by

Ritual Pemotongan Rambut: Simbol Kedewasaan dalam Tradisi Suku Serui

Oleh: Gerson Maryen

KOPI, Jayapura – Prosesi adat pemotongan rambut anak laki-laki dalam Suku Serui adalah salah satu tradisi yang kaya akan nilai budaya dan memiliki makna mendalam bagi masyarakat adat setempat. Tradisi ini bukan sekadar seremoni, melainkan cerminan dari nilai-nilai leluhur yang diwariskan secara turun-temurun. Pada tanggal 8 Desember 2024, acara serupa digelar di kediaman Bapak Ananias Aronggear, Kompleks Hamadi Belakang Bioskop, untuk Hubert Max Finley Windesi, anak pertama dari pasangan Bapak Leonard Windesi dan Ibu Adamina Aronggear.

Ibu Oktoviana Ansanay, yang turut hadir dan diwawancarai dalam acara tersebut, menjelaskan bahwa prosesi pemotongan rambut anak laki-laki memiliki makna penting dalam perjalanan hidup seorang anak laki-laki Serui. Tradisi ini biasanya dilakukan pada usia tertentu, di mana anak mulai dianggap siap untuk menerima nilai-nilai tanggung jawab dan kedewasaan dalam kerangka budaya. Rambut yang dipotong melambangkan pelepasan dari masa kanak-kanak menuju babak baru dalam hidupnya.

Prosesi ini melibatkan beberapa tahapan penting yang sarat simbolisme. Awalnya, keluarga besar berkumpul untuk memberikan doa dan restu kepada anak yang akan menjalani ritual. Doa-doa ini dipimpin oleh tetua adat atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan mendalam tentang tradisi. Setelah itu, prosesi dilanjutkan dengan pemotongan rambut yang biasanya dilakukan oleh orang tua atau tokoh adat sebagai simbol tanggung jawab keluarga dan masyarakat terhadap tumbuh kembang anak tersebut.

Selain itu, pemotongan rambut juga diiringi dengan pemberian nasihat adat kepada anak, di mana dia diajarkan tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal, seperti hormat kepada orang tua, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan melestarikan budaya leluhur. Selama prosesi ini, keluarga dan tamu yang hadir sering kali memberikan hadiah atau simbol-simbol adat sebagai bentuk dukungan dan restu.

Ritual ini tidak hanya menjadi momen penting bagi sang anak, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi dan penguatan komunitas adat. Melalui prosesi ini, masyarakat Suku Serui mengajarkan kepada generasi muda bahwa adat istiadat bukan sekadar tradisi lama, melainkan bagian tak terpisahkan dari identitas diri. Di tengah tantangan modernisasi yang sering kali menggerus budaya lokal, tradisi ini menjadi pernyataan tegas tentang pentingnya menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan relevan di masa kini maupun masa depan.

Dengan melaksanakan prosesi seperti ini, keluarga besar Windesi tidak hanya merayakan momen penting dalam kehidupan Hubert Max Finley Windesi, tetapi juga turut menjaga dan meneruskan warisan leluhur kepada anak cucu mereka. Ini adalah bentuk nyata komitmen masyarakat adat Serui untuk terus memelihara identitas budaya mereka di tengah zaman yang terus berubah. (*)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA