“Menurutnya, anggota direksi TVRI baru bisa diberhentikan apabila tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan perundang-undangan dan terlibat tindakan yang merugikan lembaga. Penetapan nonaktif sementara dan pelaksana tugas harian direktur utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI periode tahun 2017-2022 adalah cacat hukum dan tidak mendasar,” jelas Helmy Yahya, Direktur Utama TVRI dalam press conference-nya di Jakarta, Jumat (17/01/2020).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, tidak ada istilah penonaktifan. Berdasarkan hal tersebut, Helmy menyatakan dirinya tetap menjabat sebagai Dirut LPP TVRI sampai selesai masa tugas.
“Sampai saat ini saya masih tetap menjadi Direktur Utama LPP TVRI yang sah periode tahun 2017-2022 bersama lima anggota Direksi yang lain dan tetap akan melaksanakan tugas sesuai ketentuan yang berlaku,” lanjut Helmy.
Kisruhnya permasalahan ini menjadi perhatian Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, yang hadir bersama Helmy Yahya dan Ketua Dewan Pengawas TVRI, Arief Hidayat Thamrin pada acara konferensi pers. Pada kesempatan yang sama, Johnny mengatakan bahwa SK Dewas perlu diperbaiki.
“SK memang perlu diperbaiki karena di SK Nomor 3 Tahun 2019 Dewan Pengawas TVRI itu disebutkan bahwa direksi yang bersangkutan masih tetap menjabat sampai proses pemberhentian dilakukan secara formal dan memberikan waktu sebulan untuk Helmy Yahya membela Diri. Maka Dewan Pengawas memutuskan menetapkan Supriyono yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik LPP TVRI sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plt) direktur utama,” jelas Menteri Johnny.
Comment