by

Pilot, Dosen dan Warga Kepulauan Riau Ajukan Uji Materi Peraturan Presiden RI Tentang Kedaulatan Udara Indonesia ke MA

KOPI, Jakarta – Seorang pilot yang juga berprofesi sebagai dosen, Dr. Supri Abu SH., MH., dan Hudi Yusuf SH., MH. bersama rekan-rekannya mengajukan Permohonan Pengujian Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, hari ini, Kamis, 24 Nopember 2022. “Dalam Kesempatan ini, kami bersama dengan 8 orang Pilot lainnya, 1 warga Jakarta dan 2 orang Warga Kepulauan Riau mengajukan Uji Materi kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Permohonan Pengujian Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2022 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Tentang Penyesuaian Batas Antara Flight Information Region Jakarta dan Flight Information Region Singapura TERHADAP Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Perubahannya serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,” kata DR. Supri Abu.

Pengajuan uji materi ini sebagai masukan bagi Presiden yang sangat memperhatikan masalah kedaulatan dan yang selalu taat kepada UU yang berlaku, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Presiden memegang teguh sumpahnya untuk menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti, kepada Nusa dan Bangsa.

Kami menilai bahwa Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2022 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Tentang Penyesuaian Batas Antara Flight Information Region Jakarta Dan Flight Information Region Singapura bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Perubahannya serta secara materil bertentangan dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan karena Republik Indonesia wajib mendelegasikan kembali kepada Republik Singapura penyediaan pelayanan navigasi penerbangan yang tertuang di dalam Apendiks 1 pada ruang udara dengan ketinggian dari permukaan hingga 37.000 kaki di dalam batas FIR Jakarta (sesuai dengan batas kedaulatan Indonesia).

Padahal menurut Pasal 458 bahwa Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.

Berarti paling lambat 11 Januari 2024, tidak ada lagi ruang udara Indonesia yang dikendalikan negara lain. Ini adalah perintah Undang-Undang, Presiden harus mengutamakan kepentingan nasional, kepentingan masyarakat Indonesia yang harus dilaksanakan oleh Presiden sesuai Sumpah Beliau.

Rujukan Hukum Internasional untuk masalah FIR adalah Annex 11 dari Konvensi Chicago 1944 di dalamnya dengan jelas mengatakan bahwa tanggung jawab pengendalian ada pada negara yang mempunyai kedaulatan, kalaupun ada perjanjian bisa diputus setiap saat.

Terakhir, masalah pengendalian ruang udara, adalah sisa masalah Belanda dan Inggris di sekitar Kepualaun Riau. Perjuangan Bangsa Indonesia yang sudah terencana dengan baik telah berlangsung lama dan telah dituangkan secara konstitusional dalam UU sejak tahun 2009 agar bendera merah putih berkibar secara utuh di langit Kepulauan Riau, NKRI HARGA MATI.

Permohonan Pengujian ke Mahkamah Agung, sebagai berikut:

Bahwa dengan kewenangan pengendalian ruang udara oleh Singapura maka pemohon I sampai dengan pemohon XII akan mengalami kerugian atau potensi kerugian, sebagai berikut:

1. Singapura membuat “Area Berbahaya” di wialayah Kedaualatan udara Indonesia tanpa perjanjian.

2. Pilot harus terbang dengan jalur udara yang lebih jauh dari yang seharusnya.

3. Untuk menghidupkan mesin pesawat, PILOT harus Menunggu antara 15 menit sampai dengan 1 jam mengakibatkan pemborosan battery pesawat.

4. Pada saat terbang, Singapura selalu terlambat memberikan respon perijinan bila dibutuhkan pilot untuk pertimbangan keselamatan penerbangan seperti cuaca buruk.

5. Harga tiket lebih mahal karena jarak terbang yang lebih jauh.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA