by

“SBY TURUN GUNUNG”: Bagaimana Memaknainya?

Oleh: Hanafi Tasra

KOPI, Jakarta – Pada pidatonya di acara Rapimnas Partai Demokrat, Kamis, 15 September 2022 yang lalu, SBY menyatakan akan turun gunung menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Beliau beralasan, karena melihat adanya tanda Pemilu 2024 yang akan datang, tidak adil dan jujur.

Bagaimana kita memaknai pernyataan SBY ini? Apakah ini semata-mata adanya faktor objektif, atau terjadinya kegalauan internal di tubuh Partai Demokrat?

Pertama, ini menandakan bahwa SBY melihat bahwa masalah yang akan dihadapi Partai Demokrat ke depan, minimal pada Pemilu 2024, sangat besar. Sementara, AHY dan tim kepengurusannya yang sekarang, boleh jadi oleh SBY, dianggap belum cukup matang dalam mengantisipasi, apalagi mengatasi masalah yang akan muncul dikemudian nanti.

Olehnya, masih dibutuhkan sentuhan tangan dari senior yang sudah memiliki jam terbang tinggi se level SBY. Dan boleh jadi juga, karena SBY melihat bahwa Pemilu 2024, merupakan sebuah pertaruhan bagi Partai Demokrat, apakah akan berlanjut eksistensinya di panggung perpolitikan nasional, dalam artian menjadi bagian dari the rulling party, ataukah akan tetap menjadi oposisi.

Akan tetapi dengan mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai Capres, bersama Partai Nasdem dan partai anggota koalisi lainnya, In Syaa’ Allah kerisauan SBY bisa teratasi dan tindakan tidak terpuji dari pihak yang disinyalir sebagai “mereka” oleh SBY itu, akan menjadi mentah dan mental dengan sendirinya.

Kedua; pernyataan SBY itu sekaligus membuka mata kita semua, betapa pentingnya Pemilu yang demokratis itu. Pemilu yang jujur dan adil yang menjadi dambaan kita bersama. Pemilu yang jurdil, tentu akan melahirkan pemimpin yang jujur dan adil pula, yang pada gilirannya menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, yang menjadi cita-cita kita, dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, ada baiknya juga kita belajar dari sejarah masa lalu, khususnya dari pelaksanaan Pemilu 1955, yang tercatat sebagai Pemilu paling bersih. Menteri Dalam Negerinya kala itu, Burhanuddin Harahap, berasal dari Partai Islam Masyumi.

Sementara itu, perlu digaungkan kembali bahwa Pemilu itu adalah ajang kompetisi dan kontestasi ide dan gagasan. Semua ide dan gagasan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, layak diterima sebagai peserta kontestasi, dalam kerangka “fastabiqul khairat”, karena mereka mempunyai identitas yang jelas.

Dan tidak boleh ada tuduhan negatif terhadap politik identitas, sebagai mana akhir-akhir ini, seringkali divonis orang sebagai biang kerok terjadinya disrupsi di dalam masyarakat. Padahal Negara Kesatuan Republik Indonesia kita ini dibangun berbasiskan identitas. Bangsa yang tidak punya identitas, niscaya tidak akan mampu mendirikan sebuah negara yang besar seperti Indonesia ini. Justru dengan adanya identitas itu, para Pahlawan kemerdekaan bangsa memperoleh ruh dan arah perjuangan yang jelas.

Ironisnya, dewasa ini, setelah kemerdekaan yang diraih berkat rahmat Allah itu dinikmati, identitas yang telah andil dan berjasa, lalu dikambinghitamkan, demi kepentingan politik praktis segelintir orang yang haus kekuasaan dan lapar jabatan. Politycal behaviour semacam ini, yang menuding Politik Identitas, wabil khusus, identitas Islam sebagai pemecah-belah bangsa, rasanya paling terkena oleh sindiran Al Quran surat Yunus ayat 21, yang terjemahannya sebagai berikut:

“Dan apabila Kami Memberikan suatu rahmat kepada manusia, setelah mereka ditimpa bencana, mereka segera melakukan segala tipu-daya (menentang) ayat-ayat Kami. Katakanlah,”Allah lebih cepat pembalasannya (atas tipu daya itu).” Sesungguhnya malaikat-malaikat Kami mencatat tipu dayamu.”

Oleh itu, Politik Identitas yang berbasiskan Islam tetap sah, dan punya hak hidup di NKRI tercinta ini.
Yang bermasalah itu, adalah, bilamana orang melakukan politisasi agama. Dimana jargon-jargon agama digunakan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan politik tertentu. Sementara pengusungnya setidaknya bukanlah terdiri dari penganut agama yang ta’at, kalaulah bukan berasal dari luar agama itu sendiri.

Gunung Sindur, 26 Safar 1444/ 22 September 2022.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA