan kampus pertemanan adalah keluarga kedua, mereka yang terdekat dalam membantu kita. Tapi sama pula halnya dengan keluarga tadi, jika dalam kondisi yang tidak bersahabat menjadikan pikiran kita terpecah dan menghalangi mental yang sehat.

Dan terakhir adalah tuntutan akademik. Seringkali mahasiswa yang baru menginjak kampus, kaget dalam tuntutan akademik yang sedemikian banyaknya. Hal ini bisa memicu stress dalam waktu yang singkat.

Ketiga kondisi di atas bisa sangat merusak kondisi mental mahasiswa. Betul yang dikatakan orang-orang, semua orang pasti memikul suatu masalah, Namun kembali lagi bagaimana kita memposisikan diri untuk segera menyelesaikan masalah. Maka dari itu kondisi mental atau jiwa yang sehat adalah kunci dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi atau akan dihadapi.

Waktu Indonesia Overthingking

Penulis juga sering mendapati suatu kondisi yang dinamakan “WAKTU INDONESIA OVERTHINKING“ Penulis juga heran, dari mana pemberian nama seperti itu dari mana. Namun berdasarkan apa yang penulis dapatkan bahwa waktu tersebut berlaku saat-saat pukul 12:00 malam ke atas. Biasanya jam-jam seperti itu mereka mulai memikirkan banyak hal. Yaaa, saya tidak tahu mungkin mereka memikirkan hal-hal yang tidak sepatutnya sembari mendengarkan musik yang tambah membimbing perasaan mereka ke arah yang jauh lebih overthinking. Jadi kondisi mental itu tercipta atas tercampurnya kondisi biologis dan teknologi (sebab mereka berfikir dalam renungan diiringi alunan musik yang bagi mereka sesuai atau sejalan dengan perasaan).

Generasi Z hingga Generasi Millenial memang sudah berjodoh dengan apa yang disebut sebagai digital atau benda yang bernama gawai (handphone). Mulai dari instagram, facebook, bahkan Whatshap menjadi suatu trend yang wajib di abad 21 ini. Tapi perpaduan antara manusia sebagai mahluk biologis dengan teknologi juga mengambil peran penting dalam merusak mental atau jiwa mahasiswa. Mulai dari bangun tidur hingga ke dalam proses belajar-mengajar pasti dihidupi oleh perangkat yang bernama gadget.

Tak perlu jauh-jauh, hampir semua mahasiswa memiliki akses untuk melihat atau bahkan membuat konten tiktok. Yaaa, apa yang dicari dalam pembuatan konten tersebut? Viewers atau biasa diistilahkan sebagai konten untuk FYP. Lalu jika tidak menyentuh target yang diinginkan? Anda pasti memikirkan untuk membuat langkah menghapus.

Belum lagi jika misalnya terdapat beberapa komentar yang tidak sesuai sebagaimana mestinya. Yaa, orang seperti itu biasa dikenal sebagai haters. Penulis juga sering menemui bagaimana ketika orang menemui sedikit masalah. Biasanya membuka suatu aplikasi guna memberikan pandangan bahwa emosi yang dirasa adalah sesuatu yang memiliki dukungan.

Brain Derived Neurotropic Fancy

Dalam pandangan fisiologi, sistem saraf manusia termuat hormon stress. Otak melepaskan zat kimia protein yang kemudian disebut sebagai brain derived neurotropic fancy atau biasa dikenal dengan singkatan BDNF. Zat tersebut kemudian menciptakan neuron baru yang berada pada area hippocampus otak yang biasa disebut sebagai endorphin.

Di masa-masa sekolah, mungkin kita pernah mendengar prinsip dalam mata pelajaran olahraga seperti ini “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat“. Dengan prinsip tersebut sangat memberikan korelasi bahwa untuk mendapatkan mental (jiwa) yang sehat maka badan kita juga harus sehat.

Selain itu, untuk setiap masalah yang ada kita harus belajar membatasi sampai mana kita memikirkan hal itu. Yaa, kembali lagi bahwa kita hanya bisa memberikan landasan yang umum saja untuk kebenaran terdapat pada hal yang sifatnya kasuistis. Penggunaan media sosial juga sebaiknya dibatasi pada saat-saat tertentu. Kita bisa mempergunakan media sosial sebagaimana peruntukan dan waktu yang baik saja. Yaa segala yang berlebihan maka sifatnya tidak baik.

Mungkin beberapa hal seperti yoga juga mengatasi stress dan mendapatkan apa yang disebut mental health. Seorang perempuan yang jauh di sana, bertarung mati-matian dan selalu tak ingin diketahui coretan kanvasnya pernah meninggalkan lukisan yang kira-kira bisa kutafsirkan seperti ini: “jika akarnya kuat, ia tak akan tumbang walaupun terkadang memiliki situasi yang tak seimbang”. (*)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA