by

Hari Anak Nasional dan Daftar Persoalan Baru di Masa Pandemi Covid-19

KOPI, Jakarta – Sejak 2 hari terakhir ini ada sebuah kisah yang sedang viral di media sosial mengenai sulitnya sekolah di masa pandemi COVID-19. Kebetulan situasi sekolah ini juga bertepatan dengan Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli 2020 lalu. Entah siapa penulis kisah ini, karena ada bagian awal atau akhir yang dipenggal.

Kisah ini tentang seorang yang tak sengaja melihat anak usia SMP di sebuah warnet sedang mengerjakan tugas sekolah yang menghabiskan biaya hingga puluhan ribu rupiah, karena harus diketik dan dicetak. Padahal bagi sebagian anak sekolah, biaya sebesar itu mungkin terlalu mahal, karena situasi ekonomi sekarang mulai sulit. Banyak yang menyatakan sangat prihatin membaca kisah itu.

Mungkin saja kisah itu cuma fiktif belaka. Namun sejak beberapa bulan terakhir memang muncul beberapa kisah yang mirip beredar di media sosial tentang bagaimana seluruh sekolah yang menerapkan belajar online di masa pandemi COVID-19 malah menambah beban para orangtua murid, karena harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli kuota internet. Ternyata itu masih ditambah lagi dengan tugas dari guru yang justru tak sejalan dengan belajar online, yaitu keharusan bagi murid mencetak tugas yang diberikan guru.

Kita semua sedang khawatir pada hasil dari belajar online yang sedang diterapkan karena adanya pandemi COVID-19 ini. Apakah murid tetap bisa menguasai materi pelajarannya sebaik seperti saat diberikan langsung oleh guru di sekolah? Apakah semua murid bisa mengikuti cara belajar online, karena tak semua memiliki perangkat untuk belajar online, seperti HP atau laptop? Apakah semua murid memiliki uang untuk membeli kuota internet?

Sampai kapan pandemi COVID-19 ini akan terus berlangsung? Para ahli di seluruh dunia lebih banyak yang memperkirakan, bahwa pandemi ini masih akan berlangsung lama, bahkan masih akan berlangsung setahun lagi.

Vaksin dan obat memang harus melalui waktu dan prosedur yang panjang untuk bisa diproduksi massal di seluruh dunia. Sebelum vaksin dan obat ditemukan, maka tiap negeri terancam keruntuhan ekonomi jika terjadi ledakan pasien yang mendadak di berbagai rumah sakit.

Menutup sekolah adalah salah satu cara untuk mencegah munculnya ledakan pasien. Sekolah adalah salah satu tempat yang paling rawan untuk menularkan virus. Murid sekolah harus dicegah untuk tak menjadi penyebar virus dari rumah ke sekolah atau sebaliknya.

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari situasi ini? Sejak beberapa bulan terakhir ini sudah muncul di media sosial beberapa keluhan dan sekaligus usul yang diberikan masyarakat seperti di bawah ini:

  1. Cara belajar tak perlu ditentukan oleh guru, sekolah atau pemerintah. Cara belajar harus fleksibel.
  2. Situasi sekarang adalah situasi yang membuat stres dan depresi, jadi cara belajar apapun harus tidak membebani murid, terutama di soal biaya.
  3. Ada test yang dibuat oleh guru (atau sekolah, tapi bukan ditentukan oleh pemerintah) untuk mengukur apakah murid menguasai berbagai pelajaran yang ada (tentu testnya bukan seperti yang diceritakan oleh di media sosial di atas).
  4. Testnya berupa pertanyaan atau tugas yang dijawab atau ditulis dalam bentuk beberapa kalimat atau esai (tidak harus dikerjakan dengan perangkat digital).
  5. Untuk tidak menambah beban orangtua dan murid, semua murid harus naik kelas dan harus lulus pada tahun ajaran sekarang ini (bukankah untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan ada test juga, apalagi untuk bekerja).
  6. Meski demikian, pemerintah dan masyarakat harus menyadari, bahwa para murid ini membutuhkan standar kualitas belajar agar Indonesia tidak memiliki satu generasi yang tidak kompetitif.
  7. Hampir seluruh dunia sedang berhadapan dengan persoalan yang sama. Peran serta masyarakat harus didorong untuk ikut bersama mencari jalan keluar dari persoalan belajar-mengajar ini.
  8. WHO dan pemerintah sudah mengingatkan, bahwa ada bahaya yang mengancam kita semua di seluruh dunia, yaitu munculnya gelombang stres atau depresi, karena situasi yang dihasilkan oleh pandemi COVID-19 ini.
  9. Stres atau depresi bisa menurunkan produktivitas, menurunkan kecerdasan, menurunkan kemampuan memecahkan masalah, menurunkan kesehatan tubuh, dan merusak perilaku.
  10. Semua harus terlibat untuk mencari jalan keluar untuk ikut mengatasi ancaman gelombang stres atau depresi.

Selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli 2020.

M. Jojo Rahardjo

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA