Oleh: Dr. H. Amidhan, Ketua MUI (1995-2015) dan Komisioner HAM (2002-2007)
KOPI, Jakarta – India terguncang. Bentrokan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) merebak di mana-mana. Terutama antara kelompok Muslim dan Hindu.
Kelompok muslim bersekutu dengan golongan prodemokrasi dan partai-partai sekuler. Sedangkan kelompok Hindu bersekutu dengan partai agamis yang berkuasa: Barathiya Janata Party (BJP). Akibat bentrok brutal tersebut, tercatat sudah 30 orang tewas. Ratusan lainnya luka parah.
Bentrokan ini dipicu pengesahan Citizenship Amendment Bill (CAB) oleh parlemen India yang dikuasai BJP akhir tahun 2019 lalu. CAB atau Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (UUAK) tersebut oleh kaum prodemokrasi dan aktivis HAM dianggap diskriminatif dan melanggar HAM. Dalam salah satu pasal CAB, pemerintah India mempermudah akses kewarganegaraan para imigran dan pengungsi dari negara lain, kecuali yang beragama Islam.
Klausal ini menyulut kontroversi. Ini karena, klausal tersebut mendiskriminasi umat Islam dan melanggar HAM. Tapi, demi memenuhi tuntutan konstituen BJP yang radikal Hinduism, PM Narendra Modi meloloskannya. Protes massa Islam, oposisi (Partai Kongres), kelompok prodemokrasi, dan aktivis HAM dianggap angin lalu. BJP yang punya kursi mayoritas di Parlemen, mendukung kebijakan diskriminatif PM Modi tadi.
Di bawah CAB, umat Islam yang sudah tinggal turun temurun sejak 800 tahun lalu di jazirah Hindustan, diwajibkan membuktikan bahwa mereka memang warga negara India. Sedangkan umat agama lain tak ada kewajiban tersebut.
Comment