KOPI, Jakarta – Tim PH PPWI Ujang Kosasih, S.H., angkat bicara terkait Putusan Pengadilan Negeri (PN) Unaaha Sulawesi Tenggara yang tidak mencerminkan rasa keadilan terhadap insan pers, Minggu (7/4/24). Kepada awak media ini, Ujang menyampaikan kekecewaannya atas vonis 6 bulan yang dijatuhkan kepada wartawan inisial EL.
Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari peran penyidik yang tidak profesional dalam menangani sengketa PERS. “Gerbang pintu pidana berada di kepolisian dalam hal ini penyidik, mestinya penyidik berpedoman kepada Perkap No.14 Tahun 2012 tentang Manejemen Penyelidikan dan Undang-Undang Dasar 1945,” ungkapnya.
Lanjutnya, bukankah Undang-Undang No.14 tahun 2018 menjadi bagian dari sejarah bangsa dan Negara Republik Indonesia menuju kehidupan lebih demokratis yang menjamin dan menghormati hak azasi manusia. Sedangkan, Undang-Undang KIP merupakan implementasi dari Undang-Undang Dasar 1945 yang dengan tegas menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Dalam kasus yang menimpa rekan wartawan di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara menggunakan FB, kemudian dikenakan UU IT. Menurut Ujang Kosasih, S.H., putusan Pengadilan Negeri Unaaha, tidak terlepas dari peran oknum mafia peradilan di Negeri ini selalu bersumber dari bentuk penyalahgunaan kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.
Ada prinsip hukum bernama “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang artinya “Putusan Hakim harus dianggap benar” dimana putusan tersebut dijatuhkan dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa”.
Ia menambahkan, yang menjadi pertanyaan bagaimana jika para saksi yang diajukan JPU diduga memberikan keterangan palsu? Artinya Hakim memutus perkaranya berdasarkan saksi palsu, apakah prinsip hukum “Res Judicata Pro Veritate Habetur” tetap dianggap bener? Tentu jawabannya, tidak!!
“Jelas, jika putusan itu tidak didasari kesaksian yang benar, maka harus diuji di tingkat banding dan kasasi agar ada kepastian hukum bagi Terdakwa,” tandasnya.
Ujang Kosasih menjelaskan seharusnya Pengadilan Negeri Unaaha berkaca pada putusan Aktivis Haris Azhar dan Fatia yang diputus bebas karena pasal pencemaran nama baik Pasal 27 dan Pasal 45 UU/2016 (UU IT) Pasal 14 dan 15 UU/1/1946 Tentang peraturan Pidana dan Pasal 310 ayat 1 KUHP, bertentangan dengan UUD 1945.
“Kami para aktivis pejuang kemerdekaan Pers akan terus mengawal putusan Pengadilan Negeri Unaaha ke tingkat banding dan kasasi, dan kami juga akan bersurat ke KY agar melakukan pengawasan serius khususnya di Pengadilan Negeri Unaaha,” pungkasnya. (Red/Tim)
Comment