KOPI, Malaysia – Suhairi adalah perantau yang sudah kerap kali berulang-alik datang dan bekerja di Malaysia. Bahkan bisa dibilang kalau negeri Jiran Malaysia sudah sudah sehati dan sejiwa bagi dirinya. Malaysia sudah seperti kampung halamannya. Ia tidak kikuk lagi berbaur dengan rekan dan lingkungannya ketika berjuang mencari dan mengisi kantong uangnya.
Bak kata pepatah, rawe-rawe rantas malang malang potong, mengibaratkan tidak akan pernah kembali sebelum membawa keberhasilan. Ungkapan ini sangat sinonim dengan para perantau yang saat ini sudah menjadi lazim.
Apa yang menarik dari kehidupan pria ini ialah ia salah seorang yang tetap tegar dan bersemangat dalam mengharungi lika-liku hidupnya. Bagaimana tidak, ia berusaha keras dengan membiayai kehidupan 8 orang isteri serta 3 orang anaknya. Ia merupakan tulang punggung keluarganya. Bahkan ia merasa senang dan seakan tiada beban di pundaknya dengan coretan kehidupan yang dilalui dan dinikmatinya.
Puluhan tahun menjadi perantau dengan bekerja sebagai buruh binaan di Malaysia tentu bukan hal yang mudah dan bisa dilalui semua orang. Namun ada hal yang bisa jadikan motivasi dari kehidupan pria ini yakni semangat yang tak pernah pudar untuk memenuhi nafkah istri-istrinya sebanyak 8 orang yang tinggal di lain daerah.
Istri-istrinya, menurutnya, memang tidak tinggal sebumbung (seatap – red). Ia tinggal berlainan tempat tinggal dan istrinya di beberapa daerah. Kebanyakan istrinya hasil dari perkawinan nikah siri. Namun istrinya yang paling tua yang merupakan istri sahnya. Otomatis para istrinya tidak bisa dikumpulkan dalam satu satu rumah/bumbung karena berlainan desa dan daerah.
Tentang pemberian nafkah, katanya, pemberian nafkah zahir dilakukan dengan cara bergilir, empat orang orang bulan ini, dan 4 orang bulan berikutnya. Untuk pemberian nafkah bathin dimulai dari Jawa dilanjut ke Madura dan terus ke Kepulauan Kangean. Di Jawa dan Madura masing-masing terdapat dua orang istri. Di Pulau Kangean terdapat empat istri.
Pemberian nafkah bathin dilakukan ketika pulang ke Indonesia. Ketika kami dari media mencoba mencari tahu tentang kehidupanya lebih dalam, ia enggan dan malu untuk mengulasnya. Namun dengan nada singkat menjelaskan. “Iya mas pemberian nafkahnya bergilir,” katanya.
Ketika ditanya, bagaimana prosesnya kok sampai memiliki 8 orang isteri, ia menjelaskan bahwa ketika dirinya kesepian maka dicarilah seorang wanita dan sudih dinikahi dan akhirnya sampai berjumlah 8 orang.
di tanya apakah ada keinginan untuk melepaskan salah satu dari istri-istrinya, ia menolak menjawab tidak. “Bahkan akan nambah,” pungkasnya.
Suhairi juga mengaku, bahwa tidak pernah ada komplain atau tuntutan dari istri-istrinya tentang pemberian nafkah ke seluruh istrinya. Malahan para istri-istrinya sering mengingatkan antara satu dengan yang lainnya agar mengirimkan uang sesuai kebutuhannya.
Pada mulanya banyak di antara rekan di tempatnya ia bekerja tidak serta-merta mempercayai omongan kalau Suhairi mampu dan menanggung biaya 8 orang isteri serta 3 anak. Namun akhirnya seluruh rekanya menyaksikan kalau ia memiliki istri lebih dari satu.
Sebagai seorang perantau di negeri Jiran ia mengaku kalau kehidupannya sedikit berubah dibandingkan saat ia merantau sepuluh tahun silam ke Malaysia. Tekatdnya akan terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan para istrinya. (*)
Comment