by

Presisi Polri Jauh Panggang dari Api: Klarifikasi Kapolres Pringsewu Berujung Laporan Baru

KOPI, Jakarta – Upaya klarifikasi atas laporan dugaan perilaku buruk Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra, oleh Divisi Propam Polri diwarnai insiden yang mencerminkan ketidakselarasan dengan prinsip transparansi yang diusung Polri. Pelapor, Wilson Lalengke, bersama timnya, mendapati proses klarifikasi di Gedung Presisi Mabes Polri berubah menjadi ajang ketegangan setelah adanya larangan mengambil dokumentasi oleh penyidik.

Wilson, didampingi penasihat hukum PPWI, Advokat Ujang Kosasih, S.H., dan Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H., M.M., tiba di Mabes Polri sesuai jadwal. Namun, proses klarifikasi tersebut terganggu oleh perintah Iptu Yulius Saputra, salah satu penyidik, yang melarang pengambilan dokumentasi dengan dalih “SOP internal Polri.” Ia bahkan meminta handphone peserta dikumpulkan.

“Larangan ini tidak masuk akal,” tegas Wilson. Ia mempertanyakan keberadaan motto PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) Polri yang seharusnya memberikan hak setara kepada pelapor untuk mendokumentasikan proses klarifikasi. “Aparat dengan leluasa mengambil dokumentasi, tetapi rakyat dilarang. Di mana keadilan dalam hal ini?” tambahnya.

Wilson juga mengungkapkan bahwa larangan tersebut berpotensi menyembunyikan praktik yang tidak sesuai prosedur. “Alasan ‘SOP internal’ hanyalah akal-akalan untuk menutupi sesuatu. Jika terjadi penyimpangan, bagaimana kami dapat membuktikan tanpa dokumentasi?” ujarnya.

Mengacu pada Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Wilson menilai tindakan penyidik bertentangan dengan hukum. “Polisi justru melanggar hukum yang seharusnya mereka tegakkan,” katanya.

Setelah upayanya mendokumentasikan proses klarifikasi tetap dilarang, Wilson bersama tim penasihat hukumnya memutuskan untuk walk-out. “Kami tidak akan melanjutkan klarifikasi jika hak kami sebagai warga negara terus diabaikan,” tegasnya.

Tidak berhenti di situ, Wilson langsung membuat laporan baru terhadap perilaku penyidik di Divisi Propam Polri. Ia menyebut insiden ini sebagai refleksi dari kegagalan nalar dalam institusi yang seharusnya menjadi pelindung hukum bagi masyarakat.

“Alih-alih menyelesaikan laporan atas Kapolres Pringsewu, kami malah harus melaporkan polisi kepada polisi lainnya. Ini benar-benar ironi dalam institusi hukum negara ini,” pungkas Wilson.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan menggarisbawahi pentingnya reformasi nyata di tubuh Polri, terutama dalam menjunjung prinsip transparansi dan keadilan yang sering digaungkan.

Berikut adalah kronologi lengkap atas pengaduan Wilson Lalengke terhadap perilaku anggota oknum Paminal Propam Polri ke Kadivpropam Polri.

Cerita “Presisi Polri yang Jauh Panggang dari Api, Penuh Wereng Coklat Gagal Nalar”

Berikut ini pengkinian informasi terkait undangan klarifikasi Lapdumas Propam Polri tentang perilaku buruk Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra, sebagai berikut:

1. Pelapor (pengadu) Wilson Lalengke telah mendatangi penyidik Unit III Den A Biro Paminal Divpropam Polri sesuai jadwal, Selasa, 21 Januari 2025.

2. Pengadu didampingi Penasehat Hukum PPWI, Advokat Ujang Kosasih, S.H. dan Advokat H. Alfan Sari, S.H., M.H., M.M.

3. Saat akan dimulai tanya-jawab untuk pengambilan informasi di ruangan penyidik di Lantai 9 Gedung Presisi 3 Mabes Polri, Jl. Trunojoyo No. 3 Jakarta Selatan, tiba-tiba Iptu Yulius Saputra, NRP 93071063, jabatan PS Panit 1 Unit III Den A Ropaminal, dengan gaya centeng para mafia menginstruksikan bahwa saya dan tim tidak boleh mengambil dokumentasi terhadap proses klarifikasi tersebut, dan meminta agar handphone dikumpulkan.

4. Saya menolak instruksi tersebut dengan argumentasi sebagai berikut:

– Aparat Polri, dalam hal ini penyidik Propam dengan leluasa mengambil dokumentasi atas proses klarifikasi yang berlangsung. Mengapa saya dan tim tidak boleh melakukan pendokumentasian yang sama? Apakah aparat lebih berhak daripada rakyat (saya dan tim)? Dimana motto Polri yang PRESISI (Prediktif, Responsilitas, TRANSPARANSI BERKEADILAN)?

– Pada saat membuat Laporan Polisi, terutama saat saya membuat Laporan Pengaduan Masyarakat ke Divisi Propam Polri, saya dimintai dokumentasi tentang kejadian yang saya laporkan, berupa foto, video, rekaman suara, berkas, dan lain-lain. Di satu sisi, saya dan tim dilarang mengambil dokumentasi oleh aparat Polri, dalam kasus ini oleh penyidik Unit III Ropaminal Divpropam Polri. Dimana otak waras aparat Polri ketika meminta dokumentasi foto, video, rekaman suara, dan berkas, pada saat yang sama mereka melarang membuat dokumentasi atas sebuah peristiwa? Para wereng coklat ini terindikasi gagal nalar alias super duper dungu.

– Alasan pelarangan ‘sesuai SOP internal Pori’ adalah akal-akalan semata yang dapat diduga untuk menyembunyikan suatu yang busuk dalam proses pengambilan informasi dan atau klarifikasi. Jika terjadi sesuatu yang tidak benar, saya dan tim akan kesulitan membuat laporan disertai bukti kebusukan mereka karena tidak ada dokumentasi akibat pelarangan sesuai ‘SOP internal’ yang dibuat-buat itu.

– Pelarangan pengambilan dokumentasi bertentangan dengan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang ancamannya 2 tahun pidana penjara. Dalam konteks ini, polisi sebagai aparat hukum telah secara nyata melanggar hukum.

– Rakyat adalah pemilik negara ini, aparat adalah pelayan rakyat; yang oleh karena itu aparat tidak semestinya seenaknya mengatur-atur rakyat dalam hal yang tidak melanggar aturan hukum pidana dan atau perdata, apalagi hanya berdasarkan SOP internal lembaga yang operasionalnya dibiayai oleh rakyat pembayar PPN 11-12%.

5. Karena tetap dilarang mengambil dokumentasi, maka saya memutuskan untuk membatalkan pemberian klarifikasi dan langsung walk-out dari ruangan penyidikan, meninggalkan penyidik yang hanya dapat melongo bingung melihat reaksi saya bersama tim PH PPWI atas kepongahan para wereng coklat itu.

6. Saya dan tim selanjutnya menuju ruang penerimaan Lapdumas Divpropam Polri untuk membuat Lapdumas terhadap perilaku buruk pada penyidik Biro Paminal Divpropam Polri yang baru saja saya alami.

7. Demikianlah cerita perjalanan memenuhi undangan klarifikasi tentang perilaku buruk Kapolres Pringsewu, AKBP Yunnus Saputra, yang berakhir ke proses pelaporan polisinya polisi kepada polisinya polisi. Aneh bin ajaib negeri Konoha, kata Bang Haji.

Jakarta, 21 Januari 2025
Wilson Lalengke

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA