by

Diduga Dinas Terkait Tutup Mata atas Maraknya Perdagangan Daging Celeng di Nias

KOPI, Gunungsitoli – Diduga Dinas terkait terkesan tutup mata atas maraknya perdagangan daging babi hutan (celeng-red) ilegal di wilayah Kepulauan Nias. Penyeludupan daging celeng tersebut dikirim melalui Pelabuhan laut Gunungsitoli dan Pelabuhan Roro.

Para pelaku usaha menyeludupkan daging celeng ilegal untuk meraup keuntungan besar. Daging tersebut diambil dari luar pulau Nias yang tidak diketahui asal-usulnya.

Saat dikonfirmasi awak media Pewarta, Ediroto Zebua, S.Pt., Kabid Peternakan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Gunungsitoli telah mengeluarkan Instruksi Walikota Gunungsitoli, Nomor 520/1/Diskeptan/2021 tentang Pemasukan Ternak Babi ke wilayah Kota Gunungsitoli. “Pada point ketiga menjelaskan bahwa terhadap bahan asal hewan khususnya daging babi hutan dilarang masuk ke wilayah Kota Gunungsitoli.”

Lebih lanjut, Ediroto menjelaskan bahwa dari Tahun 2020 sejak penyakit Demam Babi Afrika atau Africa Swive Fever (ASF) melanda pulau Nias, daging babi hutan sudah dilarang masuk ke wilayah tersebut. “Masa berlaku pelarangan tidak bisa dipastikan kapan akan berakhirnya,” ujar Ediroto.

Menurutnya, semenjak dikeluarkan instruksi pelarangan masuk daging celeng ke Pulau Nias, “Maka akan dikatakan ilegal, jika pelaku usaha melanggar dan tidak mematuhi aturan atau nekat menyeludupkan daging celeng ilegal tersebut harus ditindak tegas.”

Ia berharap, “Semua stakeholder yang mempunyai tupoksi masing-masing, baik LSM/Pers harus berperan serta mengawasi masuknya daging celeng yang dikirim melalui pintu Pelabuhan Gunungsitoli dan Pelabuhan Roro.”

Terpisah, Setiaman Lase, Aktivis Gerakan Muda Indonesia Anti Korupsi mengatakan bahwa adanya dugaan keterlibatan pihak terkait dalam meloloskan daging celeng tersebut masuk ke Pulau Nias.

“Sudah jelas ada Instruksi Walikota yang ditujukan kepada seluruh stakeholder, tapi kenyataannya (Dinas terkait) saling lempar bola dalam menerapkan instruksi tersebut dan tutup mata serta mengabaikannya,” ungkap Setiaman.

Lanjutnya, LSM/Pers dan masyarakat agar aktif mengawasi pemasukan daging celeng tersebut. Kita harap keseriusan semua pihak baik Pemerintah, pihak keamanan agar menerapkan peraturannya.

Selain itu, pengawasan ketat harus dilakukan terkait maraknya peredaran daging celeng, karena bisa membawa penyakit (virus) bagi kesehatan manusia. “Kita kuatirkan mengandung bahan pengawet formalin atau borax, sebelum diuji di laboratorium apakah bisa dikonsumsi atau tidak,” tandas Setiaman Lase. (PG)

Editor: NJK

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA