KOPI, Slawi – Ketua pengadilan Slawi menggunakan kekuasaannya dengan mengerahkan Polisi dan TNI untuk membacakan sita eksekusi, Rabu (8/11/23), sementara objek perkara masih dalam proses pengadilan (belum inkrah) di PN Brebes. Hal tersebut mencerminkan betapa buramnya penegakan hukum di PN Slawi.
DE selaku Termohon Eksekusi mengatakan kepada media, bahwa ia merasa sudah tidak ada lagi keadilan di negeri tercinta ini. Di tempat terpisah, salah satu kuasa hukum Dedi P, S.H., dari organisasi PERARI yang pada saat pembacaan sita eksekusi berada di lokasi menjelaskan kepada media bahwa Ketua PN Slawi sama sekali tidak menghormati hukum dan tidak mempertimbangkan asas perikemanusiaan dan hanya mengedepankan kekuasaan. “Kalo Ketua Pengadilan saja tidak menghormati hukum apa lagi masyarakat awam,” tegas Advokat pribumi itu.
Sementara itu, Ujang Kosasih, S.H., Advokat asal Banten menyampaikan hal senada, bahwa pengertian eksekusi pengosongan adalah melaksanakan putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah), sementara objek eksekusi masih dalam proses persidangan di PN Brebes, maka sudah sepantasnya Ketua PN Slawi menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan baik sita eksekusi pengosongan maupun eksekusi pengosongan. “Dasarnya adalah jelas bahwa objek perkara masih dalam proses pengadilan di PN Brebes dan belum inkrah, mestinya Ketua PN Slawi menunda dulu pembacaan Sita Eksekusi,” terang Pria asal Banten ini.
Masih dalam keterangannya, Ujang Kosasih menyampaikan “Kami para Penasehat Hukum sangat menghormati proses hukum, tetapi jika para penegak hukum di PN Slawi tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan merasa paling berkuasa maka sebaiknya PN Slawi jangan memasukan kalimat ‘Demi keadilan berdasarkan tuhan yang maha esa, akan tetapi demi keadilan berdasarkan kekuasaan’ saja yang dibacakan saat pembacaan eksekusi pengosongan,” pungkasnya. (Tim/Red)
Comment