by

Polisi Tangkapi Netizen, Alumni Lemhannas: Pejabat Jangan Baperan

“Setiap orang yang ditakdirkan untuk jadi pejabat publik, mereka harus sensitif terhadap kebutuhan rakyat. Untuk mengetahui apa yang diperlukan masyarakat, pejabat harus mendengarkan suara rakyat. Aspirasi warga itu tidak harus disampaikan dengan cara yang Anda sukai, bahkan lebih banyak disampaikan dengan cara yang kasar, menyakitkan, dan sering juga melecehkan si pejabat. Yaa, jangan baperan dong, Anda sudah diberi makan oleh rakyat, hingga ke celana dalam Anda dibelikan rakyat, mengapa seenaknya pejabat gunakan tangan polisi untuk menangkapi rakyat karena celotehannya yang tidak enak didengar telinga?” jelas tokoh pers nasional yang getol membela wartawan dan netizen itu.

Di sisi lain, Wilson juga menyayangkan sikap pejabat Pemda Bogor yang membiarkan begitu saja warganya diseret ke Polrestabes Surabaya. “Delik penghinaan itu adalah pasal karet yang sangat subyektif. Pasal itu lebih berfungsi memuaskan rasa sakit hati dan dendam manusia yang tidak ada ukuran keadilan yang pasti. Sehingga, hukum tentang UU ITE ini sangat tidak mungkin bisa menghasilkan keputusan yang adil. Untuk itu, sebagai rakyat Bogor, seharusnya Ibu Zakria mendapatkan pembelaan oleh Pemda Bogor dan Jawa Barat. Artinya, Pemda Bogor bertanggung jawab untuk membela warganya dari perlakuan tidak adil oleh pihak lain menggunakan pasal-pasal subyektif tadi,” urai Wilson yang juga menyelesaikan studi pasca sarjananya di bidang Applied Ethics di Utrecht University Belanda dan Linkoping University Swedia ini.

Selanjutnya, Wilson mengingatkan bahwa penangkapan dan pemenjaraan netizen akibat kicauan mereka di berbagai media sosial merupakan pelanggaran atas UUD 1945 dan TAP MPR No. 17 tahun 1998 tentang HAM. “Negara ini sudah kacau-balau dalam penerapan hukumnya. Sudah terang-benderang Pasal 28F UUD 1945 mengatakan ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia’. Tapi mengapa rakyat dikerangkeng ketika bersuara menyampaikan informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia? Bagaimana logikanya UU ITE dan KUHPidana lebih tinggi dari UUD dan TAP MPR? Sudah tidak benar negara ini mengatur sistem hukumnya, struktur hukumnya terbolak-balik, sesuai kehendak penguasa dan aparat hukum saja,” jelas Wilson dengan mengutip isi pasal 28F UUD 1945.

Bawang Tunggal Madu (https://www.tokopedia.com/madubaduy)
______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA