KOPI, Sarmi – Terkait legalitas 11 distrik di Kabupaten Sarmi yang mengalami status quo sejak Januari 2023 akibat belum teregistrasi, pihak Pemda Sarmi dipimpin oleh Asien I Bidang Pemerintahan, Maikel Suruan, S.Sos bersama tim melakukan rapat kordinasi dengan Biro Pemerintahan Provinsi Papua di Jayapura.
Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa hal penting, yaitu :
1. Biro Pemerintahan Provinsi Papua akan mempelajari dokumen yg telah diserahkan oleh Pemda Sarmi
2. Biro Pemerintahan Provinsi Papua akan berkomunikasi dan menyurat ke Kemendagri Cq. Dirjen Otda untuk meminta kesediaan waktu audiensi.
3. Pemda Sarmi mempersiapkan kebutuhan guna audiensi bersama Ditjen Otda dan Tim.
Menurut Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Papua, Herman Ick, bahwa output dari audiensi di Ditjen Otda adalah untuk mendapatkan surat persetujuan dari Kemendagri tentang jumlah distrik yg disetujui oleh pemerintah pusat. Surat persetujuan tersebut menjadi dasar dalam penetapan perda pembentukan distrik, jelas Ick.
Untuk diketahui bahwa 11 distrik yang mengalami status quo tersebut terbentuk sejak tahun 2014, sejak saat itu telah melakukan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dan dibiayai oleh APBD Kabupaten Sarmi karena diakui termasuk dalam Organisasi Perangkat Daerah Pemda Sarmi sebagaimana Peraturan Daerah ( PERDA ) yang telah ditetapkan oleh DPRD Sarmi, sehingga struktur organisasi 11 distrik tersebut telah diisi oleh perangkat aparatur sipil negara (ASN) yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Sarmi, bahkan pengelolaan keuangannyapun telah diaudit oleh BPK RI.
Mengawali Tahun Anggaran 2023, Pemda Sarmi membuat kebijakan lisan moratorium terhadap keberadaan 11 distrik yang masuk dalam Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Kabupaten Sarmi Tahun 2023 – 2026, dengan pertimbangan “belum teregistrasi” di Kementrian Dalam Negeri RI.
Sejak saat itu aktivitas pelayanan pemerintahan 11 distrik tersebut dikembalikan ke distrik induk, sambil menunggu kebijakan dari pemerintah pusat.
Comment