
KOPI, Bekasi – Intelektual adalah manusia yang berumah di atas angin. Pendapat penyair Rendra ini sepenuhnya — tanpa disadari — dilakukan AE Priyono. Cendekiawan yang mengembara di cakrawala intelektual dan spiritual.
Angin tak mengenal tempat. Angin tak punya zona nyaman. Yang ada, angin akan mengalir dari tempat yang tekanannya tinggi ke tempat yang tekanannya rendah. Angin berjalan seperti pengembaraan Darwis — musafir spiritual. Ia menuju keabadian sorga. Dan sorga para darwis — pinjam penyair Muhamad Iqbal — bukan gendis dan gadis. Bukan madu dan susu. Bukan daging dan roti. Tapi pengembaraan abadi. Menuju Zat yang Maha Suci.
AE merasa sesak ketika ruang publik dipenuhi remah-remah para raja dan ulama. Remah-remah penikmat dunia. AE ingin ruang publik berisi esoterika. Filosofia dan estetika. Ia pilih mengusung filsafat Mulla Sadra ketimbang Adam Smith. Ia memilih sepi ketimbang gemerincing materi. Karena di kesepian itulah Tuhan selalu hadir menemani manusia. Seperti kesepian Muhammad di Gua Hira yang mengundang turunnya wahyu suci.
AE memilih jalan sepi bersama para filsuf dan sufi. Hari ini AE pergi menuju kesepian abadi. Ke singgasana Tuhan Yang Maha Filosofi dan Maha Suci.
Selamat jalan AE. Tuhan akan memelukmu. Karena kini, kau dan DIA menyatu.
Comment