by

M. Nur dan Teaching Industry

Loading…

KOPI, Bekasi – Prof. Dr. Muhamad Nur dalam orasi pengukuhan Guru Besar di UNDIP Semarang, Sabtu (31/8/019), menyatakan, kini saatnya perguruan tinggi (PT) berupaya membentuk teaching industry. Melalui teaching industry, hasil penelitian PT bisa diwujudkan sendiri. SDM-nya dari PT bersangkutan.

Adanya teaching industry, membuat hasil-hasil penelitian PT langsung bisa diproduksi dalam skala terbatas, terus disosialisasi, dan dimanfaatkan masyarakat. Selanjutnya, kalau terbukti hasilnya bagus, bisa diproduksi massal. Dengan begitu, hasil-hasil penelitan PPT tidak jadi “arsip” yang numpuk di jurnal dan perpustakaan.

Just info. Teaching Industry adalah semacam industri atau perusahaan yang dibentuk PT terkait untuk memanfaatkan hasil penelitian para dosen dan researchernya, agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat atau negara. Sehingga tak perlu menunggu kedatangan perusahaan besar yang mau invest untuk memfabrikasi hasil penelitian tersebut.

Terlalu lama untuk menunggu mereka. Lagi pula kalau sudah di tangan para bisnisman, produk hasil penelitian itu harganya akan mahal. Padahal, bila hal itu dilakukan sendiri oleh PT, harganya bisa lebih murah. Ini karena PT tidak komersial. Lagi pula, pemanfaatan hasil penelitian PT, merupakan bagian dari Tri Dharma PT tersebut untuk masyarakat.

Prof. Nur memberi contoh, hasil penelitian fisika plasma di Center for Plasma Reasearch, UNDIP. Tim riset plasma yang dipimpinnya, memanfaatkan sumberdaya yang ada di UNDIP untuk membuat mesin generator ozon berbasis plasma. Bahannya tak perlu mahal. Tenaganya mulai dari peneliti senior sampai mahasiswa magang. Bahan bakunya dicari dari “sana sini” – termasuk memakai bahan rongsokan — seperti cara McGyver membuat alat elektronik untuk menyelamatkan diri dari jebakan musuh. Murah meriah. Dan ternyata berhasil.

Inilah contoh, bagaimana teaching industry berkreasi menciptakan produk dari hasil penelitiannya. Tak perlu menunggu modal besar dari perusahaan swasta yang mau bekerjasama. Tak perlu menunggu dana besar dari pemerintah. Tokh, kalau hasilnya bagus, para investor akan datang sendiri. Tak perlu diundang. Kalau mereka datang, PT yang mengaturnya. Bukan investor yang mendiktenya. Dengan demikian, hasil penelitian PT bisa bermanfaat maksimal untuk masyarakat. Karena harganya murah.

Harga murah untuk produk teaching industry, tentu tak harus PT merugi. Tetap harus ada untung untuk kontinyuitas penelitian dan pengembangan.

Teaching Industry UNDIP misalnya, kata Prof. Nur, dimulai tahun 2016. Sandarannya, kebijakan hilirisasi dan komersialisasi poduk hasil riset melalui Program Pengembangan Teknologi Industri (PPTI) Kemenristekdikti. Dari program PPTI inilah, implementasi teknologi plasma untuk penanganan pasca panen cabai berhasil diluncurkan.

Bayangkan, cabai yang cepat busuk, melalui proses pengawetan dengan mesin plasma, mampu bertahan kesegarannya sampai tiga bulan. Ini luar biasa. Cabai Indonesia bisa dikirim kemana pun tanpa khawatir kualitasnya turun. Begitu pula hasil pertanian lain seperti brokoli, sawi, paprika, dan lain-lain.

Meski PPTI hanya temporer, tapi bisa menjadi trigger untuk pengembangan teaching industry. Perguruan tinggi berstatus PTN-BH seperti UNDIP, UGM, dan ITB, berpeluang besar mengelola teaching industry-nya secara mandiri dengan melibatkan semua stakeholder kampus. Riset plasma untuk biologi dan medis, misalnya, bisa bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran yang punya rumah sakit. Riset plasma untuk pertanian dan pangan bisa bekerjasama dengan Fakultas Pertanian yang punya lahan percontohan dan laboratorium tanah. Dan seterusnya.

Dengan demikian, gerak riset kampus akan berjalan bersama; beriringan antarfakultas, sehingga menghasilkan produk teaching industry yang maksimal dengan biaya minimal. Tentu semuanya kudu kompatibel dengan kebutuhan masyarakat.

Kedepan, teaching industry – harap Prof. Nur – harus menjadi inisiator pengembangan industri yang kompatibel dengan kebutuhan rakyat sesuai perkembangan zaman. Tujuan akhirnya, bangsa Indonesia harus merdeka dari penjajahan produk industri asing. Bangsa Indonesia harus menjadi tuan rumah teknologi dan industri di negerinya sendiri.

Loading…

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA