Oleh: Wilson Lalengke, Ketua Umum PPWI, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI
tahun 2012
KOPI, Jakarta – Ada dua poin menarik dari Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3326/XI/HUK.7.1./2020 tertanggal 27 November 2020. Pertama, dalam surat yang ditandatangani Kadiv Propam Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo itu disebutkan bahwa personel Polri dilarang melakukan pungutan liar. Kedua, aparat kepolisian juga dilarang melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang bisa merusak citra Polri (1).
Mengapa menarik? Karena sesungguhnya kita sudah amat maklum bahwa kedua hal tersebut, pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang, seakan telah menjadi hobi para oknum di lingkaran Polri. Di internal korps baju coklat muda itu, sudah sangat umum dikenal istilah tempat basah, seperti unit Lalulintas dan Reskrim serta beberapa unit lainnya (2). Mereka juga amat familiar dengan diksi wilayah subur, antara lain Kalimantan dan Riau, serta beberapa wilayah provinsi lainnya (2).
Hampir dipastikan, setiap oknum polisi yang mendapatkan penugasan baru di unit basah dan wilayah subur itu akan diliputi rasa girang, terutama hari-hari pertama penugasan. Berbeda halnya jika personil polisi mendapatkan tempat yang kurang favorit, seperti unit humas, bagian administrasi, dan/atau unit yang tidak berhubungan dengan warga masyarakat secara langsung. Di tempat basah dan wilayah subur tersebut, para oknum anggota polisi bisa mandi basah tiap saat yang memungkinkan dirinya tumbuh subur.
Levelitas atau tingkatan struktur kantor polisi tempat bertugas juga sangat menentukan dalam klasifikasi peluang berbasah-basah dan bertumbuh subur sepanjang masa tugas. Mabes Polri tentulah merupakan wilayah rawan banjir yang setiap saat dikunjungi para pembawa keberuntungan. Ketinggian muka air saat banjir bisa mencapai berMeter-Meter, bahkan tak Terhingga (3).
Mapolda menjadi incaran para oknum polisi yang ingin mandi basah tiap hari, karena kantor ini jelas menjadi tempat bertamu setiap saat bagi para pejabat dan konglo lokal. Sering juga terjadi banjir besar, terutama di wilayah subur, bisa mencapai berMeter-Meter juga. Mapolres tidak kalah rawan, walau tentu tinggi permukaan air banjir masih di bawah level Mapolda. Mapolsek biasanya sedikit saja banjirnya. Namun, jika para oknumnya cerdik, mereka biasanya membuat kanal banjir yang diarahkan ke kantornya agar kecipratan banjir lebih deras (4). Walau hanya kelas recehan, namun bisa kontinyu dan stabil.
Kondisi itu hampir merata di seantero negeri. Dari Sabang hingga ke batas RI – Papua Nugini hampir sama walau tidak persis sebangun. Unit dan daerah yang kering gersang akan ditinggalkan dengan segera. Alternatif, para anggota yang ditugaskan di tempat kering seperti ini harus kreatif, cerdik, dan panjang akal. Keberhasilan para oknum di tempat ini seakan diukur dari tingkat perobahan lokasi yang tadinya kering menjadi basah.
Pertanyaan yang sering berputar-putar di otak publik adalah mengapa perkantoran Korps Bhayangkara Indonesia itu seakan harus basah, dan jika perlu wajib banjir? Ini jelas pertanyaan sulit. Hanya bapak-bapak oknum polisi itu dan Tuhan yang tahu persis dengan pasti. Tapi, sinyalemen yang banyak beredar, penyebabnya antara lain karena setiap oknum yang inginkan kesuburan diri, yang bersangkutan harus memandikan atasan atau pimpinannya. Sebab nasib baik setiap manusia ditentukan tiga hal: garis tangan, tanda tangan, dan buah tangan.
Penyebab banjir lainnya adalah karena warga masyarakat yang tersandung masalah sering membuat banjir kantong para oknum polisi. Terutama dari kalangan menengah ke atas, yang terbiasa menggunakan jalur toll, ketika mengadukan suatu masalah hampir dipastikan membasahi meja para oknum polisi yang melayaninya. Kebiasaan warga seperti ini akhirnya menjelma menjadi hobi, lanjut menjadi budaya, dan akhirnya mandarah daging.
Kembali ke surat Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3326/XI/HUK.7.1./2020 tertanggal 27 November 2020 tadi. Saya hanya hendak berpesan ke Kapolri, mohon dengan sangat, di ujung pengabdian menjelang lengser keprabon ini, tidak perlu banyak gaya, banyak bicara, apalagi banyak gertak. Silahkan tindak itu oknum-oknum penyidik di Direktorat Tidak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, berinisial BS dan kawan-kawannya (5). Mereka nyambi jadi penyidik sekaligus pemalak warga yang sedang berperkara dengan warga lainnya. Para oknum itu hanya selangkah dua langkah dari pintu ruang kerja Anda.
Perilaku BS dan kawan-kawan itu jelas merusak citra Polri. Mereka melakukan pungutan liar serta penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan pasal-pasal UUD (ujung-ujungnya duit) dan KUHP (kasih uang habis perkara). Jika Pak Kapolri butuh informasi detail, silahkan hubungi call center *001#. Terima kasih. (WL)
Catatan:
(1) Ancaman Kapolri Idham Azis Maut, Hukumannya Tegas Banget; https://www.genpi.co/polhukam/72663/ancaman-kapolri-idham-azis-maut-hukumannya-tegas-banget.
(2) Berdasarkan pernyataan lisan seorang jenderal polisi berbintang dua kepada penulis beberapa waktu lalu.
(3) Transaksi Jenderal Polisi di Kasus Djoko Tjandra, Nilainya Miliaran; https://www.merdeka.com/peristiwa/transaksi-jenderal-polisi-di-kasus-djoko-tjandra-nilainya-miliaran.html
(4) Kapolsek Penerima Suap Divonis 4,5 Tahun Penjara; https://nasional.tempo.co/read/386834/kapolsek-penerima-suap-divonis-45-tahun-penjara/
(5) Berdasarkan laporan masyarakat yang masuk ke Sekretariat Nasional PPWI.
Comment