by

In memoriam Lukas Enembe

Oleh: Prof. Otto Cornelis Kaligis

KOPI, Jakarta – Akhirnya penderitaan lahir bathin Lukas Enembe usai sudah setelah Yang Maha Kuasa memanggil Lukas kembali kepangkuan-Nya. Beristirahatlah dalam damai Tuhan, Pak Lukas yang kami hormati, dan dicintai oleh rakyatnya, rakyat Papua.

Mengabdi di Pemerintahan sejak tahun 2001 sampai di akhir hayatnya, merupakan bukti bagaimana Lukas selalu dipilih rakyatnya secara aklamasi. Almarhum Lukas bukan saja sebagai kepala Pemerintahan, tetapi beliau pun adalah Kepala Adat.

Pertama kali saya bertemu beliau selaku Gubernur di kantornya di Jayapura, di saat bagian hukum beliau hendak meminta nasehat upaya Gubernur menggugat Freeport karena pajak air. Saya dipanggil karena punya pengalaman menggugat Newmont di Minahasa mewakili Bupati Tanor, dan berhasil memenangkan gugatan pajak yang harus dibayar Newmont kepada Bupati Minahasa di waktu itu.

Saya bergabung sebagai Penasehat Hukum di saat satu peristiwa pertemuan para sarjana asal Minahasa di bulan Desember 2022 di kantor saya. Di saat itu rekan Cyprus A.Tatali yang telah lama saya kenal, mengunggah foto saya bersama beliau, foto mana sampai ke isteri Lukas Enembe, ibu Yulce Wenda. Sontak Lukas dan ibu Yulce sepakat menunjuk saya bergabung sebagai Penasehat Hukum keluarga, bahkan tugas saya aktif membuat pembelaan dan semua surat-surat demi memperjuangkan, pertama sakit beliau yang ketika ditahan, ginjal beliau sudah sampai stadium empat dan karena kurangnya perawatan, menanjak ke stadium lima.

Semua perkembangan sakit beliau kami laporkan ke KPK, Pengadilan, Komnas HAM tanpa hasil maksimal, lebih-lebih ketika Lukas meminta berobat ke Singapura kepada dokter yang merawatnya sebelum Lukas ditahan. Pernah teman-teman Lukas sesama tahanan KPK di gedung merah putih, membuat deklarasi permohonan, agar Lukas dipindahkan ke tempat yang layak, mengingat sangking parahnya sakit Lukas, sampai-sampai Lukas kencing dan “berak” di tempat tidur tanpa sadar.

Di saat perawatan pun di RSPAD, KPK sangat ketat menjaga. Pokoknya sesudah infus, Lukas langsung ditarik pulang, bahkan ijin berobatpun, harus menunggu kelengkapan admininstrasi yang cukup berbelit. Seharusnya keluar jam 9 pagi, baru bisa di sore hari menunggu kelengkapan administrasi KPK. Di sidang Pra Peradilan Lukas pun, saya yang bukan kuasa Pra Peradilan, diusir KPK melalui Hakim. Bahkan KPK mengatakan bahwa sakit Lukas, sakit ringan tanpa perlu perawatan khusus.

Yang cukup kondusif menanggapi pembantaran (penangguhan masa penahanan dalam periode masa penahanan yang tidak dihitung selama dirawat di rumah sakit – red) adalah pihak pengadilan, baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi yang terakhir mengeluarkan pembantaran tanpa batas waktu, sampai beliau sembuh. Sebelum berpulang saya masih mengusahakan Pengobatan ke Singapura untuk cangkok ginjal. Entah permohonan saya minimal tahanan kota menjadi perhatian Pengadilan Tinggi, atau mungkin mereka tak yakin akan permohonan saya, saya yang tahu mengenai kesehatan Lukas yang makin memburuk.

Dua puluh dua tahun lebih mengabdi untuk rakyatnya, rakyat Papua. Itulah Lukas Enembe.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo membuka Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua di Stadion Lukas Enembe, Jayapura, Sabtu (2/10/2021)

Berkat penggiringan opini KPK, kepergian Lukas Enembe pun menghadap Ilahi penuh dengan berita berita negatif. Lukas dituduh memiliki pesawat, punya rumah di mana-mana, koruptor, sekalipun dari 184 saksi di berkas KPK hanya 17 saksi dimajukan.

Semua saksi di bawah sumpah memberi keterangan: Tidak pernah memberi suap dan gratifikasi kepada Lukas. Saksi Piton Enumbi yang tak pernah memberi keterangan di persidangan karena sakit keras, keterangannya menjadi pertimbangan JPU di dalam tuntutannya. Lukas pernah ngamuk ketika KPK menyudutkan seolah-olah Hotel Angkasa miliknya sekalipun sertifikat dan keterangan di bawah sumpah Rijatono Lakka, menjelaskan bahwa hotel Angkasa adalah milik Lakka.

E-Tender ciptaan Lukas untuk menghindari KKN, di balik menjadi fitnah oleh KPK seolah E-Tender berlangsung karena campur tangan Lukas. Lukas dan peserta pemenang tender membantah keras campur tangan Lukas.

KPK mengabaikan semua keterangan di bawah sumpah yang terungkap di persidangan, karena sudah terlanjur menggiring opini, bahwa Lukas memang seorang koruptor, sekalipun sadar bahwa semua saksi di bawah sumpah menjelaskan tidak ada suap atau gratifikasi yang melibatkan Lukas Enembe. Sebelum Lukas berpulang, saya masih sempat menerbitkan buku berjudul “Kasus Lukas. Enembe, Murni Hukum atau Politik”?

Mengapa saya berpendapat kasus ini kasus politik? Di saat Lukas dijadikan tersangka, dengan berkas sejumlah 184 saksi, hanya 17 saksi yang dimajukan oleh JPU. Semua ketujuhbelas saksi itu di bawah sumpah memberi keterangan: Mereka semua tidak pernah menyuap atau memberi gratifikasi kepada Lukas Enembe. Bahkan setengahnya tidak kenal dan tidak pernah bertemu Lukas Enembe. Lukaspun tidak pernah mencampuri E-tender.

Temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan keuangan dari tahun ke tahun, hasilnya: Kerugian negara nihil. DPRD pun menerima pertanggungjawaban keuangan Lukas Enembe selaku Gubernur. Semua keterangan ahli keuangan, ahli BPK, ahli administrasi negara, yang memberi pendapat disumpah yang membebaskan Lukas Enembe, sama sekali tidak menjadi pertimbangan JPU ataupun hakim.

Yang lebih parah adalah pertimbangan hukum Hakim Tinggi di Pangadilan tinggi yang berbunyi sebagai berikut: Karena Hotel Angkasa, sekalipun dibeli oleh Lakka, Sertifikatnya atas nama Lakka, tetapi karena pembeliannya di saat Lukas Gubernur, maka pendapat hakim Hotel Angkasa adalah milik Lukas. Berarti semua pembelian aset di bawah pemerintahan Gubernur Lukas, adalah milik Lukas. Silahkan orang yang mempunyai akal sehat mengkaji pendapat hakim tinggi yang ngawur itu.

Rakyat Papua selama 23 tahun memilih Lukas, baik sebagai Kepala Daerah maupun sebagai Kepala Adat. Hanya KPK yang sekalipun kami penasehat hukum, di saat Ginjal Lukas sampai ke stadium empat menuju stadium lima, tetap saja KPK mengabaikan keadaan sakit yang membahayakan yang diderita Lukas. KPK membunuh Lukas secara perlahan-lahan. Sebaliknya KPK dengan gagahnya tetap menggiring opini publik, mencap Lukas sebagai koruptor kakap, bahkan KPK dengan bangganya mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi yang memperberat vonis Lukas.

Lalu bagaimana temuan BPK yang dari tahun ke tahun yang menetapkan bahwa soal keuangan Lukas selaku Gubernur adalah Wajar tanpa Pengecualian? Mungkin kalau netizen atau KPK benar-benar menghendaki Pemerintahan Papua yang bersih, sekedar merenung: Berapa banyak Pusat mengambil keuntungan dari Freeport miliknya rakyat Papua?

Lukas telah menghadap Penciptanya. Kami yang banyak mengetahui perjuangan Lukas bagi rakyat Papua menghimbau para penista Lukas, termasuk KPK: Berhentilah menghujat Lukas yang telah beristirahat di dalam Damai Tuhan. (*)

Penulis adalah advokat senior Indonesia

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA