by

Wilson Lalengke: Keberhasilan ‘Belajar dari Rumah’ Sangat Ditentukan Kerjasama Guru dan Orang Tua Siswa

KOPI, Jakarta – Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 sudah di depan mata. Akan dimulai pada bulan Juli 2020, untuk tahun ini terasa berbeda disebabkan oleh Pandemi Covid-19.

Hal yang biasa dilakukan dalam menyambut tahun ajaran baru adalah orang tua akan mempersiapkan seragam baru, sepatu, tas, buku dan alat tulis. Sang anak pun akan bersukacita menyambut tahun ajaran baru karena akan segera dan bertemu dengan guru dan teman-temannya.

Tapi untuk tahun ini tidak akan ada persiapan apapun karena Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan dilaksanakan di rumah untuk daerah yang berada di zona kuning, oranye, dan merah, kecuali zona hijau diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kebijakan tersebut diambil berdasarkan siaran pers No. 13/Sipres/AG/VI/2020 yang diterbitkan oleh Kemendikbud dan beberapa pihak terkait, yaitu tentang Panduan Penyenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Covid-19, melalui Webinar, Senin (15/6/2020).

Menurut Kemendikbud, Nadiem Anwar Makarim mengatakan, “Prinsip dikeluarkannya kebijakan pendidikan di masa Pandemi Covid-19 adalah dengan memprioritas kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga pendidik, keluarga dan masyarakat”.

Ia menegaskan, proses pengambilan keputusan dimulainya pembelajaran tatap muka bagi satuan pendidikan di kabupaten/kota dalam zona hijau dilakukan secara ketat dengan persyaratan berlapis.

Berikut beberapa persyaratan yang harus terpenuhi bagi satuan pendidikan yang akan melakukan pembelajaran tatap muka, antara lain:

  • Keberadaan satuan pendidikan di zona hijau
  • Pemerintah Daerah atau Kantor Kemenag memberi ijin
  • Satuan pendidikan sudah memenuhi semua daftar periksa dan siap melakukan pembelajaran tatap muka.
  • Orang tua/wali murid menyetujui putra/putrinya melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.

“Jika salah satu dari empat syarat tersebut tidak terpenuhi, peserta didik melanjutkan ‘Belajar dari Rumah’ secara penuh,” tegas Mendikbud.

Nadiem mengajak semua pihak termasuk seluruh Kepala Daerah, Kepala Satuan Pendidikan, Orang tua, Guru dan masyarakat bergoyang royong di semua ini. “Saya yakin kita pasti mampu melewati semua tantangan ini” katanya.

Berikut rincian tahapan pembelajaran tatap muka Satuan Pendidikan di Zona hijau:

  • Tahap I : SMA, SMK, MA, MAK, STMK, SMAK, Paket C, SMP, MTS, Paket B
  • Tahap II dilaksanakan dua bulan setelah tahap II: SD, MI, Paket A, dan SLB
  • Tahap III dilaksanakan dua bulan setelah tahap II: Paud formal (TK, RA dan TKLB) dan non formal.

Dengan catatan untuk madrasah berasrama pada zona hijau harus melaksanakan ‘Belajar dari Rumah’ serta dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi (dua bulan pertama). Pembukaan asrama dan pembelajaran tatap muka dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan mengikuti ketentuan pengisian kapasitas asrama.

Begitu pun untuk suatu pendidikan di zona hijau, kepala satuan pendidikan wajib melakukan pengisian daftar kesiapan sesuai protokol kesehatan kementerian, Kemendikbud akan menerbitkan berbagai materi panduan seperti program khusus di TVRI, infografik, poster, buku saku, dan materi lain-lain.

Lebih lanjut, untuk sistem pembelajaran di lingkungan Perguruan Tinggi, pada tahun ajaran 2020/2021, Tahun Akademik Pendidikan Tinggi Agama 2020/2021 dimulai pada September 2020.

Metode pembelajaran pada semua zona wajib dilaksanakan secara daring untuk mata kuliah teori. Sementara untuk mata kuliah praktik, semaksimal mungkin dilakukan secara daring. Namun, jika tidak dapat dilaksanakan secara daring maka mata kuliah tersebut diarahkan untuk dilakukan di akhir semester.

Pemimpin Perguruan Tinggi pada semua zona hanya mengizinkan aktivitas mahasiswa di kampus jika memenuhi protokol kesehatan dan kebijakan yang dikeluarkan direktur jenderal terkait. Kebijakan tersebut antara lain mencakup kegiatan yang tidak dapat digantikan dengan pembelajaran daring seperti penelitian di laboratorium, skripsi, tesis dan disertasi, tugas laboratorium, praktikum, studio, bengkel, dan kegiatan akademik/vokasi serupa.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam siaran pers tersebut menarik perhatian seorang Tokoh dan Pengamat Pendidikan, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., untuk memberikan pendapat terkait kebijakan tersebut. Menurutnya, Proses Belajar Mengajar (PBM) dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, dengan berbagai strategi, pola atau metode yang disesuaikan dengan kondisi atau keadaan yang ada.

Namun, ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus terkait kebijakan ‘Belajar dari Rumah’ diantaranya: petunjuk teknis atau SOP yang akan diterapkan dalam implementasi ‘Belajar dari Rumah’; kesiapan SDM Kependidikan; fasilitas atau sarana-prasarana pembelajaran dan finansial; lingkungan sosial peserta didik; Guru atau tenaga kependidikan yang mumpuni untuk mendidik.

Selain itu, sistem manajemen pendidikan ‘Belajar dari Rumah’ harus didukung oleh fasilitas dan sarana-prasarana belajar, seperti perpustakaan maya, laboratorium maya, jaringan internet, peralatan komputer dan variannya, dan lain-lain wajib tersedia.

“Hal yang terpenting adalah peran Wali kelas dan orang tua masing-masing individu siswa menjadi penentu keberhasilan program ‘Belajar dari Rumah’. Karena lingkungan sosial masing-masing peserta didik berbeda-beda, ini membutuhkan kerjasama yang baik antar Wali kelas dan keluarga peserta didik,” jelas Wilson Lalengke melalui pesan WhatsApp ke redaksi media ini, Kamis (18/6/2020).

Lebih lanjut, Alumni PPRA-48 Lemhannas Tahun 2012 ini menyampaikan bahwa penyampaian materi secara daring akan maksimal bila SDM guru dan tenaga kependidikan yang mumpuni menjadi salah satu kunci keberhasilan pencapaian penyampaian materi secara daring.

“Masih banyak strategi lain yang bisa dilakukan yaitu guru kunjung, kuliah umum, tutor sebaya, dan pemberian tugas kelompok juga menjadi salah satu cara yang efektif,” paparnya.

Menurut lulusan Utrecht university, Belanda, dan Linkoping University, Swedia, Program Master di bidang Applied Ethics bahwa bukan berarti ‘Belajar dari Rumah’ membuat pembelajar tidak maksimal. Tetapi, di jaman canggih dengan teknologi informasi yang sangat maju saat ini, sumber belajar tersedia di mana-mana. Sudah semestinya kualitas pendidikan lebih maju dan semakin tinggi.

“Semua ini bisa terjadi jika, para pembelajar benar-benar serius belajar, memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, dan bertanggung jawab terhadap masa depannya,” kata Wilson.

Banyak kelebihan yang didapatkan dari proses ‘Belajar dari Rumah’ diantaranya, peserta didik memiliki waktu luang yang amat banyak dan memiliki kebebasan belajar yang leluasa, pilihan-pilihan yang dapat ditentukan oleh individu masing-masing tanpa diintervensi oleh guru atau lingkungan sekolah secara fisik.

“Sebagai Pendidik, Saya faham betul bahwa pendidikan secara konvensional di sekolah selama ini telah melahirkan generasi seragam yang kompetensinya cenderung seragam dan sulit berkembang,” papar Wilson Lalengke selaku Ketua Umum PPWI Pusat.

Potensi individual, terutama bakat intelektual alamiah, anak per anak tidak dapat berkembang secara maksimal karena pola pembelajaran klasikal konvensional yang kaku dan cenderung menutup perkembangan potensi spesifik anak-anak didik. “Nah, dengan pembelajaran dari rumah, Saya optimis bakat-bakat khusus setiap siswa dapat berkembang lebih leluasa dan maksimal,” ucapnya.

Ia pun berpesan kepada peserta didik yang akan menempuh ‘Ujian Nasional’ bahwa “harus lebih fokus dalam belajar yaitu dengan membahas soal-soal, mengerjakan tugas-tugas akhir, memperbanyak interaksi belajar dengan sumber belajar (guru, perpustakaan maya), mengikuti kursus atau bimbingan belajar online, dan lain-lain”.

Beberapa solusi yang dapat diterapkan oleh tenaga pendidik agar penyampaian materi kepada peserta didik dapat tersampaikan dengan hasil maksimal antara lain:

  1. Guru harus mempersiapkan diri sebaik mungkin dan menguasai perangkat kerja serta kemampuan kerja sebagai pengajar di dunia maya.
  2. Tugas Pemerintah adalah memfasilitasi setiap guru untuk mendapatkan bimbingan belajar, pelatihan, dan pengembangan diri agar layak menjadi guru maya yang profesional.
  3. Pemerintah dan masyarakat perlu mempersiapkan fasilitas sekolah, guru, perpustakaan maya, laboratorium maya, olahraga maya, dan fasilitas sarana-prasarana bagi siswa mesti disediakan secara memadai. Dengan pendanaan bagi dunia pendidikan sesuai amanat konstitusi negara harus terpenuhi dengan baik dan konsisten oleh Pemerintah.
  4. Sinergitas antara Sekolah, Guru dan Orang tua siswa harus berjalan dengan mengupayakan lingkungan yang nyaman dan kondusif.
  5. Komunikasi dan koordinasi antara guru dan orang tua siswa harus ditingkatkan dan terus memantau kegiatan dan hasil pembelajaran siswa, sehingga PBM dari rumah akan maksimal. (Neneng JK)

Sumber : www.kemendikbud.go.id

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA