by

JPU Gagal Buktikan Dakwaan, Ahmad Azis Ismail Minta Zainal Dibebaskan

KOPI, Kupang – Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kupang menyatakan Terdakwa Zainal Bapa Utan, S.Pd., dibebaskan dari dakwaan Primair Pasal 2 dan Terbukti Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Azis Ismail, S.H., selaku kuasa hukum terdakwa menjelaskan “Perbuatan melawan hukum itu sifat umum dari suatu delik, maka tidak terpenuhinya unsur melawan hukum dalam suatu perbuatan menunjukkan perbuatan itu bukan tindak pidana. Apabila suatu perbuatan bukan tindak pidana, maka dengan kriteria apapun perbuatan itu tidak menjadi suatu tindak pidana.”
 
Konsepsi di atas membawa pemahaman “Menyalahgunakan kewenangan, sarana atau kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan”, yang diatur dalam Pasal 3 UU No. 31/1999 adalah peristilahan yang digunakan pembentuk undang-undang untuk menggambarkan sifat melawan hukum tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu jelas Azis, jika suatu perbuatan melawan hukum menurut Pasal 2 UU No. 31/1999 tidak terbukti, maka ketentuan Pasal 3 UU No. 31/1999 menjadi tidak terbukti.
 
“Atas pertimbangan hukum Pengadilan tersebut, kami berbeda pandangan,” ujar Azis kepada awak media, Kamis (29/4/21).

Kami berpendapat Terdakwa Zainal Bapa Utan, S.Pd., yang dianggap tidak terbukti melanggar Pasal 2 maka secara mutatis mutandis perbuatan itu juga tidak dapat dipandang sebagai bentuk perbuatan melawan hukum menurut pasal manapun termasuk Pasal 3. Karena Jaksa Penuntut Umum gagal membuktikan kerugian Negara yang didakwakan, fisik pekerjaan telah selesai 100% maka balance dengan keuangan Negara yang dikeluarkan.
 
Kami sependapat dengan Pengadilan yang membebaskan Terdakwa Zainal Bapa Utan dari dakwaan Primer Pasal 2, hanya saja jika Pasal 2 tidak terbukti, maka konsekwensinya Pasal 3 menjadi tidak terbukti, karena unsur melawan hukum tidak dapat dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum.
 
Dari dua pasal tersebut baik Pasal 2 dan Pasal 3, yang vital adalah soal kerugian Negara. Ada kerugian Negara jika uang yang dikeluarkan oleh Negara tidak sebanding dengan Prestasi yang diperoleh negara.

Faktanya fisik pekerjaan sekolah telah selesai 100%, bangunan sudah digunakan oleh pihak sekolah. Prestasi diperoleh Negara sesuai dengan keuangan Negara yang keluar.

Jika fisik pekerjaan sudah selesai 100% tapi masih terjadi kekurangan uang yang dianggap sebagai kerugian Negara, lantas kekurangan uang tersebut diperoleh darimana, apa ada sumbangan pihak ketiga untuk menambah uang agar fisiknya menjadi 100%? Kan tidak ada.
 
Penasehat hukum juga mempertanyakan parameter apa yang digunakan JPU dalam  menghitung kerugian Negara? Kalau ada kerugian Negara dalam kasus ini, maka logikanya fisik lebih uang kurang. Konsultan perencana, konsultan pengawas, PPK dan saksi-saksi lain termasuk terdakwa menjelaskan fisik sekolah telah selesai dikerjakan 100%. Tidak ada pekerjaan yang tersisa sesuai RAB (rencana anggaran biaya)”, jelas Azis mantan Sekretaris BEM Fakultas Hukum Undana ini.(*)

Editor: NJK

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA