Oleh: Hanafi Tasra
KOPI, Jakarta – Kerap kita menilai seseorang sebagai orang baik, bilamana dia bersikap sopan, lemah lembut dalam berbicara, banyak senyum, suka menyapa, dan segala tampilan lahiriah menarik lainnya.
Penilaian kita menjadi sempurna, ketika orang itu, juga suka membantu sesama, baik moril maupun material. Menjadi donatur ini dan itu. Dengan demikian, jadilah orang itu, sangat baik di mata kita.
Apakah cara kita menilai seperti itu, sudah benar? Atau ada cara lain dalam menilai? Bahwa dia orang baik di mata manusia, tentu ya. Tetapi sikap dan perbuatan baik kepada sesama manusia saja, tidak cukup untuk menilai dia sebagai orang baik. Masih ada parameter lain, yakni penilaian dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka untuk menjadi orang baik yang sesungguhnya itu, diperlukan Iman yang mendasari sikap dan perbuatan baiknya itu. (Baca QS An Nahl: 97). Tanpa dasar Iman, maka perbuatan baik di mata manusia itu, menjadi sia sia belaka. Al Quran membahasakannya, bagai debu yang berterbangan (QS 25:23).
Iman yang dimaksudkan di sini ialah meyakini ke-MahaAda-an dan ke-MahaEsa-an Allah, dan meyakini pula bahwa manusia akan beroleh kehidupan yang baik, jika melaksanakan perbuatan baik (amal saleh) itu, sesuai petunjuk yang diturunkan Allah untuk manusia. Sejak dari aqidah, dan ibadah, sampai ke muamalah.
Dengan kata lain, perbuatan baik itu, semestinya dikerjakan sesuai tuntunan Al Quran dan sunnah.
Betapa banyak manusia yang ber-etiket tapi amat sedikit yang ber-etika. Sebab etiket menunjuk kepada sikap dan perbuatan lahiriah, sementara Etika, di samping lahiriah juga menunjuk kepada rohaniah.
Kolaborasi etiket dan etika, dapat disebut sebagai akhlaq.
Akhlaq berasal dari bahasa Arab, khalaqa, yang artinya mencipta. Seakar dengan kata Khaliq dan makhluq. Khaliq, adalah Sang Maha Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makhluq, artinya, ciptaan Allah (manusia, hewan, tumbuh2an, alam semesta).
Maka Akhlaq, dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem perilaku yang diciptakan oleh Khaliq untuk menjadi guidance bagi makhluqNya dalam berhubungan dengan Dia (Allah), dan dengan sesama makhluq lainnya. Sistem perilaku itu, ada dan terdapat didalam kitab suci Al Quranul karim, dan pada sunnah Nabi kita.
Cakupan Akhlaq, jauh lebih luas, ketimbang etiket dan etika. Dan posisinya berada pada level tertinggi diantara sistem perilaku yang pernah ada dan yang dikenal dalam budaya dan peradaban manusia.
Pantaslah jika Ummu l-mukminin, Aisyah ra, ketika ditanya mengenai bagaimana persisnya akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberi jawaban: wa kana khuluquhu Al Quran.(Akhlah beliau, Al Quran).
Jadi, seseorang dapat dinilai sebagai orang baik, jika Akhlaq berhasil dikedepankannya dalam relasi sosial dan relasi teologisnya.
Semata mengedepankan etiket, hanya akan menampilkan manusia dengan prediket *rang baik-baik saja, tetapi tidak akan pernah memunculkan orang baik di mata Allah. Wallahu A’lam bisshawab.
Tulisan Opini Oleh: Hanafi Tasra
Bogor, 29 Shafar 1443 (06 Oktober 2021)
Comment