Oleh: Rudi Sinaba
KOPI, Banggai – Sugianto Kusuma, atau yang lebih dikenal sebagai Aguan, adalah salah satu konglomerat paling berpengaruh di Indonesia, terutama di sektor properti. Melalui perusahaannya, Agung Sedayu Group, ia mengembangkan berbagai proyek besar, termasuk Pantai Indah Kapuk (PIK), Harco Mangga Dua, dan Sudirman Central Business District (SCBD). Namun, di balik kesuksesannya, Aguan juga kerap dikaitkan dengan berbagai kontroversi hukum—mulai dari skandal suap hingga proyek reklamasi yang bermasalah.
Meski namanya kerap disebut dalam kasus-kasus besar, Aguan tampaknya tetap sulit dijerat oleh hukum. Artikel ini akan mengupas faktor-faktor utama yang membuatnya seolah kebal dari jerat hukum, mulai dari jaringan koneksi yang luas, peran strategis dalam perekonomian nasional, hingga kemungkinan terungkapnya rahasia besar yang dapat mengguncang banyak pihak.
Profil dan Sepak Terjang Bisnis Aguan
Lahir pada 10 Januari 1951 di Palembang, Sumatera Selatan, Aguan memulai karier bisnisnya dengan mendirikan Agung Sedayu Group pada tahun 1971. Dalam beberapa dekade, perusahaannya berkembang pesat dan menjadi salah satu pengembang properti terbesar di Indonesia. Beberapa proyek ikonik yang dikerjakannya antara lain:
- Pantai Indah Kapuk (PIK) 1 dan 2
- Harco Mangga Dua
- Kelapa Gading Square
- Ancol Mansion
- Sudirman Central Business District (SCBD)
Selain itu, Aguan juga memiliki hubungan bisnis dengan Tomy Winata, pengusaha lain yang berpengaruh besar di Indonesia. Keduanya bersama-sama mengendalikan PT Danayasa Arthatama melalui Jakarta International Hotels & Development Tbk, yang memiliki SCBD.
Kontroversi dan Kasus Hukum yang Melibatkan Aguan
1. Skandal Reklamasi Pantai Utara Jakarta (2016)
Pada tahun 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan dalam kasus suap terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Beberapa tokoh yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah:
- Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land
- Muhammad Sanusi, Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta
Meski Aguan beberapa kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi, status hukumnya tetap tidak berubah.
2. Skandal Pagar Laut di Tangerang (2024)
Kasus pagar laut di pesisir utara Tangerang telah menjadi sorotan publik, terutama setelah Bareskrim Polri menetapkan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, sebagai tersangka utama dalam dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut.
Selain Arsin, tiga individu lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Desa Kohod berinisial UK, serta dua perantara tanah berinisial SP dan CE. Mereka diduga memalsukan dokumen seperti girik dan surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga Desa Kohod sejak Desember 2023 hingga November 2024.
Menariknya, meskipun Agung Sedayu Group mengakui kepemilikan SHGB di area pagar laut melalui anak perusahaannya, mereka membantah terlibat dalam pembangunan pagar laut tersebut. Kuasa hukum Agung Sedayu Group menegaskan bahwa pagar laut sudah ada sejak 2014, jauh sebelum proyek PIK 2 dimulai.
Namun, pengakuan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Beberapa pihak menduga bahwa penetapan tersangka terhadap Kades Kohod mungkin hanya menyasar pelaku di tingkat bawah, sementara aktor utama di balik pembangunan pagar laut tersebut belum terungkap.
Hingga saat ini, penyelidikan masih berlangsung, dan publik menantikan perkembangan lebih lanjut untuk mengungkap siapa sebenarnya pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan p
Faktor-Faktor yang Membuat Aguan Sulit Dijerat Hukum
1. Jaringan Koneksi yang Kuat: Sistem Proteksi Berlapis
Aguan dikenal memiliki jaringan luas yang mencakup berbagai lapisan kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Dalam budaya Tiongkok, konsep ini disebut guanxi—jaringan sosial yang saling menguntungkan dan sulit ditembus.
Dalam konteks Indonesia, hubungan erat antara pengusaha dan pejabat negara menciptakan simbiosis yang menguntungkan kedua belah pihak. Dalam banyak kasus, jaringan ini berfungsi sebagai tameng hukum yang melindungi Aguan dari ancaman serius.
2. Pengaruh Ekonomi: Ketergantungan Negara terhadap Investasi
Sebagai pemilik Agung Sedayu Group, Aguan adalah pemain utama di sektor properti dan infrastruktur. Proyek-proyeknya menciptakan ribuan lapangan kerja dan menarik investasi bernilai triliunan rupiah.
Pemerintah memiliki kepentingan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi, terutama di sektor properti. Jika seorang konglomerat sebesar Aguan dijerat hukum, ada risiko ketidakpastian bisnis yang bisa berimbas pada kepercayaan investor.
3. Keterlibatan dalam Proyek Strategis Nasional
Aguan tidak hanya berperan sebagai investor swasta, tetapi juga menjadi bagian dari proyek-proyek strategis nasional, termasuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Keterlibatannya dalam proyek-proyek ini membuatnya memiliki posisi tawar yang sangat kuat.
Jika Aguan tersandung kasus hukum, proyek-proyek bernilai besar bisa ikut terhambat, menimbulkan konsekuensi politik dan ekonomi yang serius.
4. Potensi Terungkapnya Rahasia Besar: Risiko Guncangan Politik dan Diplomasi
Jika penyelidikan terhadap Aguan dilakukan secara menyeluruh, bukan tidak mungkin akan terungkap fakta-fakta sensitif yang dapat mengguncang berbagai pihak. Beberapa hal yang berpotensi terbongkar antara lain:
a. Struktur Pendanaan dan Aliran Modal Asing
Banyak proyek Aguan bernilai triliunan rupiah, termasuk PIK dan IKN. Pertanyaannya: dari mana modal sebesar itu berasal?
Ada dugaan bahwa sebagian pendanaan berasal dari China, yang agresif melakukan ekspansi ekonomi melalui skema Belt and Road Initiative (BRI). Jika dugaan ini benar, investigasi terhadap Aguan bisa menjadi isu sensitif bagi pemerintah Indonesia, karena berpotensi memicu tekanan diplomatik dari China.
Selain itu, penyelidikan yang lebih dalam bisa membuka kemungkinan praktik pencucian uang (money laundering) atau penghindaran pajak (tax haven), yang jika terungkap dapat menjadi skandal besar di tingkat internasional.
b. Kolusi dengan Pejabat Tinggi
Proyek-proyek besar tidak bisa berjalan tanpa restu dari pemerintah. Jika penyelidikan dilakukan secara menyeluruh, ada kemungkinan besar akan ditemukan pola kolusi antara pengusaha dan pejabat pemerintah, termasuk pemberian izin, perubahan regulasi, dan kebijakan yang menguntungkan bisnis Aguan.
Kita bisa melihat pola ini dalam berbagai kasus. Misalnya, dalam proyek reklamasi dan pagar laut di Tangerang, aktor-aktor kecil seperti kepala desa bisa menjadi sasaran hukum, sementara aktor besar tetap aman.
c. Oligarki dan Persekongkolan Bisnis-Politik
Jika kasus Aguan benar-benar dibuka secara transparan, bukan tidak mungkin ini akan mengungkap bagaimana sistem ekonomi dan politik Indonesia bekerja dalam skema oligarki.
Kasus ini bukan hanya tentang Aguan, tetapi tentang bagaimana para taipan besar memiliki keterkaitan erat dengan pengambil keputusan politik. Jika satu kasus besar terbongkar, banyak kasus lain bisa ikut terseret, menciptakan efek domino yang mengguncang stabilitas politik dan ekonomi nasional.
Kesimpulan: Simbol Hukum yang Selektif
Dengan semua faktor di atas, tidak mengherankan jika Aguan tetap sulit dijerat oleh hukum. Negara tidak hanya menghadapi kekuatan ekonomi dan jaringan koneksi Aguan, tetapi juga berbagai konsekuensi politik dan diplomatik jika kasusnya benar-benar diusut tuntas.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa hukum di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan politik. Selama struktur kekuasaan dan kepentingan bisnis masih saling berkelindan, akan selalu ada tokoh-tokoh yang tampaknya kebal hukum. Ini menjadi tantangan besar bagi sistem hukum Indonesia dalam mewujudkan keadilan yang independen dan transparan.
Comment