by

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang Menjadi Sorotan Publik dan Penggiat Kamtibmas

KOPI, Jakarta – Publik dan penggiat mantan Ketua Pokdarkamtibmas Nasional yang saat ini sebagai Penggiat Kamtibmas dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang Banten Riyadi, S.H., M.H., mengatakan turut berduka cita yang mendalam atas jatuhnya ratusan korban jiwa terkait kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Terkadang kejadian bentrok fisik antar para supporter olahraga khususnya sepakbola adalah hal yang paling sering terjadi di kancah olahraga dan ini adalah terparah setelah “Tragedi Heysel” yang terjadi pada tanggal 29 Mei 1985 di mana pada saat itu tengah terjadi pertandingan antara Liverpool dan Juventus di Piala Champions (saat ini Liga Champions).

“Peristiwa ini merupakan sejarah buram dunia sepak bola Inggris pada tahun itu,” Ucapnya dalam keterangan, Minggu (02/10/22).

Heru menerangkan, terkadang olahraga atau event-event yang diadakan juga bukan dalam konteks meraih prestasi dalam ke sportivitas tapi lebih keluar konteks pada sisi entertaining dan komersil bagi pelaksana kegiatan event tersebut.

“Hingga antisipasi kemungkinan terburuk kurang diperhatikan,” terangnya.

Heru menjelaskan, dalam kasus Stadion Kanjuran di Malang, Jawa Timur, ini sangat disayangkan sampai timbulnya begitu banyak korban jiwa yang meninggal akibat tidak dapat diantisipasinya kerusuhan antar supporter tersebut.

Hal ini dapat dilihat pada sisi:

  1. Antisipasi pengamanan pertandingan yang kurang maksimal. Baik sarana maupun jumlah pertugas keamanan.

Metode pengamaan yang kurang diperhitungkan dari sisi panitia pelaksana event tersebut.

  1. Dari sisi para supporter ( masa kedua belah pendukung) yang kebanyakan anak-anak muda dan secara mentalitas adalah anak-anak muda yang notabene mudah tersulut emosinya hingga pecahnya bentrokan tersebut adalah bukti pada sisi adanya ketidaksadaran hukum.

Benar bahwa tidak semua orang sadar akan hukum namun panitia pelaksanalah yang seharusnya memandang semua aspek keamanan dalam lingkup melindungi jiwa semua subyek audience yang ada pada pertandingan tersebut selain pemain, official dan penonton.

“Dalam pandangan saya pada hal ini konsekwensi hukum dapat dijatuhkan pada panitia pelaksana,” jelasnya.

Heru menegaskan, siapa yang mengadakan event tersebut dan mengapa bisa terjadi banyak korban dan lalu bagaimana pertanggung jawaban hukum panitia atas hal-hal di luar kendali yang memang sudah diantisipasi namun terjadi di luar hitungan atau perkiraan. Ini bukan overmacht, ini tragedi hanya karena sebuah event tenyata malah menghasilkan korban jiwa yang banyak.

“Demikian keprihatinan saya menyikapi kejadian yang luar biasa tersebut, agar tidak terulang kembali,” tegasnya. (Septyandaru)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA