KOPI, Jakarta – Demi upaya penegakan hukum penyiaran nasional, Presiden RI Ir. H. Joko Widodo harus membatalkan Surat Keputusan Menkominfo RI tentang penetapan 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Implikasinya, daftar nama 9 orang yang sudah ditetapkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI menjadi calon anggota KPI Pusat 2019-2022, harus dibatalkan juga. Presiden RI juga harus segera memerintahkan kepada DPR RI untuk membentuk Panitia Seleksi baru Calon Anggota KPI Pusat 2019-2022. Mengingat legalitas dan prosedural yang dilakukan dalam proses seleksi KPI diduga kuat cacat hukum; maladministratif, dan tidak transparan.
Mengingat masa jabatan komisioner KPI 2016-2022 habis persis pada hari lalu (baca: Sabtu, 27 Juli 2019), harusnya saat ini Presiden RI sudah menerbitkan SK Presiden RI tentang Perpanjangan Masa Jabatan Anggota KPI 2016-2019, mengingat proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat 2019-2022 tengah bermasalah secara hukum. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan jabatan komisioner KPI Pusat Periode 2019-2022. Di negara hukum, prinsipnya harus ada kepastian hukum.
Ahmad, S.H., M.H., pengacara pada Ahmad & Partners yang berkantor pusat di Tangerang Selatan menyatakan bahwa Presiden RI harus membatalkan Surat Keputusan Menkominfo RI yang menetapkan 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Presiden RI juga harus memerintahkan agar dibentuk Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat 2019-2022 yang baru. “Batalkan SK dan bentuk Pansel baru,” tegas Ahmad di PTUN Jakarta setelah memasukkan berkas gugatan milik kliennya.
Sementara Supadiyanto, salah satu peserta seleksi calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang mengajukan gugatan hukum kepada Menkominfo RI di PTUN Jakarta pada Kamis 25 Juli 2019, mengungkapkan bahwa dirinya sudah melakukan sejumlah upaya administratif dengan mengirimkan surat keberatan kepada Presiden RI pada 16 Juli 2019. Surat keberatan tersebut juga ditembuskan langsung kepada: Menkominfo RI, Menteri Sekretaris Negara RI, dan Kepala Kantor Staf Presiden RI. Meski hingga sekarang, Presiden RI sama sekali belum merespon surat keberatan tersebut.
Sesuatu yang aneh dan janggal dan perlu penjelasan lebih lanjut dari Kemenkominfo terkait surat permohonan data publik yang pernah diminta oleh Supadiyanto mengenai proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat 2019 pada 30 Juni 2019, Menkominfo RI pada 22 Juli 2019 hanya memberikan 2 data dengan jawaban terbuka, 4 data dengan jawaban data dikecualikan (dirahasiakan), 1 data dengan jawaban tidak dimiliki datanya, dua data dengan jawaban tidak lengkap, serta 1 data dengan jawaban tidak konsisten dengan Siaran Pers No. 120/HM/KOMINFO/06/2019 tanggal 28 Juni 2019 tentang Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 melalui situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI atau bisa diklik: https://www.kominfo.go.id/content/detail/19566/siaran-pers-no-120hmkominfo062019-tentang-pelaksanaan-seleksi-calon-anggota-komisi-penyiaran-indonesia-pusat-periode-2019-2022/0/siaran_pers.
Lucunya lagi, Menkominfo RI mengklaim bahwa Surat Menteri Kominfo RI kepada Ketua Komisi I DPR RI Nomor: R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 tentang penetapan 34 nama calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022—yang hasilnya sudah dipublikasikan oleh DPR RI melalui Harian Umum Kompas edisi 26 Juni 2019 adalah informasi atau data rahasia (yang dikecualikan menurut Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). Apalagi Menkominfo RI tidak menjelaskan secara gamblang atau lebih rinci pasal yang mana yang dimaksudkan.
Soal jumlah anggaran yang digunakan untuk melakukan kegiatan seleksi calon anggota KPI Pusat 2019-2022—sebagaimana data yang saya inginkan, bahkan Menkominfo RI tidak menjawab secara tegas dengan komprehensif. Menkominfo RI, melalui Bagus Ananto (petugas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) hanya menjawab singkat dengan jawaban: “terlampir pada email”. Sebagaimana diketahui, Menkominfo RI pada 22 Juli 2019 hanya memberikan dua data penting kepada pemohon informasi publik Supadiyanto, yakni: Keputusan Menkominfo RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022! dan Keputusan Menkominfo RI Nomor 115 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menkominfo RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022.
Dalam dua surat keputusan Menkominfo RI yang diberikan kepada Supadiyanto di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber anggaran yang digunakan oleh Kemenkominfo RI untuk melakukan proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 adalah dari anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Tahun Anggaran 2018, dan sekaligus ditambah anggaran yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Tahun Anggaran 2019. Jadi Menkominfo RI jelas secara vulgar, tidak menjelaskan berapa jumlah anggaran yang sudah digunakan dan rincian penggunaan anggaran yang sudah dipakai.
Kenyataan di atas itu menunjukkan bahwa Menkominfo RI tidak secara transparan menjelaskan penggunaan dana/anggaran DIPA 2018 dan 2019 kepada publik dan layak untuk menjelaskan hal tersebut kepada publik mengapa bisa terjadi demikian. Inspektur Jenderal Inspektorat Jenderal pada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Doddy Setiadi, AK., MM, CA, CPA, QIA) dan Kepala Badan Pemerika Keuangan/BPK RI (Prof. DR. Moermahadi Soerja Djanegara, C.A, CPA) juga berkewajiban karena memiliki otoritas penuh untuk melakukan penelusuran atas penggunaan keuangan negara tersebut. (*)
Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org
Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini
Comment