KOPI, Jakarta – Kisruh gagal bayar polis Asuransi Jiwasraya sampai saat ini belum terselesaikan. Sebagai perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia, PT. Asuransi Jiwasraya (PT. AJS) mempunyai total kewajiban untuk dibayar (liabilitas) sebesar Rp. 59,7 triliun kepada seluruh pemegang polisnya.
Melihat realita yang terjadi pada kasus Jiwasraya, alumni PPRA-48 Lemhanas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., mengatakan bahwa dirinya merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Dirinyapun mendesak agar Pemerintah tidak lepas tangan terhadap pembayaran kewajiban PT. AJS kepada lebih 5 juta nasabahnya yang adalah rakyat Indonesia.
“Karena Jiwasraya adalah perusahaan negara, maka Pemerintah Republik Indonesia sebagai penanggungjawab perusahaan tersebut secara tegas diperintahkan oleh konstitusi untuk membayar hutang Jiwasraya itu kepada nasabah yang adalah rakyat Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, bahwa Pemerintah wajib melindungi dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia,” kata Wilson Lalengke, Jumat, 15 Oktober 2021.
Pemerintah sebuah negara beradab, lanjut Lalengke, yang menjunjung tinggi konstitusi dan peraturan perundangan, tidak akan pernah mengkhianati rakyatnya, apalagi mengorbankan rakyat. Ketidak-pedulian suatu pemerintahan terhadap nasib rakyat yang terzolimi oleh korporasi milik negara adalah suatu kejahatan dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara.
“Pemerintah semacam itu dapat diminta pertanggungjawaban secara politik maupun hukum, termasuk hukum internasional karena terkait dengan perlindungan hak azasi manusia jutaan rakyat Indonesia yang tidak diindahkan oleh pemerintahan dimaksud,” tegas Wilson Lalengke yang pernah menjabat Kepala Subbid Program pada Unit Kajian Kebijakan dan Hukum Sekretariat Jenderal DPD-RI ini.
Sementara itu, seorang karyawan PT. AJS, Latin, SE, mengungkapkan bahwa jauh sebelum tahun 1998, Perseroan Jiwasraya yang lahir pada tahun 1859 di zaman Hindia Belanda (NILLMIJ), mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 235 miliar. Kemudian selama 22 tahun Perseroan Jiwasraya dibiarkan tanpa bantuan akses permodalan, yakni sejak krisis moneter melanda dunia hingga terjadinya resesi ekonomi saat ini akibat Pandemi Covid-19.
“Artinya sejak 1998-2020 Perseroan Jiwasraya belum mendapatkan adanya tambahan PMN. Perseroan Jiwasraya dibiarkan menghadapi dan menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa akses permodalan dari pemerintah. Besaran PMN yang dikelola oleh Perseroan Jiwasraya menjadi asset sebesar 17 triliun per tahun 2019,” ungkap Latin, yang juga merupakan nasabah aktif dari perusahaan asuransi plat merah itu.
Awal mula prahara gagal bayar polis Jiwasraya diketahui melalui surat konfirmasi dari Dirut Perseroan Jiwasraya yang berinisial HTS, kepada tujuh bank yang merupakan agen penjual produk asuransi PT. AJS. Statement HTS di ruang publik memicu rusaknya kepercayaan pemegang polis terhadap Jiwasraya atas ketidakmampuannya dalam membayar dana saat jatuh tempo polis.
Belum diketahui apa motivasi HTS yang berinisiatif mengambil keputusan membuat pengumuman gagal bayar polis tersebut. Langkah itu dilakukan secara maraton yang dipublikasikan lewat media pemberitaan online di ruang publik. Pengumuman gagal bayar polis senilai 802 miliar diketahui pada saluran pemasaran bancassurance, pada Oktober 2018.
Atas permasalahan tersebut, PT. AJS mengambil langkah penyelamatan dan penyelesaian dengan menyusun beberapa program diantaranya:
- Opsi corporate action yakni mendirikan PT. Jiwasraya Putera yang bertujuan sebagai sekoci penyelamatan arus kas bagi induknya. Setelah didapatkan izin pendirian dan beroperasi, ternyata implementasinya tidak sesuai harapan awal atau gagal. Berdasarkan hal tersebut, izin PT Jiwasraya Putera dicabut oleh OJK pada 25 September 2020. Alasan pencabutan izin tersebut belum terkonfirmasi. Hingga tulisan ini disajikan belum ada penjelasan resmi dari OJK.
- Program restrukturisasi polis-polis konsumennya akan dialihkan ke perusahaan baru. Upaya penyelamatan dan penyehatan yang kedua adalah melalui penyelesaian ‘Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya’ (RPK-J) yang diusulkan Dewan Direksi Perseroan Jiwasraya bersama Kementerian BUMN. RPK-J diimplementasikan ke dalam program Restrukturisasi Polis-polis Konsumen yang akan dialihkan kepada Asuransi IFG Life sebagai penampung portofolio milik Jiwasraya.
Program restrukturisasi polis adalah tindakan merevisi seluruh kewajiban (liabilitas) PT. AJS, yang diproyeksikan menjadi kewajiban Pemerintah per 31 Desember 2021 dengan total kewajiban sebesar 59,7 triliun. Melalui program restrukturisasi polis, jumlah Rp. 59, 7 triliun itu kemudian dikurangi 40%, sehingga kewajiban Pemerintah terhadap pemegang polis menjadi berkurang sebesar Rp. 23,8 triliun, atau hanya sebesar Rp. 35,8 triliun.
Faktualnya, Pemerintah hanya menganggarkan PMN sebesar Rp. 22 triliun melalui APBN-P 2021 yang akan diberikan secara bertahap. Jika dilihat dari total liabilitas Perseroan sebesar 59,7 triliun, maka masih ada selisih sebesar 37 triliun. Angka 22 triliun ini tentunya tidak mencukupi kebutuhannya. Menurut Pemerintah dan Jiwasraya dalam beberapa statement mengatakan opsi ball-in, transfer, melalui revisi kewajiban Pemerintah atau dikenal program restrukturisasi polis-polis konsumen merupakan solusi terbaik diantara opsi-opsi lain.
Atas permasalahan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku wakil dari Pemerintah agar:
- Menyusun mitigasi resiko atas potensi gugatan pemegang polis eksisting yang tidak bersedia mengikuti program restrukturisasi PT. AJS.
- Mengambil kebijakan pendukung atas potensi resiko keuangan beberapa BUMN yang terdampak signifikan dalam Program Restrukturisasi Polis PT. AJS.
Atas rekomendasi tersebut, menteri keuangan selaku wakil Pemerintah akan menindaklanjuti dengan menunggu hasil putusan pengadilan kasus PT. AJS. Demikian dikutip dari sumber LHKPP (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Perusahaan ) tahun 2020.
“Upaya penyehatan dan penyelamatan BUMN Asuransi Jiwasraya melalui program restrukturisasi polis-polis konsumennya menimbulkan paradoks. Yang pada akhirnya hanya mematikan core bisnis asuransi tertua milik negara dengan merugikan kepentingan para pemegang polisnya,” jelas Latin lagi.
Dalam hal ini, Pemerintah bertanggungjawab terhadap pemegang polis dengan liabilitas Perseroan Rp. 59,7 triliun. Jika tidak, maka akan berpotensi adanya gugatan hukum dari pemegang polis kepada Pemerintah. Pemerintah hendaknya mengevaluasi kembali usulan RPK-J oleh Dewan Direksi Jiwasraya bersama Kementerian BUMN dan melakukan check and balance terhadap sejumlah persoalan mendasar di Perseroan Jiwasraya.
“Saya berharap Pemerintah RI bersama Jiwasraya mampu menjalankan amanah Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Pasal 1 dan Pasal 15 tentang Perasuransian dan berkomitmen secara sungguh-sungguh untuk menjalankannya. Hal ini untuk menghindari resiko terampasnya kepentingan publik dan kepentingan hajat hidup orang banyak khususnya para pemegang polis Jiwasraya,” pungkas Latin yang telah bekerja sebagai mitra PT. AJS selama belasan tahun. (TIM/Red)
Editor: NJK
Comment