by

Menulis di Era Digital, Riri Satria: Kualitas Tulisan Mencerminkan Jati Diri Anda

KOPI, Jakarta – Saat ini peran besar teknologi digital dan internet dalam dunia kepenulisan adalah sebagai medium of transfer. Dalam hitungan menit bahkan detik tulisan kita bisa dibaca oleh ribuan atau bahkan mungkin jutaan orang di berbagai belahan dunia.

“Semua orang bisa menulis apa saja menggunakan berbagai media sosial di internet,” demikian Pengamat Transfomasi Digital dan Ketua Komunitas Jagat Sastra Milenia, Riri Satria, mengatakan dalam acara Forum Diskusi Keluarga Besar Mahasiswa Falsafah dan Agama Universitas Paramadina di Jakarta, 19 Agustus 2022.

Menurutnya, tidak masalah menulis dengan menggunakan media apapun di internet, namun tetaplah menjaga kualitas tulisan. Tulisan yang buruk cepat atau lambat akan merusak nama Anda sebagai penulis.

“Ingat, tulisan Anda adalah jati diri Anda. Jadi kata kuncinya tetap di menjaga kualitas tulisan,” papar Riri yang juga Pimpinan Umum SastraMedia serta Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.

Selain itu, Riri juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa dampak lain dari perkembangan teknologi digital dan internet terhadap dunia kepenulisan, yaitu munculnya tulisan dalam bentuk hypertext yang hampir tidak mungkin dibuat dalam bentuk buku cetak kertas. Pergeseran selera masyarakat ke arah multimedia walau teks tetap menjadi jantung kepenulisan, topik-topik tulisan yang mulai marak mengenai era digital dan masyarakat cerdas 5.0, munculnya teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence yang mampu membuat tulisan sendiri termasuk puisi beserta dengan isu etikanya, terbentuknya jejaring global ekosistem kepenulisan, serta peranan tulisan sastra untuk ikut mengawal peradaban seperti pencapaian 17 sararan strategis sustainable development goals atau SDG pada tahun 2030 untuk kesejahteraan umat manusia.

“Jika Anda memiliki kreativitas yang tinggi, kenapa tidak mencoba menulis dalam bentuk multimedia atau hypertext? Kenapa tidak mencoba untuk menulis topik-topik yang sesuai dengan perkembangan zaman, seperti tentang internet, hacker, metaverse, dan sebagainya, dikaitkan dengan aspek-aspek kemanusiaan atau human interest dalam kehidupan?” Riri mencoba menantang para hadiri yang hadir dalam forum diskusi pada Auditorium Firmanzah Kampus Universitas Paramadina tersebut.

“Tetapi walau bagaimana pun, teks tetap memiliki peminat tersendiri dan tetap menjadi intinya,” Riri melanjutkan.

Ketika ada peserta yang bertanya mengenai ancaman teknologi yang sanggup membuat tulisan sendiri, Riri mengatakan dengan tegas untuk jangan takut! Manusia itu lebih cerdas dan lebih kreatif daripada mesin, kecuali kalau tidak mau belajar, pasti akan kalah dari mesin! Penulis yang baik adalah pembaca yang baik, yaitu membaca dalam pengertian yang luas. Bukankah wahyu pertama yang turun itu adalah perintah membaca atau iqra’? Demikian pentingnya membaca untuk menambah wawasan dan kecerdasan dalam ajaran Agama Islam.

Riri juga mengutip perkataan John Naisbitt, penulis buku High Tech High Touch, di mana perkembangan teknologi yang tinggi (high tech) tidak akan bisa dibendung karena ini adalah bagian dari perkembangan peradaban itu sendiri, namun semua itu harus diiringi dengan sentuhan manusiawi yang semakin tinggi (high touch) supaya semua membawa kemaslahatan untuk kehidupan umat manusia.

Selain Riri Satria, pembicara pada forum diskusi tersebut adalah Dr. Aan Rukmana (Dosen Jurusan Falsafah dan Agama, Universitas Paramadina), Sofyan RH. Zaid (Pengamat dan Kritikus Sastra dari Jagat Sastra Milenia, Pimpinan Umum SastraMedia, serta Jurusan Falsafah dan Agama, Universitas Paramadina), penulis muda dan juga mahasiswa Jurusan Falsafah dan Agama, Universitas Paramadina, Afiq Naufal, di mana buku puisinya terbaru berjudul “’Orang-Orang yang Menolak Jatuh Cinta di Mars’ yang ditulis bersama Nurmandasari diluncurkan dan dibahas. Acara dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini dan dihadiri oleh Ketua Jurusan Falsafah dan Agama, Universitas Paramadina, Dr. M. Subhi Ibrahim.

Riri Satria mengakhiri presentasinya dengan mengatakan, “Buat saya, persamaan matematika, algoritma pemrograman, serta puisi memiliki suatu kesamaan, yaitu sama-sama merepresentasikan fenomena yang kompleks dengan menggunakan simbol-simbol yang sederhana. Demikian saya memahami keindahan ketiganya.” (RS)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA