by

Self Plagiarism

Oleh: Syaefudin Simon, Wartawan

KOPI, Bekasi – Huh! Kasian nasib calon rektor terpilih USU, Muryanto Amin. Ia terganjal karena kasus self plagiarism. Konon, tulisan-tulisan lamanya, atas nama sendiri, diperbarui dan dikirim kembali ke jurnal ilmiah. Jadilah dia dianggap self plagiarism. Ia pun gagal dilantik sebagai rektor USU. Tapi nanti dulu. Pembela Muryanto Amin pun banyak. Ia tengah berusaha membuktikan bahwa Muryanto bukan plagiator!

Dunia akademis, memang, menganggap plagiarisme sebagai dosa besar. Seperti ngrabeni istri orang. Tak ada ampun. Padahal, faktanya, kasus plagiarism di dunia akademis, bahkan di dunia penelitian, banyak sekali. Bentuknya macam-macam.

Kemarin, seorang profesor riset bercerita padaku, hasil penelitiannya diparaphrase guru besar senior, lalu ditambah seupil hasil wawancaranya dengan obyek penelitian, kemudian diterbitkan di jurnal bergengsi di London. Sejak saat itu nama sang guru besar go internasional.

Kenapa gak protes? Tanyaku. Gak enak. Dia pembimbing disertasiku. Sudah sepuh. Ujarnya. Nah…

Yang paling mengagetkan ketika temanku, dulu rajin nulis di KR waktu mahasiswa, gelar doktornya dibatalkan di Fisipol UGM. Affan Ghafar, guru besar Fisipol UGM, ngotot dia melakukan plagiasi. Tamatlah karir akademis temanku di sebuah perguruan tinggi besar di Sumatera. Padahal aku tahu dia pinter, kreatif, dan kolumnis bagus. Aku tak tahu seberapa jauh plagiasinya. Soalnya, bukan tidak mungkin, tuduhan itu bernuansa politis, atau dendam pribadi.

Ingat ya, tuduhan plagiasi menerjang disertasi Dr. Yahya Muhaimin di MIT, Cambridge USA. Ismet Fanany, ahli pendidikan asal Batusangkar, Sumatera Barat, yang bermukim di Amerika Serikat menerbitkan buku tentang plagiat. Buku terbitan CV Haji Masagung Jakarta itu berjudul Plagiat-Plagiat. Isinya antara lain tentang plagiasi disertasi Yahya Muhaimin.

Disertasi Yahya, catat Ismet, menjiplak tulisan beberapa ahli. Tulis Ismet, The Politics of Client Businessmen, disertasi Yahya yang dipertahankan di MIT, 1982, menjiplak “Capitalism and The Bureaucratic State in Indonesia: 1965-1975” — tesis Robison di Universitas Sydney 1977.

Menurut Ismet, kemiripan itu baru satu sumber. Masih banyak lagi kemiripan dengan artikel lain. Yahya sendiri kepada Tempo menjelaskan, “Mungkin dia memakai standar plagiat yang berbeda dengan yang saya anut.”

Dia mengakui disertasinya mengutip banyak fakta dan pendapat sejumlah ahli yang memang disebut Ismet. “Tapi saya mencantumkan sumbernya,” kata Yahya.

Heboh! Kenapa ada tuduhan plagiasi tersebut? Diduga karena disertasi Yahya diterjemahkan, lalu dibukukan penerbit LP3ES dengan judul Bisnis dan Politik. Di terjemahan disertasi Yahya ini terungkap bisnis absurd di era rejim Soeharto dan kroni-kroninya. Gegara itu, Probosutejo marah.

Nah diduga, buku Ismet ini dibuat atas pesanan Probo. Karena kebencian kepada Soeharto, kaum intelektual pun ramai-ramai membela Yahya. Kita tahu, alih-alih namanya nyungsep, Yahya malah moncer. Sampai-sampai diangkat sebagai menteri pendidikan oleh Presiden Habibie.

Tuduhan plagiasi juga menerjang Buya Hamka untuk novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck. Hamka konon menjiplak karya novel Al Majdulin karya sastrawan Mesir, Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi. Hamka selamat dari tuduhan plagiasi karena si penuduh Abdullah Said Patmadji adalah sastrawan prokomunisme. Tuduhannya dilancarkan saat ada ketegangan antara Lekra dan Manikebu paruh tahun 1960-an. Karena PKI kalah, Hamka pun selamat dari tuduhan plagiasi tadi.

Chairil Anwar, penyair yang hidup seribu tahun lagi, juga dituduh plagiasi. Penuduhnya temannya sendiri, HB Jassin. Chairil Anwar, kata Jassin, menyadur puisi berjudul The Young Died Soldier karya Archibald McLeish dalam karya puisinya “Kerawang Bekasi”.

Tapi Jassin menyatakan, meski puisi plagiat, masih ada bau Chairilnya. Uniknya, justru Jassin sendiri yang menobatkan Chairil sebagai pelopor sastrawan angkatan 45. Dan sampai hari ini, popularitas Chairil Anwar tak pernah redup sebagai penyair “Binatang Jalang” yang bait-bait puisinya dihapal oleh hampir setiap orang Indonesia.

Lalu Darwin, sang peletak dasar teori evolusi melalui buku monumentalnya, tahun 1859, On the Origin of Species. Banyak ilmuwan yang menuduh Darwin plagiat. Karena buku On the Origin of Species, sesungguhnya merupakan tafsir atas teori Afred Russel Walllace, yang ditulis dalam surat-surat pribadinya kepada Charles Darwin. Dari surat-surat Wallace — ia hanya terkenal sebagai deklarator tiga garis Wallace di nusantara — Darwin menulis buku monumental tersebut.

Aku juga pernah ketiban sial dituduh plagiator oleh seseorang di FB Muhammadiyah. Tulisanku tentang Pak AR Sang Penyejuk dituduh plagiat. Ada seseorang yang mengaku menulis tentang Pak AR dan dimuat google. Isinya sejumput kisah pertemuannya dengan Pak AR.

Konon, aku mengutip tulisan itu tanpa menyebut namanya. Yang dituduhkan plagiasi kira-kira hanya empat alinea dari buku 316 halaman. Ia berkoar di FB Muhammadiyah bahwa aku plagiator.

Tentu aku tolak tuduhan itu. Aku jelaskan bahwa tulisan mengenai Pak AR di google, seabrek, sudah jadi milik publik. Tulisan itu ada yang disebutkan sumbernya, ada yang tidak.

Aku sendiri waktu nulis buku Pak AR Sang Penyejuk, bahannya di samping dari pengalaman pribadi waktu tinggal di rumahnya selama dua tahun, juga disuplai oleh Pak Sukriyanto, putra Pak AR, dan Agus Purwantoro, menantunya yang juga teman sekamarku waktu kos di Jalan Cikditiro 19A Yogya. Aku tak tahu kalau dari suplai itu ada sedikit tulisan sang penuduh. Itu pun bahasanya sudah beda banget dengan aslinya. Hanya sebagai bumbu pelengkap. Akhirnya, ia, pensiunan polisi di Bantul, minta maaf di inbox atas tuduhannya. Tapi namaku sebagai plagiator sudah kadung tersebar luas di medsos. Sampai seorang wartawan Jurnal Indonesia menyebutku sebagai plagiator.

Dari gambaran di atas, sebetulnya sejauh mana sih batas-batas plagiasi? Hingga seorang dosen teladan UGM seperti Anggito Abimanyu — hanya karena asistennya yang menuliskan kembali artikel sang dosen tanpa menyebutkan rujukannya dan dimuat Kompas — kemudian terkapar karena tuduhan plagiasi itu?

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA