by

Asta, Petani Perantau yang Sukses Sekolahkan Empat Anak hingga Perguruan Tinggi

KOPI, Bitung – Petani adalah profesi yang mulai ditinggalkan belakangan ini, kaum millenial jarang melirik profesi ini, padahal menjadi petani sangat menjanjikan.


Asta seorang perantau asal Buton yang datang ke kota Bitung Sulawesi Utara, untuk berjuang hidup dan memilih menjadi petani, “Sejak umur 17 tahun saya datang di Bitung dan kemudian menjadi petani dalam hal ini petani penggarap,” kata Asta ketika ditemui awak media ini, Senin 15 November 2021.
Asta menceritakan bahwa komoditi yang dia tanam hanya Cabe Rawit dan Jahe, sebagai petani penggarap Asta harus benar benar memperhatikan apa yang menjadi syarat dari pemilik lahan. “Kami oleh pemililik lahan dibebaskan mengolah lahan di bawah Pohon Kelapa, tetapi buahnya jangan diambil, jika diambil maka kami tidak boleh lagi menggunakan lahan itu,” Jelas Asta


Suka duka menjadi petani Asta sudah rasakan, kejujuran dalam menggunakan lahan serta keuletan adalah modal utama, Asta yang dahulunya datang dengan tangan telanjang sekarang sudah memiliki lahan milik sendiri. “Dulu saya datang disini hanya dengan tangan kosong, sekarang saya sudah punya lahan yang luasnya 1,5 Ha, kemarin ada yang sudah tawar lahan saya sampai Miliar,” kata Pria ulet ini.


Menurut Asta menjadi petani itu sangat menguntungkan, asalkan ulet dan bersungguh sungguh, Asta bisa membiayai hidup dan menyekolahkan anak anaknya hanya dari bertani , “Anak saya Empat, semuanya sekolah sampai Perguruan Tinggi, yang satu, Angkatan Darat, Sekarang Koramil, yang satunya Perawat sementara kerja di Rumah sakit, sedangkan Dua anak yang lain sekolah di Pelayaran, kerja di Kapal,” terang Asta dengan bangga.


Asta dan istrinya Sumarlin Laode mengatakan bahwa anak anaknya sudah melarang mereka untuk bertani, segala keperluan nanti anak anaknya yang penuhi, tapi Asta dan isterinya menolak itu, “Saya sudah terbiasa bertani, Saya bisa sakit jika tidak lagi bertani,” ujar Asta


Asta mengatakan bahwa hidup di perantauan haruslah tetap menghormati dan menghargai adat istiadat masyarakat setempat, “Orang Minahasa adalah guru saya dalam bertani, Saya banyak belajar dari mereka, kendati sudah tua orang Minahasa tetap bertani, dan itu dilakukan untuk anak cucu mereka,” kenang pria paru baya ini.


Salah satu personil Tim Percepatan Kota Bitung Rocky Oroh yang kebetulan meninjau lokasi pertanian Cabe Rawit dari Asta mengatakan bahwa petani seperti inilah yang layak dijadikan contoh, “Kaum Millenial Kota Bitung yang masih nganggur dan selalu berharap di subsidi oleh orang tua, harusnya malu melihat seorang perantau yang boleh sukses hanya dengan bertani,” tegas Rocky yang juga menggeluti pertanian.
(anto)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA