by

Masyarakat Keberatan PPDB Mengacu pada Usia Anak Didik

KOPI, Karawang – Terkait isu PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru) dengan kategori usia yang menimbulkan gejolak dalam masyarakat, terutama orang tua siswa keberatan dengan kategori tersebut.

Hal tersebut menarik perhatian salah seorang tokoh masyarakat, Abdul Halim, yang akrab disapa ‘Ebeh Halim’ dan telah menjabat sebagai Kepala Desa Duren, Kecamatan Klari, Karawang, selama 3 periode.

Berdasarkan beberapa laporan dari orang tua siswa yang berdomosili di wilayah Klari yang menyampaikan keluhan terkait peraturan tersebut. Menurutnya, jika PPDB mengacu pada usia anak didik, maka ini merupakan diskriminasi.

“Seharusnya setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan amanat perundang-undangan,” ucap Ebeh.

Kalo Pemerintah menerapkan sistem ini, berarti Pemerintah sudah melanggar undang-undang. “Kenapa saya mengatakan melanggar undang-undang, karena telah mengkebiri hak warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan,” jelas Ebeh yang merupakan Komite dari salah satu SMP di wilayah Klari.

Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa hak seseorang yang berusia 11 tahun berhak mendapatkan pendidikan di SMP, tetapi dikebiri oleh aturan. “Wajar jika saya menanyakan dimana Hak Asasi Manusia, dimana KPAI, dimana adanya negara,” ucap Ebeh.

Disini negara harus memahami, jangan negara diatur oleh suatu aturan yang menyusahkan masyarakat. “Ingat SMP itu kebijakannya ada di tangan Bupati bukan di tangan Menteri,” ujar Ebeh.

Kalo Bupati menghilangkan aturan tersebut, berarti Bupati tersebut tidak melanggar undang-undang dan tidak melanggar hukum, tetapi Ia hanya seorang Pemimpin yang tidak patuh terhadap regulasi Menteri,” tegas Ebeh saat ditemui oleh awak media Pewarta-indonesia, Rabu (1/7/2020).

Karena Bupati bertanggung jawab bukan terhadap Menteri tapi kepada Gubernur. Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Yang sangat disesalkan, ketika ketidakadilan dalam sistem PPDB muncul, pihak pers, pegiat pendidikan, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang katanya sebagai sosial kontrol tapi tidak ada yang berani bertindak.

“Saya selaku Kepala Desa dan Komite, ada dua kebijakan yang akan saya keluarkan, yaitu jika pihak sekolah tidak bisa mencabut aturan tersebut, maka kami dari pihak Pemerintah Desa akan menuntut sekolah tersebut,” pungkas Ebeh Halim. (Dede N-KOPI)

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA