by

Tradisi Berburu Babi Hutan di Ranah Minang

KOPI, Pekanbaru – Ranah Minang, bumi subur yang terletak di Provinsi Sumatra Barat. Di sanalah etnis Minangkabau berdiam. Banyaknya tradisi unik khas suku Minangkabau membuat wilayah yang masuk jajaran Bukit Barisan ini dicalonkan menjadi salah satu daerah cagar budaya dunia.

Maklum, kekayaan tradisi Minangkabau memang sangat beragam. Satu di antaranya tradisi kandiak. Kata kandiak dalam bahasa setempat berarti babi hutan. Dengan begitu, tradisi ini disebut pula sebagai berburu celeng atau babi hutan. Uniknya yang berburu bukanlah manusia, tapi para anjing pemburu yang sudah terlatih.

Tradisi kandiak di Ranah Minang diperkirakan telah berlangsung secara turun-temurun, lebih dari sepuluh abad lampau. Tradisi ini juga menjadi bagian dari kehidupan agraris di Sumatra Barat. Sebagian orang Minang mewariskan tradisi tersebut karena mereka menggantungkan kehidupan dari hasil pertanian. Biasanya, saat memasuki masa panen, sawah para petani kerap diganggu dengan kehadiran babi-babi hutan. Gangguan ini jelas menjengkelkan.

Nah, dengan menangkap babi-babi liar itu, mereka berharap hasil panen yang didapat lebih berlimpah. Kendati awalnya hanya untuk menjaga hasil panen, belakangan acara berburu babi justru dijadikan hobi bagi sebagian masyarakat Minang. Sebut saja Fery hampir setiap pekan ia bertolak dari Pekanbaru – Sumbar hanya untuk menyalurkan hoby nya berburu babi hutan, berburu babi ini hampir berlangsung setiap pekan. Para pemilik anjing, biasanya sudah mengetahui lokasi yang akan dituju.

Dalam berburu banyak juga istilah atau cara yg di guna kan bagi para pemburu,seperti “marenten” istilah ini ialah melepas anjing dari jarak jauh supaya anjing dapat menyisir keberadaan babi hutan dan membantu anak tapak.

Perburuan babi pun dimulai. Para pemburu segera naik kendaraan. Tak lupa tentunya, anjing-anjing milik mereka. Beberapa selang kemudian, mereka tiba di pinggiran hutan. Anjing-anjing segera dikeluarkan dari kandang masing-masing.

Riuh rendah teriakan para pemilik anjing pun memecah keheningan Hutan . Suara kencang sahut-menyahut yang terdengar dari jarak ratusan meter itu adalah bahasa isyarat bagi para pemilik anjing.

Bila babi hutan yang menjadi buruan semakin dekat, teriakan para pemilik anjing pun semakin lantang. Sebuah teriakan terdengar. Ini mengisyaratkan ada babi liar.

Dalam sekejap, anjing-anjing berlarian mengejar babi hutan. Tak beberapa lama, babi itu kehabisan napas. Kesempatan ini tak disia-siakan. Anjing-anjing pemburu segera menyerang dengan ganas hingga sang babi tak berdaya dan tak mampu melawan lagi.

Para pemilik anjing cukup menyaksikan dari kejauhan. Mereka membiarkan binatang peliharaannya berebut menggigit, mencabik, dan melumat babi yang nahas itu. Suatu pemandangan yang dapat membuat sebagian orang bergidik, saking ganasnya.

Tak semua anjing mempunyai keahlian yang sama. Bagi anjing yang baru pertama kali berburu, pemiliknya akan memberikan tetesan darah babi ke hidungnya. Ini dilakukan agar si anjing memiliki insting kuat terhadap buruannya.

Dalam satu kali perburuan, anjing-anjing ini biasanya mampu menangkap dua sampai lima ekor babi. Namun mengingat mayoritas masyarakat Minangkabau beragama Islam, maka babi yang mati diserang anjing tidak pernah dibawa pulang oleh para pemburu. Babi-babi itu biasanya dibiarkan untuk makanan anjing-anjing mereka. Meski terkadang dibawa ke beberapa pulau/daerah tertentu untuk dijual.

Itulah sekelumit tradisi unik masyarakat Minangkabau. Tentu saja, bagi sebagian orang, tradisi ini masih dipertanyakan. Terlebih berada di Ranah Minang yang terkenal menjaga nilai-nilai agama Islam.

Akan tetapi, tradisi tetaplah tradisi. Bagi masyarakat Minangkabau, tradisi adalah peninggalan leluhur yang sudah sepatutnya dijaga dan dilestarikan. (*)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA