by

Keterangan Saksi Korban Berbelit, Sidang Dua Aktivis PAMI Berjalan Panas

KOPI, Jakarta – Sidang perkara pidana pencemaran nama baik Rektor Universitas Negeri Manado (UNIMA), Paulina Julyeta Amelia Runtuwene, dengan terdakwa dua aktivis Pelopor Angkatan Muda Indonesia, John Fredy Rumengan alias Romy dan Devij Rony Siwij, berjalan cukup alot di ruang Sarwata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, (04/08/2020) siang.

Saksi korban Rektor UNIMA, Paulina Runtuwene, yang bersaksi di persidangan sempat gelagapan ketika menjawab sejumlah pertanyaan yang dicecar kuasa hukum terdakwa, Haris Azar. Haris meminta saksi korban menjelaskan soal keterangannya bahwa pernah melihat sendiri aksi demo yang dilakukan terdakwa Romy di depan kantor Kemendikti di Jakarta pada tahun 2019 lalu dan sempat berfoto di lokasi aksi demo.

Jaksa Penuntut Umum, Olla, SH, sempat keberatan atas pertanyaan yang diajukan kuasa hukum terdakwa menyangkut bukti foto dimaksud. Menanggapi itu Haris Azar langsung bersuara keras.

“Saya mengejar bukti materi tentang apa alasan saksi korban melaporkan klien saya yang saat ini ditahan dan dihilangkan hak sosial dan terpisah dari keluarganya! Dan sekarang, saya tanyakan ke JPU, apakah punya bukti foto yang dimaksud saksi yang tidak ada dalam BAP di penyidikan padahal proses pemeriksaan klien kami dengan waktu penahanan maksimal tapi bukti seperti ini tidak ada pada penyidik?” tandas Haris dengan nada tinggi yang cukup membuat panas suasana di dalam ruang sidang.

Dalam sidang ini juga, saksi korban awalnya mengaku mengetahui sendiri ada postingan yang berisi gambar dan foto aksi demo di depan Kantor Kementrian Pendidikan Tinggi dan di Istana Negara Jakarta di akun Facebook milik kedua terdakwa.

Menurutnya, baliho dalam aksi demo itu isinya meminta Menristekdikti mencopot jabatan Rektor UNIMA karena bergelar palsu, serta presiden dan menristek melindungi Rektor UNIMA berijazah palsu. “Postingan itu lalu saya caputure sendiri menggunakan handphone, tadinya untuk dokumentasi pribadi,” ujar Paulina Runtuwene.

Saksi korban juga mengatakan, selama tiga tahun dirinya merasa gelisah dan susah tidur, serta keluarganya tertekan dan malu karena saya dituduh menggunakan ijazah palsu. “Sejak itu saya tidak membalas di media karena saya berprinsip tuduhan itu ada tempat yang tepat untuk membuktikan kebenarannya, dan tuduhan ijazah palsu itu tidak benar,” ungkapnya.

Selanjutnya, ketika dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum terdakwa mengenai kapan postingan itu pertama kali dilihat, saksi korban agak gelagapan dan berbelit-belit menjawab pertanyaan sehingga ditegur Ketua Majelis Hakim, Dulhuzin, SH., MH.

Ketika kembali dicecar tentang bagaimana dirinya masuk melihat akun facebook milik kedua terdakwa, saksi korban akhirnya mengaku bahwa dirinya tidak melihat langsung. “Saya tidak melihat postingan tersebut dari akun milik terdakwa tapi dari teman-teman,” ujar Runtuwene yang menepis sendiri pernyataannya sebelumnya bahwa dia melihat sendiri melalui akun facebook miliknya lalu meng-capture menggunakan Hp miliknya.

Suasana berubah memanas ketika majelis hakim menegur Haris Azar, kuasa hukum terdakwa, yang menanyakan kepada saksi korban mengenai jumlah kerugian yang dialami UNIMA sebagai lembaga milik publik yang anggaran operasionalnya dibiayai APBN. Haris mengatakan, pertanyaan itu diajukan karena ada dalam Berita Acara Pemeriksaan terhadap saksi korban.

“Saya tahu anda sudah lama beracara, BAP itu kan hanya petunjuk, tapi kita harus fokus pada dakwaan, hitung-hitungan kerugian biar nanti saja, itu sudah jauh dari pengungkapan kasus ini,” tandas mejelis hakim.

Majelis hakim Dulhuzin akhirnya menunda persidangan untuk kembali mendengarkan keterangan saksi korban dan saksi lainnya pada Rabu, (05/08/2020) pagi.

Sontak teguran hakim itu mengundang reaksi keras dari Haris Azar. Ia mengancam akan melaporkan ulah majelis hakim yang telah membatasi haknya untuk membela kepentingan kliennya.

Usai persidangan, terdakwa Romy Rumengan mengungkapkan keyakinan bahwa dirinya dikriminalisasi.

“Di persidangan kan terbukti saksi korban melaporkan kami dengan bukti yang tidak jelas dari mana diperoleh. Awalnya mengaku dilihat sendiri, kemudian merubah keterangan di bawah sumpah bahwa itu bukti postingan yang dituduhkan kepada saya didapat dari teman-temannya. Ini jelas korban tidak melihat langsung postingan kami,” ungkapnya.

Kasus ini sendiri, lanjut Romy, bermula dari terbitnya Rekomendasi Ombudsman RI Nomor: 0001/REK/0834.2016/V/2018 tangal 31 Mei 2018 tentang mal administrasi yang dilakukan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam penyetaraan ijazah doktor (S3) luar negeri dan kenaikan jabatan fungsional dosen menjadi guru besar atas nama Julyeta Paulina Amelia Runtuwene.

Atas rekomendasi ini ormas Pelopor Angkatan Muda Indonesia yang dipimpin terdakwa Romy mengadakan sejumlah aksi di Jakarta meminta jabatan Rektor UNIMA dicopot.(*)

This image has an empty alt attribute; its file name is madu_banner_PERSISMA.jpg

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA