by

GW dan UU Cipta Kerja

Oleh: Syaefudin Simon, Kolumnis/Ghost Writer

KOPI, Bekasi – Pekerjaan yg enak dan tak mengikat adalah ghost writer (GW). GW pekerjaan yang spektrumnya luas. Tapi butuh kemampuan ekstra. Tak hanya harus pinter menulis dgn bahasa yang enak, tapi juga berwawasan luas dengan pergaulan tingkat tinggi.

Sampai saat ini, GW blm terdaftar dalam narasi ketenagakerjaan di Indonesia. GW juga belum dianggap profesi seperti halnya arsitek, dokter, dan lawyer. Belum ada org yg memperkenalkan diri sebagai GW dan kartu namanya menyantumkan pekerjaan sebagai GW profesional. UU Cipta Kerja yang lagi ramai, belum memasukkan GW sebagai naker yang wajib dilindungi. Tapi di beberapa negara Barat, GW sudah dimasukkan sebagai tenaga profesional seperti halnya arsitek dan lawyer.

Bagi orang yang mengerti, GW adalah pekerjaan terhormat. Pejabat negara, elit politik, pengusaha papan atas, niscaya butuh GW. GW adalah pekerjaan elit yang sulit dicari. Itulah sebabnya, GW dalam hal gaji, nego dgn usernya. Dalam struktur perusahaan atau politik, kadang GW dikasih jabatan mentereng. Misal asisten direktur, staf ahli, staf khusus, jubir, dan macam-macam. Tapi kerjanya ya sama.. GW.

Ada sebuah film drama seri “House of Cards” yang menceritakan, seorang first lady jatuh cinta kepada GW Presiden. Suaminya, sang presiden, tak berani mengusik perselingkuhan istrinya, karena rahasia hidupnya ada di GW dan first lady tadi. Jadinya kebijakan presiden ditentukan GW dan sang istri yang selingkuh itu.

Satu hal lagi, GW tak pernah pensiun, kecuali meninggal. Selagi jarinya masih hidup dan otaknya masih berimajinasi, GW tetap bisa bekerja. Tentu dengan orang yang mau membayarnya dengan layak dan disukainya.

Yang terakhir ini penting. Meski seorang pejabat tinggi mau membayar mahal, tapi bila GW tak suka dgnnya, dia tak akan mau. GW tetap punya idealisme.

Dino seorang GW, misalnya, beberapa kali melepaskan kerja sebagai GW untuk tokoh-tokoh yang cara berpikirnya norak dan anarkis. Kata Dino, masih banyak tokoh humanis dan pluralis yang perlu diangkat nama dan popularitasnya untuk memperbaiki negeri ini. Jangan sampai Indonesia terjerumus menjadi negeri gagal karena pandangan hidup yg sempit dan intoleran dari tokoh-tokoh yang dibantunya. (*)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA