by

Lemahnya Penegakan Hukum, Sejumlah Kader Banteng Terjerat Kasus Korupsi

KOPI, Jakarta – Misteri buronnya Harun Masiku bukan terletak pada lemahnya penegakan hukum, akan tetapi muncul dugaan adanya kekuatan tertentu yang melindungi tersangka kasus suap terkait penetapan calon terpilih Anggota DPR RI periode 2019-2024. Seiring buronnya Harun Masiku, hal tersebut memunculkan spekulasi bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia, akan tetapi spekulasi tersebut masih sebatas dugaan karena hingga saat ini belum ada bukti bahwa tersangka kasus suap itu telah meninggal dunia.

Sementara spekulasi telah meninggalnya kader PDI-P itu dinilai hanya sebatas opini semata yang bertujuan mempengaruhi proses hukum yang sedang ditangani komisi anti rasuah. Ada pula yang menduga Harun Masiku dilindungi kekuatan besar sehingga membuat KPK tak berdaya, benar tidaknya Harun Masiku telah meninggal dunia atau ada kekuatan besar yang melindunginya, tetapi yang pasti Harun Masiku makin menambah daftar panjang kader PDI-P yang terlibat kasus korupsi.

Hingga saat ini, berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, secara keseluruhan ada 113 kader Partai PDI-P terlibat kasus korupsi dengan nilai korupsi pada angka yang sangat fantastis, nama-nama itu antara lain:

  1. Juliari Batubara

Yang pertama dan tentu masih segar di ingatan kita semua adalah kasus korupsi yang dilakukan Juliari Batubara, mantan Menteri Sosial kabinet Pemerintahan Joko Widodo. Mengapa kasus ini mudah diingat? Karena dilakukan dengan sangat dingin, seperti seorang pembunuh bayaran.

Saat orang lain sedang kesulitan ekonomi karena Pandemi Covid-19, seorang Menteri Sosial yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendistribusikan bantuan kepada masyarakat justru melakukan korupsi dengan menyunat Bantuan Sosial (Bansos) yang seharusnya diterima masyarakat. Ia dijadikan tersangka oleh KPK pada tanggal 6 Desember 2020 silam.

Dalam persidangan terungkap Juliari Batubara menikmati uang hasil rampokan sebesar 32,2 miliar rupiah. Jumlah itu bisa jadi lebih besar dari kesaksian persidangan.

  1. Andreau Misanta Pribadi

Masih di tingkat eksekutif, selanjutnya ada nama Andreau Misanta yang merupakan Staf Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah menyerahkan diri ke KPK setelah terkait dugaan kasus korupsi ekspor benih lobster. Andreau Misanta merupakan seorang politisi PDIP yang mencalonkan diri sebagai Caleg DPR RI pada pemilu 2019.

  1. Ajay M. Priatna

Lalu berikutnya adalah Ajay M. Priatna, ia merupakan seorang politisi PDIP sekaligus Wali Kota Cimahi. Ajay ditangkap KPK terkait proyek pengadaan pembangunan rumah sakit di Kota Cimahi. Ia ditangkap pada hari Jumat, 27 November 2020 silam.

Ajay terjaring dalam OTT KPK, ia pun didakwa menerima suap dari proyek pengadaan pembangunan rumah sakit tersebut sebesar 1,6 miliar rupiah.

  1. Sri Hartini

Berikutnya masih di jajaran eksekutif, ia adalah seorang perempuan kepala daerah, Sri Hartini. Sri Hartini merupakan politisi PDIP dan Bupati Klaten yang terlibat dalam kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Ia tertangkap setelah menggelapkan uang sebesar Rp2 miliar dan kemudian divonis 11 tahun penjara.

  1. Muhammad Samanhudi Anwar

Muhammad Samanhudi Anwar adalah Wali Kota Blitar sekaligus politisi PDIP yang terjerat kasus korupsi proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar. Ia menerima suap sebesar Rp1,5 miliar dari kontraktor Susilo Prabowo pada tanggal 8 Juni 2018. Samanhudi Anwar divonis 5 tahun penjara.

  1. Harun Masiku

Harun Masiku merupakan politisi PDIP yang hingga detik ini masih menjadi buronan KPK. Ia diduga memberikan uang sebesar Rp850 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai uang suap.

Tujuan Harun Masiku memberikan uang itu untuk memuluskan rencana pergantian antar waktu Nazarudin Kiemas, yang merupakan caleg yang meraih suara terbanyak yang meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan.

Harun Masiku tidak sendirian, ikut terlibat pula di dalamnya nama kader PDIP lainnya, yakni Saeful Bahri yang menjadi eksekutor penyerahan uang. Saeful Bahri diduga memiliki kaitan dengan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.

  1. Damayanti Wisnu Putranti

Kali ini kita bergerak ke legislatif, atau Anggota DPR RI dari PDIP yang terlibat kasus korupsi. Ada nama Damayanti Wisnu merupakan mantan Anggota Komisi V DPR. Damayanti didakwa atas kasus suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir sebesar 8,1 miliar rupiah.

Menurut Jaksa, pemberian uang tersebut untuk menggerakkan agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu, dan menggerakkan agar Budi Supriyanto mengusulkan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di Maluku.

  1. Nyoman Dhamantra

Nyoman merupakan mantan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP yang terlibat kasus suap pengurusan izin impor bawang putih. Saat itu, menurut jaksa, perbuatan Nyoman dan dua terdakwa lainnya memberikan uang Rp3,5 miliar ke Dhamantra bertentangan dengan kewajiban Dhamantra selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

  1. Ojang Sohandi

Mantan Bupati Subang Ojang Sohandi divonis 8 tahun penjara dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, pada 8 Januari 2017. Mendapat vonis seberat itu, Ojang langsung menyatakan menerima tanpa terlebih dahulu konsultasi ke penasihat hukumnya.

  1. Wenny Bukamo

Nama Wenny Bukamo bukanlah figur terkenal, tetapi kasus korupsinya cukup menyita perhatian, pasalnya ia merupakan Bupati Banggai Laut pada saat itu sebuah daerah terpencil di Sulawesi Tengah. Politisi dari PDIP itu ditangkap KPK pada 3 Maret 2020, lantaran kasus suap terkait proyek di Kabupaten Banggai Laut.

Dalam kasus ini, Wenny diduga memerintahkan anak buahnya untuk membuat kesepakatan dengan pihak rekanan yang mengerjakan beberapa proyek infrastruktur di Banggai Laut. Selain itu, Wenny juga diduga mengondisikan pelelangan di Kabupaten Banggai Laut.

  1. Nurdin Abdullah

Terakhir adalah nama tenar, Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditangkap KPK pada akhir Februari 2021 karena diduga menerima suap proyek di Sulsel. Nurdin Abdullah adalah salah satu tokoh di Sulsel, memiliki gelar akademik dan kiprah politik yang cukup apik.

Politisi PDIP tersebut sebenarnya merupakan kepala daerah yang cukup berprestasi. Sayang nasibnya tidak terus menerus menjadi baik, ia harus berurusan dengan lembaga rasuah tersebut pada tahun 2021.

Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah harus menerima akibat dari perbuatannya ia divonis lima tahun penjara dan denda Rp500 juta terkait kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur. Vonis ini dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin (29/11/2021) malam

  1. Supian Hadi

Kasus terakhir ini bisa disebut sebagai kasus paus yang berhasil diungkap KPK. Adalah Supian Hadi, mantan Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Ia juga merupakan politikus PDIP.

KPK kemudian menetapkan Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Supian Hadi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Izin itu dipersiapkan untuk tiga perusahaan berbeda.

Atas penerbitan IUP itu KPK menduga politikus PDIP tersebut telah merugikan negara sebesar Rp5,8 triliun dan US$711 ribu (setara Rp9,9 miliar dengan asumsi kurs Rp14 ribu). Kerugian negara itu mengalahkan kerugian negara pada kasus korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun dan korupsi SKL BLBI sebesar Rp4,58 triliun.

Kasus Supian Hadi ini menjadi kasus korupsi terbesar kelima di Indonesia setelah kasus PT TPPI yang merugikan negara sebesar 37,8 triliun rupiah, kasus PT Asabri dengan kerugian 22,7 triliun, kasus Jiwasraya yang merugikan nasabah sebesar 16,8 triliun, dan Bank Century dengan kerugian sebesar 7,4 triliun rupiah.

Nilai korupsi yang dirampok oknum kader PDI-P terbilang sangat fantastis ada dalam kisaran angka kurang lebih Rp6 trilyun, nilai korupsi sebesar itu jika di konversi pada pembangunan Puskesmas atau pembangunan gedung sekolah setingkat SD, SMP, SMA maka ada ratusan Puskesmas atau Gedung Sekolah yang bisa di bangun.

Tapi apa lacur, mereka atau para politisi PDI-P diduga lebih mendahulukan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok termasuk kepentingan partai kemudian hak-hak rakyat diembat tanpa mempedulikan rakyat. (Red/Tim)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA