by

UKM Mutiara Kita, Save UMKM

KOPI, Jakarta – Kembali, sekilas melihat gambaran UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) kita, ijinkan saya menyampaikan data perkembangan Koperasi dan UMKM Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia per 2018, dimana disampaikan bahwa jumlah UMKM di Indonesia (tahun 2018) saja sudah mencapai jumlah 64.194.057 unit (99,99% ) dari seluruh unit usaha dengan pertumbuhan terhadap tahun sebelumnya sebesar 2,02% yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 116.978.631 orang (96,82) dari seluruh angkatan kerja.

Dengan pertumbuhan terhadap tahun sebelumnya sebesar 0,47%, bandingkan dengan Usaha Besar yang jumlahnya sebesar 5.550 unit (0,01%) dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.619.507 orang (3,18%). Sekedar mengingatkan, bahwa Usaha Mikro memiliki jumlah terbesar, yakni sebanyak 98,70% yang mampu menyerap 87,73% dari seluruh angkatan kerja yang ada.

Dari sisisi lain, UMKM memberikan kontribusi sebesar 61,07% (Usaha Besar sebesar 39,93%) terhadap Produk Domestik Bruto atau sebesar Rp. 8.573,9 trilyun (Usaha Besar sebesar Rp. 5.464,7 trilyun) pada tahun 2018. Data memperlihatkan bahwa kontribusi Usaha Mikro sebesar 37,77% terhadap PDB. 

 Artinya, gambaran ini menyatakan bahwa secara umum UMKM adalah jenis usaha rakyat padat karya yang mampu menampung tenaga kerja dengan tingkat pendidikan dan produktifitas yang rendah. 

Walaupun kelas usahanya kecil-kecil/mikro, namun jumlah yang banyak tersebut berkontribusi cukup signifikan bagi negara dalam hal menjaga stabilitas ekonomi, penyerapan tenaga kerja/mengurangi pengangguran (penyerapan tenaga kerja sebesar 87,73%), PDB (37,77%), penambahan APBN dan APBD melalui perpajakan dan pengembangan dunia usaha.

Jumlah UMKM yang sangat besar ini tersebar merata di seluruh wilayah nusantara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke seluas 3.216.362 km2 yang terbagi dalam 33 propinsi, 332 Kabupaten, 93 Kota, 4.752 Kecamatan dan 67.188 Kelurahan/Desa serta memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 120.598.138 jiwa (tahun 2018) yang mana keberadaannya masih diliputi berbagai macam kondisi, permasalahan dan kelemahan, tanpa rumah perlindungan dengan sistem untuknya bisa tumbuh dan berkembang secara optimal dan seimbang.

Jumlah yang banyak dan bentuk penyebarannya ini berpotensi besar menjadi jangkar penyelamat sekaligus penjaga stabilitas bangsa karena efektif berfungsi sebagai pendorong distribusi ekonomi, dan bahkan politik walaupun tidak secara langsung. Hal ini terbukti saat kita menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 dan krisis ekonomi global tahun 2008-2009.

Tidak lengkap rasanya apabila tidak disampaikan beberapa hal menarik dan penting berdasarkan observasi penulis saat terjun langsung menjadi pelaku usaha mikro selama beberapa tahun secara total, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

UKM (Usaha Kecil Mikro) saat ini umumnya lahir dari keinginan sendiri/keluarga untuk men-siasati situasi ekonominya yang tidak mendukung.

Adapun pelaku UKM adalah pribadi/keluarga yang berhasil bangkit dari kondisi keterbatasan, situasi persaingan yang tidak mudah dan iklim yang belum (sepenuhnya) mendukung.    

Jenis usaha umumnya masih dadakan dan berdasarkan pemetaan usaha yang masih sangat sederhana (otodidak).  

Nilai-nilai Pancasila sudah terlihat melalui sikap dan tingkah laku (termasuk dalam kelompok), namun masih belum berkembang. 

UKM umumnya belum memahami korelasi antara produktifitasnya dengan indikator perekonomian, sehingga semangat kebangsaan (umumnya) belum tumbuh. 

UKM umumnya belum merasakan dukungan pemerintah bagi tumbuh-kembang usahanya, sehingga berpikir harus bisa jalan sendiri. 

Rasanya, kita perlu melihat potensi pengembangan utama UMKM kita (walaupun masih secara kasar), sehingga penulis coba membaginya menjadi 2 (dua) unsur saja, yakni unsur kekuatan dan unsur peluang. Unsur kekuatan utamanya terletak pada jumlah unit usaha dan serapan tenaga kerjanya signifikan, penyebarannya merata memenuhi seluruh daerah dan pelosok bangsa kepulauan ini, pelaku UMKM kita tangguh dan memiliki kearifan lokal (akar nilai Pancasila). 

Sedangkan, unsur peluang utamanya adalah kontribusinya terhadap PDB besar; potensi sumber daya lokal yang menarik dengan keaneka-ragaman (diversity) tinggi, pasar produk UMKM yang besar (nasional dan internasional), dan pemerintah selalu menyuarakan ingin melakukan lompatan besar di sektor ini. Penulis mencatat bahwa Bapak Jokowi mengatakan menjadikan UKM sebagai salah satu kekuatan bangsa (saat kampanye 2014) dan mendorong agar UMKM naik kelas (tahun 2019). 

Mungkin statemen tersebut muncul karena dianggap tidak adanya perubahan atau kemajuan berarti di sektor ini sebelumnya. 

Berdasarkan kedua unsur di atas, maka kombinasi unsur kekuatan dan peluang ini (penulis hanya ingin menyampaikan) mengingatkan kita kepada satu fakta bahwa: “UMKM adalah mutiara yang terserak”. Terserak, terpendam dan terhimpit batu, sehingga sulit terjangkau, apalagi untuk bisa dipoles dan memancar kilaunya. Terserak pudar dijalanan, sehingga ada tangan-tangan cerdas memungutnya. 

Bayangkan apabila kita sadar dan ingat apa yang disampaikan Para Pendiri bangsa kita, sesuatu yang telah disiapkan sebagai alat pemerlaku UMKM yang diciptakan sesuai sejatinya nilai-nilai kita. Suatu pedoman untuk mengelola potensi sumber daya lokal yang menarik itu dengan keaneka-ragamannya yang tinggi. 

Harus didorong menjadi aparat produksi, katanya. Dalam semua itu, negara hadir, kata Bapak Jokowi. Kalau demikian, saat ini sebenarnya adalah momentum kebangkitan UMKM. 

Lantas ada yang bertanya, apa yang bisa kita lakukan dalam kondisi bencana pandemi begini? Bencana tidak sepenuhnya dapat dikendalikan, namun dapat dicegah, diprediksi dan diantisipasi dalam rangka meminimalisir kerugiannya terhadap sektor UMKM. Hendaklah bencana ini harus menjadi PR ke depan dalam membangun resilience sektor UMKM terhadap bencana atau kita harus memiliki manajemen bencana sektor UMKM. 

Hal yang dapat dilakukan pada saat terjadi bencana seperti ini adalah menambahkan konten tertentu pada program tanggap darurat bencana sedemikian, sehingga memiliki multiplier efek dan benefit yang lebih besar sehingga efektif mendukung program rehabilitasi dan restrukturisasi sektor UMKM nantinya. Hal ini haruslah menjadi penting dan perhatian yang serius mengingat situasi ke depan adalah situasi baru atau new normal. 

Program tanggap darurat yang tidak memiliki multiplier efek dan benefit yang lebih besar guna mendukung program rehabilitasi dan restrukturisasi sektor UMKM ke depan hanyalah kesia-siaan dan berpotensi menjadi sumber masalah politik di kemudian hari. Potensi ini sangat besar dengan asumsi situasi ekonomi yang akan semakin memburuk dan dinamika politik ke depan. Berbagai kemungkinan tak terkendali bisa terjadi. Kalau demikian, UMKM kita yang adalah mutiara-mutiara terserak itu akan semakin memprihatinkan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana diharapkan.       

Referensi:

-Makalah Penulis pada “Konferensi Pemberdaya UMKM Nasional”, Auditorium Gharasawala (Gedung Menko Perekonomian RI), 3-4 Juli 2013.

-Observasi penulis saat terjun langsung menjadi pelaku usaha mikro selama beberapa tahun secara total.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA