by

Tak Punya Babinsa, Kostrad Utus Bintara Masuk Dapur

KOPI, Intan Jaya – “Ijin Komandan, ada Mama Tua di depan nyari Komandan,” lapor Praka Brama, Tamtama Logistik Satgas YPR 305/Tengkorak kepada Letkol Inf Ardiansyah, Sabtu (12/11/22).

Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila yang sedang briefing bersama Kapten Inf Puji, Perwira Taipur Kostrad yang saat ini memimpin Satgas Elang di Intan Jaya, Mayor Anjas, Kapten Suryo dan Lettu Jefry segera menyelesaikan rapatnya, mengajak untuk bersama-sama menjumpai sang Nenek, sekaligus mengajak pergi ke rumah nenek. Berkenaan dengan salah satu program TNI-AD, “Babinsa Masuk Dapur”, Raja Aibon pun memerintahkan Serka Cecep, Dansimayon Tengkorak bersama dengan beberapa Bintara untuk membawa bekal beras dan mie instan untuk mengisi dapur sang nenek.

Julitina Mesini, sang Nenek yang hidup bersama cucunya, Loison Sani, telah menjadi orang tua kesayangan Raja Aibon di Intan Jaya. Saat ditemui, Nenek menceritakan bahwa dirinya sedang tidak punya uang. Nenek menunjukkan Noken dan tiga ikat batang serai, untuk dijual. Beberapa buah Markisa khusus dibawa untuk Raja Aibon. Terharu mendengar kata-kata Nenek yang diterjemahkan oleh Yulince Sani ke bahasa Indonesia, karena Nenek selalu berbicara dengan bahasa Moni. Beruntungnya Raja Aibon, karena pada saat bersamaan, Yulince bersama beberapa temannya sedang main di Posramil Mamba.

Sersan Cecep, Sudi, Ryan, Prayitno dan Ernando kemudian berangkat bersama-sama Nenek Julitina dari Posramil Mamba menuju rumah sang Nenek, didampingi oleh Raja Aibon, Kapten Puji si Bos Mamba, dan beberapa Perwira Tengkorak. Rumah sang Nenek tak jauh dari Pos, persis menghadap ke bekas bangunan yang dibakar oleh KST pimpinan Apen Kobogau (dalam organisasi KST Intan Jaya, diketahui menjabat sebagai Wakil Panglima Kodap), pada tanggal 16 Agustus 2021 yang lalu.

Sang Nenek dan Loison menempati rumah papan yang dibangun Pemerintah beberapa tahun lalu untuk menyimpan barang-barang dan beristirahat. Sementara untuk memasak, Nenek selalu menggunakan dapur yang ada di tengah-tengah Honai. Mungkin Nenek merasa lebih nyaman, karena di dalam Honai udaranya terasa lebih hangat. Sebelumnya, ketika mendiang Osea Sani, ayahnya Loison masih hidup, hampir semua aktifitas rumah tangga dikerjakan di dalam rumah. Tetangga pun saat itu masih banyak. Kehilangan sang menantu membuat sang Nenek harus berusaha sendiri untuk menghidupi diri dan cucu kesayangannya.

“Lioson ingin sekolah. Tapi tidak ada biaya,” ucap Nenek saat belum meninggalkan Pos dalam bahasa Moni yang ditranslet oleh Yulince.

Sesampai di rumah, Nenek menunjukkan foto mendiang Osea Sani yang masih tertempel di dinding rumah. Pintu kamar untuk istirahat bersama Loison juga dibuka, kemudian diperlihatkan kondisi kamarnya kepada Raja Aibon. Beras yang beberapa waktu lalu diberikan oleh Raja Aibon, juga diperlihatkan. Sedih sekali melihat keadaan sang Nenek. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehidupan sang Nenek sangat memperhatikan. Saat melihat dapur, Raja Aibon, Puji dan para prajurit Kostrad lainnya penasaran, karena tidak nampak bekas masak. Hanya beberapa peralatan masak yang berserakan. Ternyata, terjawab ketika Nenek membuka pintu Honai di samping rumah, karena terlihat api masih hidup dengan ceret untuk memasak air tak jauh dari perapian.

Serka Cecep kemudian menyerahkan bahan makanan untuk bekal sang Nenek. Bos Mamba kemudian memegang tangan Nenek sambil menyerahkan amplop. Amplop yang berisi sejumlah uang untuk membayar Noken yang masih dipakai oleh Raja Aibon, selebihnya sebagai tambahan bekal Nenek untuk membeli lauk. Tak bisa dihindari oleh Nenek Julitina, nampak mata sang Nenek berkaca-kaca menerima buah tangan dari Cecep.

“Hormat. Tuhan berkati,” ucap Nenek sambil melihat Cecep. Beberapa kalimat dalam bahasa Moni kemudian diucapkan oleh sang Nenek.

“Berdoa buat Ko,” jelas Loison sambil memegang perut Raja Aibon Kogila, setelah Nenek selesai berucap.

Sang Nenek kemudian mengajak Raja Aibon dan rekan-rekan melihat kuburan ayah Loison, persis di belakang honai. Terlihat baju dan celana mendiang Osea Sani sengaja digantung, dipajang di atas kuburan. Karena tak kuasa menahan sedih berlama-lama dengan Nenek Julitina Meisini, Raja Aibon kemudian pamit. Sebelum meninggalkan Nenek, Lettu Saeful, Perwira Logistik sekaligus Pater Elang memberikan roti untuk tambahan bekal Nenek. Loison juga terlihat girang sekali karena Pater Elang juga memberikan gula-gula.

“Ayo, kita kembali yo, hormat,” ucap Raja Aibon sambil menyalami sang Nenek.

Semoga Tuhan menjaga Nenek Julitina Meisani dan Cucunya. Dan, semoga Nenek selalu tersenyum, bersama keluarga besar Raja Aibon Kogila. Aamiin. (DJ/Penerangan YPR 305)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA