by

Bupati Jembrana Hadiri Rangkaian Upacara Pengabenan Kerangka Manusia Prasejarah Museum Purbakala Gilimanuk

KOPI, Jembrana – Bupati Jembrana I Nengah Tamba bersama Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna menghadiri rangkain upacara pengabenan pada kerangka manusia prasejarah atau manusia purba yang ada di Museum Purbakala Gilimanuk, Jembrana Bali, digelar pada Rabu (31/1/2024). Selain menyucikan kerangka manusia prasejarah yang disimbolkan alang-alang tersebut, secara kolektif upacara pengabenan tersebut juga diikuti oleh masyarakat di Kabupaten Jembrana.

Acara tersebut berlangsung rangkaian Uleman Manggala Praja sebagai guru saksi juga dihadiri Sekda Jembrana I Made Budiasa, Pj Gubernur Bali yang diwakili Staf Ahli Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kapolda Bali yang diwakili Kabid Labfor Polda Bali, Asisten Laboratorium Bioantropologi & Paleoantropologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dan undangan lainnya.

Upacara dengan mengambil tingkatan Ngaben Kusa Pranawa yang berarti upacara pengabenan dengan menggunakan simbol berupa sarana pengawak daun alang-alang yang merupakan simbolis badan manusia sehingga jasad atau kerangka dibuatkan simbol. Dari ratusan tulang dijadikan dua sekah/puspa lingga (simbol roh) yaitu lanang istri untuk kemudian disucikan secara Hindu dan upacara tersebut dipuput (prosesi upacara dipimpin) oleh lima orang sulinggih.

Untuk ngaben kolektif masyarakat umum tersebut diikuti sebanyak 7 sawa, mamukur sebanyak 12 dan ngelungah sebanyak 26. Sementara khusus dari kerangka manusia prasejarah Gilimanuk yang tersimpan di Universitas Gadjah Mada sebanyak 275 dilaksanakan upacara ngulapin di segara.

Terkait hal tersebut, Bupati Jembrana I Nengah Tamba mengatakan telah mencari informasi dan data-data terkait dengan apakah diperbolehkan untuk dilaksanakan upacara pengabenan Kusa Pranawa bagi kerangka manusia prasejarah Gilimanuk. “Saya tidak tahu keturunannya (silsilahnya) ini siapa, ini kan kerangka manusia prasejarah yang ada di Kabupaten Jembrana, mungkin jika ini binatang prasejarah saya tidak ambil pusing, tapi karena ini manusia menjadi beban pikiran saya, kewajiban saya sebagai Bupati untuk melaksanakan penyucian terhadap kerangka-kerangka manusia yang ada di Gilimanuk ini,” ucapnya.

Lebih lanjut, Bupati Tamba juga menuturkan bahwa pengabenan Kusa Pranawa dengan dilaksanakan pada kerangka manusia prasejarah Gilimanuk yang tersimpan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan cara ngulapin (memanggil) roh mereka untuk kembali ke Gilimanuk. “Ternyata dalam perjalanannya, kami menemukan kerangka yang ada di sini, ada juga di laboratorium UGM, sebanyak 275 ada kerangka di situ yang diteliti oleh para ahli di UGM, secara niskala seluruh kerangka atau roh yang ada di situ sudah kita panggil untuk pulang ke tanah Gilimanuk, hari ini kita sucikan, kita sebut sebagai pengabenan Kusa Pranawa,” tuturnya.

Pihaknya juga menyampaikan terima kasih kepada Menparekraf yang telah memberikan dukungan, serta kepada Polda Bali, Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten lainnya di Bali yang bisa hadir untuk mendukung pelaksanaan upacara pengabenan Kusa Pranawa tersebut. “Astungkara (mudah-mudahan) hari ini perwakilan dari Pak Kapolda dan Pj Gubernur dan kesaksian Menteri Parekraf Bapak Sandiaga Uno saya mengucapkan terima kasih atas seluruh dukungan sehingga acara pengabenan Kusa Pranawa di Gilimanuk ini dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.

Lanjutnya, Bupati Tamba juga memberikan apresiasi kepada seluruh Bendesa Adat dan masyarakat baik yang terlibat langsung maupun yang memberikan dukungan sehingga upacara pengabenan ini dapat terlaksana dengan baik. “Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada Bendesa Adat se-Kabupaten Jembrana, masyarakat Gilimanuk dan masyarakat se-Kecamatan Melaya yang sangat luar biasa, semoga dengan selesainya acara ini Jembrana akan menjadi lebih baik dan nyaman serta sukses menuju Jembrana Emas Tahun 2026,” lanjutnya.

Setelah upacara pengabenan Kusa Pranawa selesai, Bupati Tamba menyampaikan bahwa untuk sementara roh/atman yang telah disucikan akan dikembalikan ke laut karena bangunan untuk menyemayamkan roh-roh tersebut akan segera dibangun. “Di anggaran perubahan ini kita akan membangun Gedong Purba, untuk saat ini setelah meajar-ajar kita larung dulu di segara (laut), nanti pada saatnya kita ngulapin (memanggil roh) baru kita linggihkan di Gedong Purba,” tuturnya.

Di sisi lain, Dismas Rienthar Adhyaksa, Asisten Laboratorium Bioantropologi & Paleoantropologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengatakan bahwa kerangka manusia prasejarah Gilimanuk yang tersimpan di UGM diperkirakan berumur 2000an tahun, selain disimpan, kerangka tersebut digunakan sebagai objek penelitian. “Di Laboratorium UGM tersebut menyimpan kerangka manusia Gilimanuk dengan usia diperkirakan 2000 tahun yang jumlahnya 275 individu, yang kami lakukan selain menyimpan dan mengkonservasi, kami juga melakukan penelitian terutama yang berkaitan dengan Paleoantropologi yaitu semacam studi ilmu yang mempelajari penyakit-penyakit yang ada di manusia-manusia purba,” ucapnya.

Dismas Rienthar Adhyaksa juga menjelaskan bahwa kerangka manusia prasejarah Gilimanuk tidak hanya terdiri dari satu kelompok masyarakat, melainkan ditemukan sejumlah ciri-ciri berbeda pada kerangka yang diteliti. “Di dalam situs Gilimanuk ditemukan berbagai variasi genetika yaitu mengindikasikan bahwa manusia-manusia yang di Gilimanuk yang dikuburkan di situ bukan berasal dari satu komunitas atau kelompok masyarakat saja, kemungkinan itu berasal dari berbagai masyarakat di luar Gilimanuk, dari indikasi itu, kami menginterpretasikan bahwa situs Gilimanuk itu boleh dikatakan spesial, istimewa itu bisa karena disucikan atau memang cocok untuk penguburan,” jelasnya.

Terkait dengan upacara Ngaben Kusa Pranawa, ia mengapresiasi apa yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana, hal ini menurutnya sebagai wujud penghormatan pada kerangka manusia prasejarah sebagai leluhur masyarakat di Gilimanuk. “Jasad-jasad yang telah meninggal, membantu kita belajar berbagai hal tentang evolusi, migrasi, forensik hingga status kesehatan masa lalu yang dapat menjadi rujukan kita untuk membangun masyarakat yang lebih baik, sudah selayaknya kita menghormati dan memperlakukan jasad-jasad tersebut seperti manusia yang masih hidup,” pungkasnya. (AM

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA