by

Ananda Sukarlan: Anak-Anak Indonesia Harus Belajar Sejarah

KOPI, Jakarta – Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini jatuh pada Sabtu, 23 Juli 2022. Mengutip Kemenpppa RI, tema HAN tahun 2022 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Tanggal 23 Juli dipilih karena mengacu pada disahkannya UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Untuk merayakan tahun ini, awak media pewarta berbincang dengan Ananda Sukarlan, yang selain terkenal sebagai komponis dan pianis tingkat dunia, juga akrab dengan berbagai ceramah, tulisan, dan seminarnya mengenai pendidikan, khususnya musik dan seni.

Jika pembaca menggunakan kata pencarian “ananda sukarlan pendidikan” di YouTube, akan muncul banyak sekali videonya. Tahun ini, ia didapuk oleh panitia G20 dan Kemendikbudristek untuk mendirikan sekaligus menjadi direktur artistik G20 Orchestra.

Orkes ini anggotanya terdiri dari para musikus terbaik dari negara-negara G20. Khusus Indonesia, dipilih melalui audisi ketat dan transparan melalui kanal YouTube (audisi tunggal semua musisi bisa ditonton dengan kata kunci “G20 Orchestra”—red.).

Berbagai pengakuan prestisius telah diraihnya di dunia. Ia terpilih menjadi salah satu pahlawan di buku Heroes Amongst Us, berisi 32 tokoh Asia dan Amerika yang menginspirasi banyak orang di seluruh dunia. Buku itu diterbitkan Oakbridge Publishing pada Desember 2019 di India. Ke-32 tokoh ini diulas kisah hidup singkatnya dan diwawancara oleh penulis terkemuka India, Dr. Amit Nagpal.

Grup media besar Mobiliari Group di Hongkong juga telah memasukkan komponis yang dianugerahi gelar kesatriaan tertinggi “Ordine della Stella d’Italia” dari Republik Italia ini dalam 100 tokoh seniman Asia paling berpengaruh tahun 2020 “Asian Most Influential (AMI)”.

Berikut perbincangan awak media pewarta dengan Ananda Sukarlan:

Mengapa kita harus merayakan Hari Anak Nasional?

Hari Anak Nasional ini bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa, dan mengingatkan kita untuk merealisasikannya. Kita menggantungkan masa depan kepada mereka, dan anak-anak itu harus belajar sejarah untuk tidak mengulangi hal-hal buruk di masa lampau.

Menurut Anda, apakah generasi muda Indonesia akan bisa mencetak masa depan yang gemilang?

Tentu saja optimis, kalaupun mereka sampai mengecewakan kita, itu bukan salah mereka, tetapi dari kita sendiri sebagai generasi sebelumnya. Kita sangat kurang mengerjakan PR kita untuk mereka. Masalahnya, pengetahuan sejarah anak-anak kita itu sangat kurang, dan bahkan banyak yang salah persepsi tentang sejarah, apalagi banyak orang memelintir sejarah di media sosial saat ini. Buat saya, banyak sekali yang harus dirombak dari pendidikan, bukan hanya materinya, tetapi juga bagaimana membentuk mentalitasnya.

Lanjutnya, anak-anak harus diajarkan bagaimana berpikir, bukan apa yang harus dipikir. Berpikir itu kreatif dan kritis, bukan menurut arahan dan hapalan. Berpikir itu harus bisa bebas, karena itu satu-satunya kebebasan yang kita miliki sekarang.

Berbicara, menulis, dan bertindak itu kalau salah bisa kena UU ITE, tetapi berpikir tidak. Pendidikan itu investasi yang paling berharga untuk bangsa. Kalau kita punya generasi yang tidak berpengetahuan, otomatis ekonomi, keamanan, kesehatan, akhlak bangsa ambruk karena mereka melakukan kebodohan yang harusnya bisa dihindari. Tapi kita generasi tua juga tidak bisa mengajarkan dengan cara berpikir kita, karena anak-anak punya cara berpikir sendiri. Makanya, kita tidak boleh mendikte, hanya membimbing dan memberi berbagai contoh, buruk untuk tidak dilakukan, baik untuk dikerjakan dan dikembangkan.

Apa visi dan misi Anda dalam pendidikan musik di Indonesia?

Musik itu bagian dari hidup, dari cara berpikir yang kreatif, dari berkomunikasi, dan berekspresi yang beradab. Saya ingin menunjukkan bahwa musik klasik yang katanya elit dan berat itu sebetulnya milik semua, dapat dimengerti dan kemudian dicintai oleh semua orang. Saya terinspirasi dengan acara menggambar yang dipandu Tino Sidin di TVRI saat saya masih kecil.

Di situ, Pak Tino Sidin membuat kita jadi mencintai seni menggambar. Penyampaiannya sangat enak dan penonton tidak merasa bahwa kita dididik atau digurui di situ. Mungkin sih kita tidak ikut menggambar saat menonton, tapi kita jadi tahu sebetulnya bagaimana sih teknik dasar menggambar dan menggunakan imajinasi kita itu, supaya tidak takut mengekspresikan apa yang ada dalam diri kita. Ini penting karena musik klasik adalah dasar dari segala musik genre lainnya.

Akan ada sesuatu yang baru dalam bidang pendidikan musik, dari Anda segerakah?

Saya telah selesai membuat video enam episode tentang pendidikan musik untuk semua kalangan yang bekerjasama dengan piano digital KORG. Episode pertama akan tayang minggu depan, dan episode berikutnya akan tayang setiap minggu di kanal YouTube saya, “Ananda Sukarlan”. Inti dari seluruh seri ini adalah seperti judul episode pertama yang merupakan pengantar secara umum, yaitu “Nulis Musik itu Mudah”.

Selain itu juga akan ada reels di Instagram untuk semacam “tebak lagu” gitu, saya main lagu-lagu daerah yang sudah banyak tidak dikenal oleh anak-anak sekarang. Sangat penting buat anak-anak untuk mengenal lagu-lagu tradisi Indonesia untuk lebih merasa Indonesia, dan melodi, harmoni, tangga nada, dan ritme khas Nusantara harus mendarah daging supaya identitas kita lebih kuat.

Salah satu episode adalah tentang bagaimana karya-karya sastra bisa mengilhami karya musik, bagaimana kata-kata bertransformasi menjadi musik. Di sini saya didampingi oleh vokalis muda, salah seorang pemenang Kompetisi Tembang Puitik Ananda Sukarlan 2021, Vetalia Pribadi yang kebetulan sedang hamil tua (mungkin saat ini sudah melahirkan, malah). Jadinya saya memilih lagu saya berdasarkan puisi Emi Suy, “Kukusan”, sebuah puisi yang sangat menyentuh tentang seorang ibu. Dan berikut ini teks puisinya.

KUKUSAN

di kukusan bambu, menghitam
dibakar bara dan doa, begitu tenang
ibu menanak usia kami, hingga matang

di malam mendidih, di siang perih
ibu pelan-pelan menua, bagai kukusan
menampung segala, ringkih dan perkasa

sesekali meneguk
air matanya
sendiri

2021

Selain puisi Emi Suy, juga ada dari puisi Rieke Diah Pitaloka, Sapardi Djoko Damono, dan satu bahasa Inggris, sebuah soneta dari William Shakespeare.

Puisi yang indah itu musikal, dan musik yang indah itu puitis. Kedua bentuk seni itu mengandalkan satu elemen: metafora. Kita para seniman menggunakan metafora untuk mengerti dunia nyata.

Saya percaya bahwa dengan metafora yang tepat, karya seni dapat mengajukan pertanyaan yang paling dalam dan sulit dari satu benda, sosok ataupun isu yang kelihatannya kita sudah sangat kenal atau mengerti, karena karya seni itu lebih dari sekadar esai atau memberitakan fakta yang (dianggap) ada dan nyata, atau fakta yang dibicarakan orang. Itu sebabnya karya seni membawa kita ke bagian-bagian otak yang biasanya tidak kita jamah; seni tidak memberi jawaban tapi justru memberi lebih banyak pertanyaan tentang hidup.

Kita semua memiliki ibu. Apakah benar kita mengenalnya benar-benar? Emi Suy telah memberi kita banyak pertanyaan melalui metaforanya yang luar biasa, tentang siapa itu ibu, apa perannya dalam hidup kita, dan lain sebagainya. Semua pertanyaan itu tidak bisa disampaikan bahkan dijawab dengan kata-kata biasa.

Puisi-puisinya menimbulkan bunyi-bunyi dalam kepala saya yang biasa kita sebut “musik”, sehingga seringkali saya menuliskannya hanya untuk mencoba menjawab semua pertanyaan tersebut. Apakah saya berhasil? Kayaknya tidak, itu sebabnya saya akan terus membuat musik dari puisi-puisinya yang lain, untuk menemukan jawabannya, atau … terjerumus makin dalam dalam keindahan ambiguitas yang tidak terjawab.

Catatan Redaksi: Ananda Sukarlan juga menjelaskan bahwa khusus untuk puisi Emi Suy, dia sudah menggubah dua puisi untuk dijadikan musik piano klasik, yaitu “Malam” dan “Kukusan” dan dimuat pada buku Ananda Sukarlan berjudul Tembang Puitika Vol. V (2020). Lalu puisi “Malam” dinyanyikan penyanyi tenor Nikodemus Lukas diiringi piano oleh Ananda Sukarlan, pada December in Sriwijaya Concert pada tahun 2020.

Ananda juga menyebutkan bahwa puisi-puisi Emi Suy sangat menyentuh dan memiliki nilai puitika tinggi sehingga menginsipirasi untuk dijadikan musik. (ES/NJK)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA