by

Peran Orang Tua Terhadap Pemulihan Stress Anak Setelah Pembelajaran Daring

Oleh Anitia Pradsna Pramesthi S.Psi - Mahasiswi Magister Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

KOPI, Jakarta – Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk semua kegiatan pembelajaran secara daring mulai tahun 2020. Kebijakan tersebut adalah salah satu langkah antisipasi dampak dari virus Covid -19 yang semakin mewabah di berbagai wilayah di Indonesia. Diterbitkannya dua Surat Edaran oleh Kemendikbud sebagai langkah tepat menghadapi virus corona yaitu Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di lingkungan Kemendikbud. Kemudian Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan.

Setelah penerbitan dua Surat Edaran tersebut, secara otomatis kegiatan pembelajaran di sekolah maupun perkuliahan berlangsung berbeda daripada tahun sebelumnya. Walaupun demikian, demi berlangsungnya proses pembelajaran dan pendidikan, harus diambil langkah cepat dan tepat melalui berbagai pertimbangan yang terukur, salah satunya PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).

PJJ atau yang dinamakan dengan istilah Pembelajaran Daring adalah sistem pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi sebagai penunjang proses belajar mengajar. Menurut Dabbagh dan Ritland (2005:15) pembelajaran daring merupakan sistem belajar tersebar dan terbuka menggunakan perangkat pedagogi (alat bantu pendidikan) seperti teknologi berbasis jaringan dan internet yang bertujuan memberikan fasilitas terhadap pembentukan pengetahuan dan proses belajar melalui interaksi.

Meskipun implementasi sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dipandang sebagai sistem yang kurang efektif dalam kondisi darurat, dimana terjadi peningkatan penyebaran virus Covid-19 dan semua kegiatan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) harus dihentikan. Kondisi tersebut secara langsung mendorong berbagai pihak, terutama insan pendidikan yang harus memiliki kecakapan digital untuk menggunakan teknologi sebagai kebutuhan Pembelajaran Jarak Jauh. Kecapakan tersebut membentuk suatu tindakan berbasis discovery learnig. Menurut Djiwandono (2006:173) menyebutkan keutamaan dari belajar menemukan (discovery  learning) yaitu memunculkan rasa ingin tahu sehingga mampu menemukan  jawaban-jawaban. Kemudian mengajarkan keterampilan penyelesaian permasalah  secara  mandiri melalui analisis sederhana.

Pemanfaatan teknologi dalam PJJ belum sepenuhnya sesuai harapan. Hal tersebut dapat diketahui dari kemunculan berbagai persoalan di tengah masyarakat yang dialami oleh peserta didik, pendidik hingga persoalan yang dihadapi oleh wali siswa atau orang tua siwa. Permasalahan mendasar yang dialami terkait gagap teknologi digital. Kondisi ini mengindikasikan kurangnya penguasaan terhadap penggunaan teknologi dan kendala dalam menggunakan teknologi sebagai sistem pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.

Kendala dan hambatan yang terjadi bukan hanya dari segi sumber daya manusia, namun juga dari segi infrastruktur yang belum optimal seperti jangkauan jaringan internet yang tidak merata di semua wilayah, terutama wilayah terpencil. Bahkan media berupa gadget, smartphone ataupun laptop yang tidak semua orang memiliki fasilitas ini sesuai spesifikasi yang ditentukan.

Berbagai hambatan dan kendala yang terjadi ketika penerapan sistem Pembelajaran Jarak Jauh membuat anak mengalami tekanan psikis dan  mental. Sang anak merasa harus menyelesaikan berbagai tugas sekolah dan harus mengikuti semua materi yang disampaikan oleh guru, namun  kenyataanya fasilitas dan media tidak memadai, bahkan ada juga yang tidak memahami penggunaan fasilitas dan media yang telah tersedia.

Kondisi tersebut lambat laun menjadikan anak merasa tertekan dan stress ketika mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh. Berbagai aktivitas daring seharusnya tidak terlalu banyak membebani anak terkait penguasaan teknologi, teknologi hanya fasilitas pendukung yang harus disesuaikan kemampuan belajar anak dan bukan suatu tekanan dari guru maupun orang tua.

Istilah stress Menurut Kamus Oxford bermakna “pressure or worry caused by the problems in somebody’s life” yaitu kekhawatiran dan tekanan dikarenakan permasalahan yang sedang dialami. Seorang anak atau siswa yang mengalami stress artinya anak itu selalu tertekan dan merasa khawatir terhadap materi dan tugas-tugas yang diterima dari guru. Kekhawatiran tersebut bukan karena tingkat kesulitan soal dan materi yang diberikan, namun terkait metode dan sistem dalam mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh.

Stress yang dialami oleh anak termasuk dalam kategori stress akademik yaitu kondisi terganggunya mental serta emosional karena sumber daya yang dimiliki siswa dengan tuntutan lingkungan pendidikan tidak seimbang sehingga siswa merasa terbebani bermacam tuntutan dan tekanan dari sekolah.

Menurut Prof Dr. Zakiah Daradjat (2003) dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Mental menyebutkan terdapat tiga hal penyebab kondisi seseorang mengalami stress antara lain kecemasan, adanya konflik dan frustasi.

Peran orang tua untuk memulihkan stress pada anak yaitu melalui beberapa tahapan, antara lain menurunkan perasaan cemas. Menurut Soemanto (2003:188) kecemasan yang dialami oleh peserta didik, yaitu  kecemasan  menggambarkan keadaan emosional yang dikaitkan dengan ketakutan. Cara menurunkan kecemasan pada diri anak melalui pendampingan ketika Pembelajaran Jarak Jauh.

Kemudian meminimalkan konflik yang terjadi diluar konteks kegiatan pembelajaran. Menurut  Papp, Silberstein  dan  Carter   dalam  Wilmot  &  Hocker (2001), konflik  yang  muncul  karena adanya reaksi yang sifatnya berantai dan saling bertolak belakang. Orang tua dan anak terkadang memiliki sudut pandang yang berbeda ketika menghadapi suatu permasalahan, apabila dalam proses penyelesaian masalah memiliki persepsi yang sama, maka akan dapat diminimalkan konflik yang terjadi sehingga konflik mudah diselesaikan dengan cepat.

Selanjutnya adalah menjadikan suasana pembelajaran jarak jauh terasa menyenangkan untuk diikuti sehingga anak tidak mengalami frustasi. Menurut  Ardi  Andani  (2005)  frustasi  merupakan kondisi dimana suatu  kebutuhan tidak terpenuhi dengan baik, dan tidak dapat tercapai suatu tujuan. Apabila orang tua mampu menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan sebelum PJJ, minimal memotivasi anak untuk lebih giat mengikuti kegiatan PJJ, bahkan membantu memahami kebutuhan tugas yang sedang dihadapi oleh anak, dengan demikian tujuan dari PJJ akan mudah tercapai yang akhirnya anak akan terhindar dari frustasi.  

Rujukan,

[1] Ardani, Ardi Tristiadi dkk. 2007.Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

[2] Dabbagh, N. and Ritland. B. B. (2005). Online Learning, Concepts, Strategies And Application. Ohio: Pearson.

[3] Djiwandono, S. E. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Wiasara.

[4] Rakhmat, J. (2004). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

[5] Soemanto,  Wasty.  2003.  Psikologi  Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

[6] Wilmot, William W & Hocker, Joyce L, 2001, Interpersonal Conflict 6th edition New York.

[7] Zakiah Daradjat. (1995). Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Toko gunung Agung.

[8] https://www.oxfordlearnersdictionaries.com

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA