by

Eks Kepala BNPT: TNI Dalam Penanganan Terorisme Harus Sesuai Perpres & Persetujuan DPR

KOPI, Jakarta – Dalam rangka Peringati Hari TNI Ke-75, MARAPI Consulting & Advisory bekerjasama dengan Departemen Hubungan Internasional, FISIP Universitas Udayana menggelar Webinar bertema “Pelibatan TNI Dalam Kontra Terorisme,” Sabtu, 31 Oktober 2020.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Purn) Drs Ansyaad Mbai menyatakan bahwa penyebab terorisme itu multi-faktor sehingga dibutuhkan sebuah whole of government approach untuk dapat mengatasinya

Di mana menurutnya, tiap instansi dan lembaga pemerintahan memiliki peran dan tugasnya masing-masing sesuai tugas pokok dan fungsinya.

Ansyaad juga menegaskan bahwa pendekatan terbaik dalam penanganan terorisme adalah pendekatan melalui sistem peradilan kriminal sehingga kepolisian menjadi ujung tombak kontra terorisme.

Ansyaad tambahkan, bahwa TNI memiliki peran penting dalam kontra terorisme sebagai perbantuan jika upaya-upaya penegakan hukum sudah tidak berdaya lagi menghadapi ancaman terorisme

“Peran itu sesuai dengan amanat UU5/2018 dan UU34/2004 yang menegaskan bahwa perbantuan TNI dalam kontra terorisme haruslah melalui sebuah keputusan politik berbentuk perintah presiden dengan persetujuan DPR,” jelasnya

Ansyaah mengingatkan bahwa prinsip tersebut sudah menjadi bagian dari prinsip berdemokrasi dan supremasi sipil sehingga harus ditaati.

“Jelas bahwa salah satu tujuan aksi terorisme adalah memancing respon yang keras dari negara sehingga dapat dijadikan pembenaran tujuan aksi terorisme itu sendiri,” ujarnya.

Ansyaad mengibaratkan terorisme sebagai seekor kucing yang dapat berubah menjadi harimau jika respon negara terlalu berlebihan melalui aksi militer.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Dr I Ketut Rai Setiabudhi menyatakan bahwa TNI sangat diperlukan dalam penanganan terorisme

Namun beliau memberikan beberapa catatan mengenai rancangan peraturan presiden pelibatan TNI dalam kontra terorisme:

Pertama, tugas penangkalan TNI dalam kontra terorisme harus diperjelas apa saya yang termasuk dalam penangkalan sehingga tidak rancu.

Kedua, tugas pemulihan TNI dalam kontra terorisme juga harus diperjelas sampai di mana dan sejauh apa.

Ketiga, tugas penindakan TNI dalam kontra terorisme juga harus diperjelas apa saja dan sampai sejauh apa.

Berikutnya, perlu ada definisi yang lebih jelas mengenai obyek vital dan strategis negara.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Udayanan Wahyu Budi Nugroho, MA menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam kontra terorisme haruslah dengan batasan yang jelas karena berpotensi mengurangi efektifitas TNI dalam menjaga pertahanan nasional dan menyebabkan ketegangan sipil-militer.

Wahyu menambahkan bahwa pendekatan kontra terorisme yang terbaik dalam masyarakat yang sedang mengalami demokratisasi adalah pendekatan tindak pidana sehingga peran TNI adalah sebagai perbantuan kepada kepolisian sebagai institusi penegakan hukum.

Terkaut itu, Wahyu memberikan beberapa catatan mengenai rancangan perpres pelibatan TNI dalam kontra terorisme, yakni:

Pertama, pelibatan TNI dalam kontra terorisme haruslah didasari sebuah keputusan politik.

Kedua, pelibatan TNI dalam kontra terorisme haruslah sebagai pilihan terakhir jika upaya penegakan hukum sudah tidak berdaya atau jika ada keterbatasan kapabilitas penegakan hukum untuk menjalankan operasi kontra terorisme tertentu.

Ketiga, pelibatan TNI dalam kontra terorisme haruslah bersifat sementara dan dengan batas waktu yang jelas.

Keempat, pelibatan TNI dalam kontra terorisme haruslah tunduk pada hukum dan hak asasi manusia.

Dan kelima, pendanaan untuk pelibatan TNI dalam kontra terorisme hanya bisa berasal dari APBN.

Peneliti dan aktivis Marapi Beni Sukadis, MSos menyatakan bahwa dalam supremasi sipil ada pemisahan yang jelas antara otoritas politik dan otoritas pelaksana di mana militer harus tunduk pada supremasi sipil.

Menurutnya, Pejabat sipil terpilih adalah pengemban tanggungjawab membuat kebijakan dan keputusan mengenai keamanan.

“Amanat UU34/2004 menegaskan bahwa TNI menjalankan tugasnya sesuai kebijakan dan keputusan politik negara sehingga dalam melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) keterlibatan TNI merupakan perbantuan dan bukan tugas pokok,” ujarnya.

Beni tambahkan, Hukum yang berlaku juga menegaskan bahwa penanganan terorisme menggunakan pendekatan pidana dan bukan perang.

Jadi, dikatakan Beni, bahwa fungsi penangkalan TNI dalam keterlibatannya dalam kontra terorisme adalah rancu dan berpotensi bertabrakan dengan upaya penegakan hukum oleh institusi-institusi penegakan hukum sipil yang ada.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA