by

Putusan e-Court Berubah-ubah, Wahyudi Bawa Persoalan Ini ke Komisi Yudisial

KOPI, Karawang – Polemik seputar gugatan perkara No. 69/PDT.G/2024 di Pengadilan Negeri (PN) Karawang kian memanas. Penggugat, PT. Bumi Artha Sedayu, menggugat Wahyudi (Tergugat 1), Hj. Oni Jamilah (Tergugat 2), PT. Kharisma (Tergugat 3), dan Yani Karlina Harun (Tergugat 4), yang juga bertindak sebagai pemegang kuasa dari PT. Kharisma Tawika Sentosa. Namun, amar putusan yang sudah diupload di e-court berubah-ubah menjadi sorotan utama pihak tergugat.

Wahyudi, salah satu tergugat, mengungkapkan bahwa pada 30 Desember 2024, melalui sistem elektronik e-Court, PN Karawang memutuskan menolak gugatan penggugat konvensi secara keseluruhan. Namun, hanya dua hari kemudian, pada 2 Januari 2025, putusan tersebut berubah menjadi “Putusan Belum Siap” dengan alasan salah satu anggota majelis hakim sedang cuti. Pada 8 Januari 2025, keputusan tersebut berubah drastis, menyatakan salah satu putusan nya tergugat 1, tergugat 2, tergugat 4 melakukan perbuatan melanggar hukum.

Awalnya gugatan penggugat ditolak pada amar putusan tanggal 30 Desember 2024 lalu setelah ditunda tanggal 8 Januari 2025 isi amar putusan berubah dengan gugatan diterima sebagian. Mengacu pada Pasal 26 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.7 tahun 2022 tentang administrasi perkara dan persidangan secara elektronik, amar putusan yang diunggah melalui e-court memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan yang dibaca secara fisik.

Seharusnya isi amar putusan tidak bisa diubah karena sudah diupload di e-court yang sudah keluar tanggal 30 Desember 2024. Tetapi isi amar putusan di e-court pada tanggal 8 Januari 2025 berubah seratus persen dari isi amar putusan sebelumnya, tegas Wahyudi saat konferensi pers, Rabu (8/1/2025).

Yani Karlina Harun tergugat 4 sekaligus pemegang kuasa PT. Kharisma Tawika Sentosa turut mempertanyakan keabsahan amar putusan tersebut ia menegaskan bahwa tanah yang disengketakan awalnya milik PT. Kharisma Tawika Sentosa (Tergugat 3) yang sudah dijual kepada Pak Wahyudi dan tanah tersebut bukan milik PT. Bumi Artha Sedayu.

“Kami heran dengan putusan PN Karawang. Gugatan PT. Bumi Artha Sedayu justru dikabulkan,” kata Yani.

Wahyudi menambahkan bahwa kasus ini bermula dari laporan mereka ke polres Karawang terkait dugaan pencurian, pengrusakan dan penguasaan tanah secara tidak sah oleh PT. Bumi Artha Sedayu.

Laporan di Kepolisian sudah masuk tahap SPDP. Namun proses Kepolisian ditunda karena PT. Bumi Artha Sedayu melakukan gugatan perdata, lanjutnya.

“Ini seperti taktik untuk menunda proses pidana. Bahkan, Viktor, pemilik PT. Bumi Artha Sedayu, tidak pernah memenuhi panggilan kepolisian sampai tahap SPDP,” ungkap Wahyudi.

Kedua tergugat menyatakan akan membawa persoalan ini ke Komisi Yudisial (KY) untuk memastikan keadilan. Mereka mendesak PN Karawang memberikan penjelasan resmi terkait perubahan putusan yang dianggap mencerminkan lemahnya integritas hukum.

“Hukum harus ditegakkan untuk semua, tanpa pandang bulu. Kami menuntut keadilan,” pungkas Wahyudi. (DJ/Red)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA