by

Akreditasi Meningkatkan Mutu Perpustakaan Sekolah Berlevel Nasional

-Berita, Daerah, Warta-1,420 views

KOPI, Sleman – Keberadaan perpustakaan sekolah/madrasah kini menjadi tuntutan tersendiri untuk lebih memajukan pendidikan. Beberapa indikator kemajuan yang tampak antara lain muncul predikat perpustakaan sekolah terakreditasi serta mampu meraih prestasi kejuaraan di tingkat nasional. Perkembangan berikutnya setiap perpustakaan sekolah harus memenuhi standar akreditasi.

Namun, masih banyak sekolah menganggap akreditasi perpustakaan sebagai satu hal baru. Padahal programnya telah berjalan lebih dari lima tahun. Penilaian berstandar akreditasi mencakup beberapa komponen akan menghasilkan mutu perpustakaan sekolah berlevel nasional.

“Akreditasi perpustakaan sekolah menjadi penting ketika dikaitkan dengan kualitas. Perpustakaan sekolah dipastikan memiliki pustakawan kompeten karena akreditasi menunjukkan standar mutu. Kalau perpustakaan tidak terakreditasi, ya belum dapat dikatakan bermutu,” ungkap Lasa Hs dalam bedah buku “Sukses Akreditasi Perpustakaan Sekolah/Madrasah” yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY di Kampung Flory, Sleman, DIY, Jumat (19/11/2021).

Sebagai pembicara kunci sekaligus penulis buku Sukses Akreditasi Perpustakaan Sekolah/Madrasah, Lasa mengingatkan mengapa perpustakaan sekolah perlu akreditasi. Akreditas mampu mengubah wajah perpustakaan sekolah, termasuk perubahan signifikan terhadap  pustakawan sekolahnya. Di samping itu memperbaiki image mengenai fasilitas serta sarana prasarana sekolah.

Lasa memaparkan sejumlah kelemahan perpustakaan sekolah tatkala mengajukan akreditasi antara lain: anggaran pengelolaan perpustakaan minim, sarana prasarana kurang memadai, koleksi tidak berkembang, hingga desain tata ruang terkesan gelap. Hal itu membuat perpustakaan kurang diminati warga sekolah.

“Kelemahan lain, pustakawan atau pengelola perpustakaan kurang memahami komponen akreditasi sehingga tidak bisa menyajikan data. Misalnya, menyajikan data koleksi buku hanya jumlah totalnya saja, tidak dipilah berdasarkan klasifikasi,” ujar Lasa yang saat ini menjabat sebagai Kepala Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Lasa menambahkan, sebelum pandemi Covid-19, akreditasi bersifat onsite atau visitasi asesor langsung di perpustakaan sekolah. Namun, ketika pandemi berlangsung seperti sekarang, visitasi dilakukan secara daring. Seluruh biaya akreditasi pertama kali ditanggung oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas), sedangkan re-akreditasi atas biaya mandiri.

“Bagaimana memenuhi standar akreditasi perpustakaan sekolah dapat dibaca pada buku. Semua dijabarkan lengkap dan dapat menjadi pedoman sekolah/madrasah menuju sukses akreditasi perpustakaan,” jelas Lasa mengakhiri.

Sebelumnya, Kepala DPAD DIY, Dra. Monika Nur Lastiyani, MM menyampaikan akreditasi perpustakaan telah berlangsung beberapa tahun. Tahun 2021 Perpusnas menargetkan akreditasi diikuti sebanyak 150 perpustakaan. Namun yang terlaksana cuma 70 perpustakaan karena berbagai alasan.

Perpusnas juga melaksanakan program ‘Relaksasi Akreditasi Perpustakaan’ dengan target 34 ribu perpustakaan. Syarat dan ketentuan program relaksasi jauh lebih ringan dan mudah dipenuhi. Kalau akreditasi regular mengharuskan perpustakaan membuat dokumen berupa portofolio enam komponen, kemudian dokumen dikirimkan ke Perpusnas.

“Relaksasi mensyarakatkan perpustakaan cukup mengisi form menyangkut profil perpustakaan dan membuat pernyataan memiliki minimal seribu judul buku yang sudah diolah dan dilayankan kepada pemustaka. Ini adalah peluang bagi perpustakaan sekolah meraih predikat Terakreditasi C tanpa proses penilaian secara reguler melalui program Relaksasi Perpustakaan,” katanya.

Ia meminta para pustakawan Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota agar mendorong perpustakaan sekolah di wilayah masing-masing mengikuti akreditasi seoptimal mungkin. Monika pun menginformasikan adanya dana alokasi khusus (DAK) bagi perpustakaan daerah kabupaten/kota.

“Dana itu bisa dimanfaatkan untuk membangun gedung perpustakaan, menambah sarana prasarana, dan mengembangkan teknologi informasi. Silahkan saja, perpustakaan kabupaten/kota mengajukan ke pusat,” pungkasnya.

Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI) DIY, Abdul Wahid Aziz, A.Md lebih mencermati isi buku. Menurut dia, buku Sukses Akreditasi Perpustakaan Sekolah/Madrasah merupakan implementasi tertulis dari seorang Lasa Hs berbekal pengalaman sebagai asesor. Buku tersebut menjabarkan hal-hal yang memang perlu dikembangkan supaya fungsi perpustakaan sesuai dan mendukung proses pembelajaran di sekolah.

Pustakawan SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta ini menceritakan bagaimana pengalaman mengikuti akreditasi perpustakaan sekolah. Banyak yang sulit dilakukan waktu itu, seperti membuat visi misi perpustakaan. Karenanya, ia sering konsultasi dengan Pak Lasa dan pustakawan DPAD DIY.

“Akreditasi perpustakaan fokus pada pembuatan administrasi berupa berkas dokumen. Buku Pak Lasa ini akan membantu para pengelola perpustakaan sekolah mempersiapkan akreditasi,” terang Aziz.

Bedah buku diakhiri sesi tanya jawab dan diskusi. Kegiatan ini diikuti oleh pustakawan Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota se-DIY.*

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA