by

Unras Aliasi Pers Tolak Pergubri Jilid II Akan Hadirkan Insan Pers Riau

KOPI, Pekanbaru – Dorongan secara persuasif, melalui audiensi antara Aliansi Pers Pergerakan tolak Pergubri Nomor 19 Tahun 2021 dengan Gubernur Riau, Drs Syamsuar, M.Si, untuk mencabut peraturan tersebut belum menuai titik terang. Pasalnya, aksi unjuk rasa jilid I pada 21 Oktober 2021 lalu berubah menjadi audiensi berkat fasilitasi dari Polresta Pekanbaru. Namun Gubenur Riau ‘ngotot’ memberlakukan Pergubri yang bermasalah itu.

Sejatinya, Aliansi Pers Pergerakan Tolak Pergubri, yang merupakan gabungan puluhan Organisasi Pers dan perusahaan Pers di Provinsi Riau, akan menggelar aksi unjuk rasa di dua tempat, yakni kantor gubernur Riau dan DPRD Riau. Namun untuk mematuhi himbauan Polresta Pekanbaru, yang difasilitasi oleh kasat intelkam Polresta Pekanbaru agar menempuh langkah diskusi dengan beraudiensi antar dua belah pihak, akhirnya Aliansi Pers pun bersedia dengan pertimbangan situasi pandemi Covid 19 yang masih pada level 2 dan menjadi fokus kerja Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Efendi, SH, SIK, M.Si di Provinsi Riau.

“Inilah bukti kemurnian aksi ini, bahwa tidak ada kepentingan politik sama sekali, hanya dengan sebuah kebersamaan dan rasa solidaritas di antara insan Pers Riau dari 12 kabupaten/kota karena adanya kebijakan gubernur Riau yang melahirkan masalah pada kami, tetapi karena permintaan Poresta Pekanbaru dengan pertimbangan Covid 19 yang belum reda di Pekanbaru, akhirnya kami bersedia audiensi. Ternyata Gubernur Riau yang diwakili oleh Sekdaprov Riau, SF Haryanto pun tetap ngotot dengan Pergubnya,” sebut Ketua Aliansi Pers Pergerakan Tolak Pergub Riau, Feri Sibarani.

Atas hasil yang hanya berdebat itu, sekalipun diwakili oleh Sekdaprov Riau, SF Haryanto, dan asisten I Gubernur Riau, Jenri Ginting, namun Gubernur Riau melalui SF Haryanto hanya bisa mengembalikan persoalan tersebut kepada Kadis Kominfo Riau, Chairul Risky, sehingga oleh Rizky mengatakan bahwa pihaknya hanya berpedoman pada peraturan Gubernur Riau yang ternyata telah membuat gaduh kalangan Pers di 12 kabupaten kota Riau itu.

“Kita lihat dari semua jawaban yang disampaikan oleh Sekdaprov Riau, SF Haryanto dan Chairul Risky, tidak ada yang mampu sebagai pejabat problem solving. Presiden kita Joko Widodo setiap hari mengajar semua kepala daerah agar menjadi problem solver dalam mengatasi segala permasalahan yang ada di daerah masing-masing, bahkan ujung tombak dari semua bentuk pelayanan masyarakat itu atau penyelenggaraan pemerintahan itu justru harus bermuara pada tiga hal, yakni, sejahterakan rakyat, tegakkan keadilan, dan berikan rasa aman,” urai Feri Sibarani.

Menurutnya, Gubernur Riau, Drs Syamsuar, M.Si, harus mampu membuat resolusi dalam permasalahan Pergubri Nomor 19 Tahun 2021. Sebab sekalipun peraturan itu sudah melalui tahapan-tahapan, nyatanya ada permasalahan, artinya ada cacat dalam peraturan gubernur Riau nomor 19 tahun 2021. “Jangankan level Peraturan Gubernur, setingkat Undang-undang saja, terkadang harus di tolak jika ada permasalahan yang dapat dijelaskan secara perspektif hukum, dimana salahnya? Negara kita Negara hukum dan demokrasi, tolong gubernur Riau menyadari hal ini, dengarkan aspirasi masyarakat, jangan menjadikan pergub seperti kitab suci yang tidak mungkin dirubah, atau dicabut,” sebut Feri dalam diskusi bersama Sekdaprov Riau, SF Haryanto dan Chairul Risky serta kasat intelkam Polresta Pekanbaru dan pengurus Aliansi Pers lainya di gedung pertemuan kantor Gubernur Riau.

Dengan semangat solidaritas dan dorongan bersama insan Pers Riau, Aliansi Pers Pergerakan tolak Pergubri Nomor 19 Tahun 2021 akan segera menggelar aksi unjuk rasa yang lebih besar, dengan menghadirkan 1000 orang peserta Demonstrasi yang terdiri dari wartawan, pengurus perusahaan Pers, Pengrus Organisasi Pers dan para pemerhati Pers dari tokoh masyarakat Riau untuk meminta gubernur Riau Drs Syamsuar segera mencabut Pergubri Nomor 19 Tahun 2021 dan mencopot Kadis Kominfo Chairul Rizky dari jabatannya karena tidak cakap dalam membangun komunikasi kepada seluruh insan Pers.

“Kita tidak gentar untuk memperjuangkan keadilan, Pegubri telah nyata-nyata membuat masalah di tengah kehidupan Pers Riau, namun Gubernur Riau tetap tidak mau mendengar, seakan-akan kita mengatakan hal yang tidak benar, padahal pakar hukum Riau saja, dan pihak Kejati Riau sudah meyakinkan bahwa Pergubri itu tidak punya dasar hukum untuk menempatkan pasal 15 ayat (3) poin b, c, dan h,” teriak Yosman Matondang.

Sebagaimana diketahui publik, bahwa sejumlah pakar hukum Riau, telah menyatakan hasil analisanya, yakni, Dr Yudi Krismen, SH,. MH dan Dr Muhammad Nurul Huda, SH,. MH, bahkan sejumlah tokoh Pers Riau, seperti Drs Wahyudi El Panggabean, M.Hum, termasuk Kajati Riau, Djaja Sibagja, SH,. MH melalui Kasi penyidik, Risky, SH, MH, telah menyatakan dengan jelas bahwa pasal 15 ayat (3) Peraturan Gubernur Riau Nomor 19 Tahun 2021 tidak punya dasar hukum.

“Menyakut perusahaan Pers dan wartawan itu sudah clear dengan Undang-undang Pers, dan itu Lex spesialis. Pers bersifat mendiri, dan independen, tidak mungkin justru se level Peraturan Gubernur bisa mengintervensi seperti apa Perusahaan Pers, atau wartawan, yang dianggap mampu untuk bekerja sama dengan pemerintah, yang menjadi parameter untuk menentukan Perusahaan Pers itu legal atau tidak, adalah Badan hukum, yang telah di registrasi oleh Negara melalui Menkumham RI, begitu pulak dengan kemampuan wartawan, itu sudah semestinya di filter oleh dewan Redaksi media yang bersangkutan,” kata Dr Muhammad Nurul Huda, SH,. MH, saat dimintai keterangannya.

Menurutnya, Peraturan Gubernur Riau, sangat bertentangan dengan Undang-undang yang lebih tinggi, jika melakukan hal yang bersifat mengatur perusahaan Pers dan wartawan.,”Sepanjang Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers masih berlaku, maka tidak ada aturan lain yang bisa mengatur Pers, dan Dewan Pers pun bukan lembaga Negara yang bisa mengatur Pers, sebagaiamana bunyi pasal 15 ayat (2) poin f dan g, Dewan Pers itu berperan sebagai fasilitator Pers dan bertugas mendata keberadaan Pers, agar semuanya dapat di pantau keberadaannya. Jadi bukan jadi aturan, apalagi berubah jadi verifikasi yang berkonotasi lain dengan mendata,” sebut Dr Yudi Krismen, SH., MH (Utema Gea)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA