by

Penyebaran Covid-19 di Indonesia Makin Dahsyat! Bagaimana Solusinya?

Oleh: Dr. HM Amir Uskara, M.Kes, Ketua Fraksi PPP DPR RI

KOPI, Jakarta – Sudah tujuh bulan dunia terpapar virus corona. Sepanjang waktu itu, dunia bersusah payah mengatasi pandemi. Ada negara yang ketat memberlakukan lockdown. Ada menerapkan lockdown terbatas tapi menerapkan protokol Covid-19 dengan keras. Ada yang membiarkan masyarakatnya bebas tapi negara mengendalikan kebebasannya secara menyeluruh. Macam-macam upaya dilakukan untuk mencegah penularan corona.

Hasilnya? Nol besar. Alih-alih penularan berhenti, yang terjadi justru sebaliknya. Penularan corona makin tak terkendali. Bahkan di Cina, negeri yang merasa bisa mencegah penyebaran corona setelah pemberlakuan lockdown di Provinsi Hubei dengan ketat, kini menghadapi penyebaran “mutan” corona yang diperkirakan akan makin dahsyat.

Sekadar kilas balik di Cina, saat corona ditemukan. Seseorang berusia 55 tahun dari kota Wuhan, provinsi Hubei, diduga adalah manusia pertama yang tertular COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona baru. Penelusuran media South China Morning Post menemukan kasus awal tersebut terdeteksi pada 17 November 2019. Setelah itu, ditemukan satu hingga lima kasus baru setiap hari. Pada 15 Desember, total infeksi virus mencapai 27 kasus. Selanjutnya, penyebaran Covid terus meningkat. Hanya dalam 5 hari, 20 Desember 2019, jumlah kasus terinfeksi mencapai 60 orang. Lebih dari dua kali lipat. Tujuh hari kemudian, 27 Desember, Dr Zhang Jixian, kepala departemen pernapasan di Rumah Sakit Provinsi Hubei, melaporkan kepada pejabat kesehatan di China, bahwa virus corona telah menginfeksi lebih dari 180 orang. Dalam sepekan naik tiga kali lipat lebih.

Bayangkan penyebaran awal covid seperti di Cina itu, kini berlangsung di dunia saat ini. Kantor berita AFP dan Reuters melaporkan, dalam tiga hari terakhir pekan lalu (10, 11, 12 Juli 2020), penambahan kasus infeksi corona secara global rata-rata di atas angka 200.000. AFP mencatat, hanya dalam waktu 1,5 bulan terakhir Juni-Juli, jumlah kasus positif Covid-19 di seluruh dunia bertambah 2 kali lipat, menjadi lebih dari 13 juta. AFP juga mendata, sampai 12 Juli 2020, pandemi corona telah menewaskan 565.363 orang

Ironisnya, justru negeri adidaya paling modern, Amerika Serikat, adalah korban terparah pandemi corona. Ini terjadi karena Presiden Donald Trump, tak punya kepedulian terhadap wabah corona sejak awal. Trump, sejak wabah meledak, bersikap antipati, seakan rakyat AS kebal terhadap infeksi corona. Bahkan Trump ikut demo mendukung pembukaan lockdown di beberapa negara bagian seperti New York dan California.

AS sampai saat ini tercatat sebagai negeri paling banyak terpapar corona. Sampai pekan kedua Juli 2020, ditemukan 3,1 juta kasus positif Covid-19 di sana. Dari jumlah tersebut, 133.666 orang tewas.

Negara-negara lain di benua Amerika yg kecenderungannya seperti AS adalah Brazil. Negeri terbesar di Amerika Selatan itu, kini terpapar corona secara luas karena ketidakpedulian pimpinan negaranya terhadap fenomena pandemi. Presiden Brasil, Jair Bolsonaro sering mengatakan virus corona adalah “flu ringan” sehingga rakyat Negeri Samba tidak perlu cemas.

Sky News, Rabu (7/7/2020), menulis, Bolsonaro serampangan menyikapi corona. Pada 31 Maret, misalnya, Presiden Bolsonaro mencap para gubernur yang memberlakukan aturan karantina di wilayahnya, sebagai “pembunuh pekerjaan”. Pada 11 Maret Sebelum corona menyebar sebagai pandemi di seluruh dunia, Bolsonaro mengklaim bahwa ada flu lain yang mampu membunuh lebih banyak orang dibanding corona. Lucunya, ia tak menyebutkan flu apa yang lebih berbahaya dari corona. Bahkan ketika Bolsonaro terinfeksi corona, ia menyatakan dirinya tidak akan mati karena corona. Presiden Brazil ini juga nyaris tidak pernah pakai masker dan menolak social distancing. Alasannya, semua aturan itu dibuat Badan Kesehatan Dunia (WHO) PBB, yang kebijakannya dikendalikan AS.

Cara pandang Bolsonaro ini khas penganut teori konspirasi. Teori konspirasi ini pengikutnya cukup banyak di Indonesia. Conspiration Theory menyatakan, Covid-19 adalah produk buatan AS. Tujuannya agar Cina yan jadi musuh Amerika dalam perang dagang hancur. Kalau teori itu benar, kenapa penduduk Amerika paling banyak terinfeksi?

Sikap dan cara pandang seperti itulah yang membuat Brazil, kini menjadi cluster Covid-19 yang sangat berbahaya. Bloomberg Selasa (7/7/2020), melaporkan bahwa Brasil adalah salah satu pusat penyebaran Covid-19 yang terbesar setelah AS, dengan lebih dari 1,62 juta kasus positif dan kematian 65.000 lebih. Konon, jumlah kasus di atas, adalah data resmi pemerintah. Jumlah sebenarnya di lapangan jauh lebih besar lagi. Bolsonaro sengaja menyrmbunyikan fakta yang sebenarnya.

Setelah melihat kasus corona di dua negara besar itu — AS dan Brasil — bagaimana perkembangan penularan corona di nusantara? Makin berkurang sesuai harapan, atau makin bertambah seperti yang dicemaskan? Sayangnya, hal kedua yang muncul.

Kita lihat Jakarta sebagai barometer Indonesia. Sebelumnya, Penda DKI Jakarta sudah dua kali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tentu harapannya, agar tingkat penyrbaran Covid-19 berkurang. Dengan alasan tertentu, terutama menggulirkan roda ekonomi, Pemda DKI “melonggarkan” — kalau tak bisa dikatakan melepaskan — PSBB. Pasar dan mall dibuka lagi. Transportasi publik seperti bus TransJakart dan kereta Commuter Line beroperasi lagi. Karyawan swasta dan negeri masuk lagi. Restoran dan warung buka lagi. Hasilnya? Kasus positif Covid-19 bertambah lagi.

Tanggal 12 Juli 2020, kasus positif corona melonjak tajam di kota terbesar pertama Indonesia itu. Tercatat di tanggal tersebut, pertambahan kasus mencapai 404 dalam sehari. Jumlah tadi adalah yang tertinggi sepanjang riwayat pendataan positif Covid-19 di Jakarta. Sampai pekan kedua Juli jumlah kasus positif corona di Jakarta mencapai 15.000.

Di kota terbesar kedua, Surabaya, kasus positif corona juga bertambah. Sepsnjang pekan lalu, 7-12 Juli, kasus positif corona di Jawa Timur, terus bertambah. Sampai 14 Juli, lebih dari 17.000 kasus. Sampai akhir pekan lalu jumlah kasus positif di Surabaya sudah mencapai 6.781 kasus kebih. Kecenderungannya terus bertambah.

Hal yang nyaris sama terjadi di Makasar, kota terbesar di Indonesia Timur. Data terakhir yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Makassar, hingga Rabu (8/7) tercatat sebanyak 3.868 orang positif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.575 orang masih dirawat, 676 orang dirawat di rumah sakit, dan 1.899 melakukan isolasi mandiri.

Kota Makassar hingga saat ini masih menjadi episentrum utama penyebaran virus Corona di Sulawesi Selatan. Sedangkan di Sulsel sendiri sampai pekan lalu, 12 Juli 2020, total kasus posirif sudah mencapai 8000-an orang. Kecenderungannya jumlah tersebut terus bertambah, terutama di kota Makssar. Hal ini terjadi karena banyak warga masyarakat, kata Pejabat Walikota Makassar Rudy Djamaluddin, masih abai terhadap penerapan Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19. Terutama di tempat-tempat keramaian seperti pasar, pusat perbelnjaan, terminal, dan lain-lain. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan, karena penyebaran corona akan makin cepat dan luas.

Jika Jakarta, Surabaya, dan Makassar jadi patokan perkembamgan Covid-19 di Indonesia, maka jelas, kondisinya makin mencemaskan. Kita tahu infrastruktur kesehatan di tiga kota itu adalah “di antara” yang terbaik dan terlengkap dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Bila Jakarta, Surabaya, dan Makassar saja kedodoran menghadapi ancaman Covid-19, lalu bagaimana dengan kota-kota lain? Juga bagaimana dengan kota-kota kecil dan desa- desa yang penduduknya — maaf — abai terhadap bahaya corona dan enggan memakai Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19?

Fenomena itukah yang menyebabkan WHO, Australia, dan Malaysia mengkhawatirkan Indonesia akan menjadi cluster gigantik Covid-19 di dunia? Tentu, kita tidak menghendaki hal seperti itu terjadi. Makanya, pemerintah harus berjuang sekuat tenaga untuk menyetop penyebaran corona di bumi pertiwi. Rasanya tidak cukup hanya mengikuti standar pencegahan minimal seperti rajin cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak. Tapi harus lebih jauh dari itu. Yaitu memperluas daerah penyemprotan desinfektan, memperluas penghijauan, menyediakan secara luas persediaan air minum yang sehat, menyediakan sarana olahraga yang memadai, dan menyediakan gizi makanan yang baik dan murah untuk rakyat. Semua itu akan menambah kekebalan tubuh dari serangan infeksi corona.

Kita bangsa Indonesia tidak boleh sedikit pun lengah menghadapi pandemi corona. Mencermati percepatan paparan corona di Cina, Amerika, dan Brazil seperti gambaran di atas — bangsa Indonesia harus bersatu padu mengatasi pandemi. Pilihannya hanya dua. Hidup atau mati!

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA