KOPI, Jakarta – Tahun 2017 menjadi penanda dunia artificial inteligence. Sebuah robot pintar, dengan artificial inteligence, bernama Sophia, diangkat menjadi warga negara Arab Saudi.
Sophia menjadi robot pertama dalam sejarah yang menjadi warga negara. Sophia bukan saja pandai berbicara, merespon aneka pertanyaan. Mimik wajahnya tak hanya hidup. Ia pun dapat menjadi jenaka.
Dalam sesi tanya jawab yang dihadiri banyak pejabat dan investor, robot bernama Sophia itu acap mengajak tertawa. Ujarnya, ia merasa istimewa menjadi warga negara Arab Saudi. Karena ia robot, mungkin ia akan dibolehkan sebagai satu satunya wanita yang tak perlu memakai jilbab di Arab Saudi.
Ketika ditanya bagaimana dengan nasib manusia homo sapiens? Jika robot pintar seperti Sophia bertambah banyak, bukankah ini akan menjadi ancaman bagi manusia homo sapiens? Sophia menjawab sambil tertawa. Ujarnya, anda terlalu banyak menonton film Holywood.
Sophia adalah robot pintar yang diproduksi oleh perusahaan Hanson. Perusahaan yang sama kini sedang memproduksi banyak robot lainnya. Salah satu tugas robot dengan artificial inteligence produksi Hanson itu nanti akan mengajarkan bahasa Inggris di Jepang. Sudah didaftar 500 sekolah di Jepang yang akan mempekerjakan robot pintar itu.
Peradaban memang sudah berubah. Manusia selaku homo sapiens tak lagi menjadi satu-satunya species paling cerdas. Robot dengan artificial inteligence model Sophia akan terus semakin canggih. Untuk beberapa hal, robot dengan artificial inteligence bahkan lebih pintar.
Lihatlah komputer Blue Chip dapat mengalahkan juara catur paling gemilang di zamannya: Gary Kasparov. Lihatlah Waze dan Google map menjadi penunjuk jalan lebih cepat menuju satu area. Lihat pula software analisa keuangan yang kini lebih canggih dan “non-bias” dibandingkan konsultan keuangan.
-000-
Namun peradaban tak hanya menyediakan Sophia. Juga kini disediakan yang lain: Suriah. Di negara suriah, berlangsung perang sipil tak berkesudahan.
Dipacu oleh Arab Spring, penduduk Suriah memprotes pemerintah. Mereka meminta perubahan. Tahun 2011, ekonomi Suriah terasa sulit. Pengangguran meningkat. Sementara korupsi meraja lela.
Pemerintah menyambut demonstrasi dengan kekerasan. Meledaklah kemudian perang sipil. Elit politik melawan elit politik. Masyarakat melawan masyarakat.
Rezim pemerintah pimpinan Mr Assat mendapat dukungan dari Rusia dan Iran. Tak mau kalah, Oposisi dibantu oleh Turki, Arab Saudi dan negara Barat. Aneka negara luar ikut membelah Suriah.
Kekuatan politik agama ikut juga mewarnai. Islam Syiah di belakang Mr Assat. Islam Sunni di belakang oposisi. Al Qaedah dan ISIS masuk pula di sana.
Dunia pun dipertontonkan kehancuran yang tak alang kepalang. Sebanyak 55 persen dari 20 juta penduduk Suriah tercabut dari kampung halamannya. Sebanyak 6,2 juta mencari tempat berteduh di dalam negeri. Sebanyak 5.7 juta menjadi pengungsi ke luar negeri.
Sebanyak 1,5 juta penduduk menjadi korban cacat permanen. Sekitar 83 ribu hilang satu anggota badan. Sejumlah 370 ribu korban tewas. Lebih dari 190 ribu tak tentu rimba. Puluhan ribu aktivis disiksa dan diculik.
Sejak 2012, telah berlangsung 191 ribu kali lebih kontak senjata yang menyebabkan kematian. Konflik masyarakat versus masyarakat berlangsung lebih dari 123 ribu.
Kelaparan meluas. Penyakit menyebar. Dimana mana bau anyir darah. Mengalir pula air mata. Rasa takut, cemas memenuhi udara, bersembunyi di balik tembok.
Bangunan bersejarah hancur lebur. Terdapat enam situs yang mendapatkan status World Heritage dari PBB, keenam-enamnya hancur.
Tak henti seruan “Allahu Akbar” dipekikkan di Suriah. Tak kurang seruan keagungan agama dikobarkan. Yang terjadi di dunia nyata adalah kekerasan yang dibalas kekerasan.
Absurd bin absurd!
-000-
Sejarah modern era Google sekalipun menyediakan itu untuk kita. Sophia di tangan kiri. Ialah dunia robot dengan artificial inteligence. Suriah di tangan kanan. Yaitu konflik politik yang membelah. Konflik agama membuat pembelahan itu semakin dalam.
Tentu jauh lebih banyak lagi yang disediakan peradahan.
Saya sangatlah beruntung. Dalam 17 tahun terakhir (2002-2019) sempat melanglang buana, melintasi lima benua. Saya berkunjung ke negara yang sangat beragam. Mulai dari Australia hingga Korea Utara. Mulai dari Beijing hingga Praha. Mulai dari Rusia hingga Denmark.
Mulai dari peradaban paling kuno di Mesir hingga peradaban paling maju di Amerika Serikat, Perancis, Norwegia, dan Inggris. Mulai dari Mekkah hingga Venesia.
Begitu banyak yang saya lihat. Begitu beragam perjumpaan dengan para jenius dan raksasa yang sudah mati. Begitu dalam dan tinggi pencapaian seni, ekonomi, ilmu, dan spiritualitas. Begitu besar pengorbanan yang diteladankan para pejuang.
Semua perjumpaan itu saya tuliskan dalam 25 esai. Esai itu sudah saya publikasikan satu persatu, melalui WA grup. Juga 25 esai tersebut dipublikasikan di akun facebook, twitter dan instagram DennyJA_World. Kini 25 esai itu disatukan dalam sebuah buku kecil ini.
Peradaban memang begitu bervariasi. Ada Sophia di sebelah kiri. Ada Suriah di sebelah kanan. Semoga Indonesia tak salah memilih. (*)
Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org
Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini
Comment