by

Karakteristik Benda Sitaan dan Barang Bukti

-Opini-3,340 views

Benda Sitaan menjadi bagian Pemasukan Non Pajak Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tanggal 7 Juli 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yakni menjelaskan poin-poin jenis jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kejaksaan Agung, di antaranya adalah sebagai berikut:

-Penerimaan dari penjualan barang rampasan.

-Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.

-Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.

-Penerimaan biaya perkara.

-Penerimaan lain-lain, berupa uang temuan, hasil lelang barang

-Bukti yang tidak diambil oleh temuan dan hasil penjualan barang.

-Penerimaan denda.

Proses awal penyitaan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dengan berdasarkan pada surat izin Ketua Pengadilan Negeri, hal tersebut diatur dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHAP.

Dalam Ayat (2) menyebutkan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan Ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Karakteristik Barang Bukti

Istilah barang bukti dalam bahasa Belanda berarti “bewijsgoed” baik dalam wetboek van strafrecht voor Indonesia, maupun dalam Het Herziene Inlandsch Reglemen dan dalam peraturan perundang undangan lainya.

Barang bukti dalam hal ini adalah barang-barang yang diperlukan sebagai alat bukti terutama alat bukti seperti yang disebutkan dalam keterangan saksi atau keterangan terdakwa. Menurut Kamus Hukum Andi Hamzah, istilah barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan, yaitu alat yang dipakai untuk melakukan delik, misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang.

Termasuk juga barang bukti atau hasil delik. Menurut KUHAP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, alat bukti yang sah adalah tercantum dalam Pasal 184 ayat (1). Persoalan yang terpenting dari setiap proses pidana adalah mengenai pembuktian, karena dari jawaban atas persoalan inilah tertuduh akan dinyatakan bersalah atau dibebaskan.

Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran benda benda yang tersangkut dalam tindak pidana, sangat diperlukan. Benda-benda yang dimaksudkan lazim dikenal dengan istilah barang bukti atau corpus delicti yakni barang bukti kejahatan. Barang bukti itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana. Menurut Andi Hamzah, barang bukti dapat diuraikan sebagai berikut:

“Istilah barang-barang bukti dalam perkara pidana yaitu barang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik misalnya pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik. Misalnya uang Negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi, maka rumah pribadi tersebut merupakan barang bukti atau hasil delik.”

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA