by

Menakar Peta Politik Pilpres 2024

KOPI, Jakarta– Political and Public Policy Studies (P3S) yang dipimpin Jerry Massie dengan menggandeng PEWARNA Indonesia berhasil menggelar diskusi webinar zoom bertajuk “Menakar Peta Politik 2024” pada Jumat (19/6/2020) yang  diikuti oleh 100 peserta dari 22 provinsi di Indonesia baik itu dari unsur akademisi, wartawan, praktisi, pimpinan bawaslu daerah, profesional hingga mahasiswa. Acara ini dipandu President Milleneals Standpoint, Vivin Sri Wahyuni.

Direktur Perludem Titi Angraini saat tampil sebagai keynote speaker dalam webinar ini, dirinya membahas terkait Pilkada 2020 dan pilkada selanjutnya.

“Sangat bagus apabila ada tokoh-tokoh alternatif baru yang muncul di petarungan politik 2024 nanti. Semakin banyak pilihan semakin berwarna. Tapi banyak aspek kepemiluan yang harus diperhatikan,” katanya.

Dia mencontohkan, seperti RUU pemilu yang menetapkan bahwa calon yang ingin maju pada pemilu 2024 harus memenuhi 25 % kursi dari pemilu sebelumnya.

“Maka dengan ada RUU Pemilu ini kesempatan untuk memunculkan tokoh alternatif untuk Pemilu 2024 sangat tidak mungkin. Karna tidak bisa memenuhi syarat atau dengan kata lain banyak tokoh alternatif yg hendak di dorong akan tetapi saluran untuk menominasi kandidat tidak dibuka.

Kordinator Komite Pemillih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow mengupas soal trend politik Indonesia yang semakin mengarah kepada politik oligarki.

“Maka untuk mensiasatinya dengan membuka lebih banyak kandidat. Apabila dilaksanakan, harus memaksimalkan partisipasi masyarakat dan kewaspadaan “awarness” lantaran pilkada diselenggarakan (tahun ini) masih di masa pandemi ini,” tuturnya.

Sementara Direktur Indopoling Wempy Hadir mengemukakan terkait peta kekuatan politik yang ada saat ini.

“Menurut pengamatan saya akan ada paling tidak tiga pasangan calon presiden pada pemilu 2024. Berangkat dari realitas politik saat ini, maka PDI Perjuangan tetap menjadi pendulu pilpres yang akan datang. Apalagi partai PDIP adalah rulling partai (punya presiden dan partai pemenang pemilu 2019). Maka tidak heran PDIP menjadi lirikan bagai semua parpol untuk membangun kerja sama politik. Hal ini bisa dilihat bagaimana Prabowo Subianto pada tanggal 24 Juli 2019 yang lalu membangun komunikasi dengan ketua Umum PDIP Ibu Megawati,” katanya.

“Prabowo sadar bahwa dia mesti membangun komunikasi dengan DPIP agar memudahkan dirinya untuk membangun koalisi pada pilpres yang akan datang. Selain itu, platform kedua partai memang tidak bertolak belakang,” ucap Wempy.

Dengan demikian, terangnya, bisa petakan bahwa, jika Prabowo maju dalam pencapresan maka PDIP tentu akan mengambil posisi wakil
a. Poros Pertama, Koalisi Gerindra-PDIP (PPP?) = (Prabowo Subianto, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Tri Rismaharini) (225 kursi DPR RI)
b. Poros kedua, Nasdem-PKS-PAN = (Anis Baswedan, Susi Pudjiastuti dan Ridwan Kamil) (153 kursi DPR RI).
c. Poros ketiga, Demokrat-PKB-Golkar = (AHY, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartanto, Erick Tohir) (177 kursi DPR RI). Jadi bisa dilihat bahwa, ada beberapa calon potensial yang bisa dijadikan alternatif oleh masing-masing poros.

“Namun peta masih sangat dinamis artinya masih ada potensi untuk melakukan penjajakan kerjasama/ koalisi menuju pilpres 2024, apalagi pilpres masih empat tahun lagi,” ungkapnya.

“Mengapa Pilpres 2024 diperebutkan? Tidak bisa dipungkiri bahwa kekuasaan politik memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Bahkan Negara mempunyai kekuasaan yang otoritatif dalam mengalokasikan nilai kepada masyarakat seperti yang digambarkan Ilmuwan ilmu politik David Easton.  Oleh sebab itu tidak heran kekuasaan politik selalu menjadi rebutan oleh sebuah orang,” tandasnya

Direktur Median Rico Marbun berpendapat bahwa perlu adanya perubahan regulasi terutama tentang Presidential Threshhold (PT) agar kandidat yang bukan yang ‘itu lagi itu lagi bisa muncul.

“Presidential threshold nol persen perlu didorong ramai-ramai.
Contoh, 2018 lalu median pernah rilis survei. Untuk itu, dia berharap tema ekonomi akan penting di 2019 lalu. [Dan ada tokoh seperti Rizal Ramli yang muncul dalam 3 besar persepsi publik paling kompeten,” terangnya.

“Dan tokoh yang sama juga muncul sebagai tokoh alternatif dalam survei Kedai Kopi beberapa waktu lalu. Tapi tokoh seperti Rizal dan yang lain-lain tidak akan pernah memiliki kesempatan bila aturan ini masih berlaku,” kata Rico.

Direktur Kedai Kopi Kunto Arif Wibowo memaparkan atau mengupas sejumlah nama yang melejit.

Survei Tokoh Alternatif Nasional menempatkan tokoh-tokoh politisi nasional yang memiliki persepsi baik di hadapan publik Indonesia serta mempunyai potensi untuk berkontestasi dalam pertarungan politik Indonesia ke depan.

Survei yang diselenggarakan oleh Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik) menemukan faktor yang disukai masyarakat pada sosok Susi Pudjiastusti, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Tri Risma, Sri Mulyani, Andi Amran Sulaiman, Khofifah, Amran Sulaiman, dan Rizal Ramli.

“Nama-nama tersebut mula- mula didapatkan melalui Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan dengan perwakilan dari setiap provinsi secara daring. Sebelum survei dilakukan untuk menyaring nama sekaligus menajamkan isu yang akan ditanyakan pada responden,” ungkapnya.

Dari laporan hasil akhir survei terkait tingkat kesukaan publik adalah: Susi Pudjiastuti, Anies Baswedan Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Sri Mulyani, Andi Amran Sulaiman, Khofifah Indar Parawansa dan Rizal Ramli.

Survei yang digelar secara nasional (34 provinsi) pada tanggal 27 April- 8 Mei, 2- 4 Juni 2020 dengan melibatkan 1200 responden dengan metode online survey ini secara umum menggambarkan tingkat kesukaan publik terhadap para tokoh alternatif Indonesia.

“Hal yang menarik dari hasil survei tokoh ini adalah tingginya tingkat kesukaan terhadap Susi Pudjiastuti yang merupakan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode pemerintahan Jokowi sebelumnya. Susi Pudjiastuti dipersepsikan publik sebagai sosok yang berani (21,3%), walaupun dirinya memiliki kekurangan karena pendidikannya yang tidak formal (2,9%),” katanya.

“Selain itu juga muncul nama Andi Amran Sulaiman yang merupakan Mantan Menteri Pertanian sebagai satu-satunya tokoh yang berasal dari Indonesia Timur dan menjadi tokoh yang mewakili Indonesia Timur. Andi dipersepsikan publik memiliki kinerja baik (4,6%), walaupun dirinya kurang dikenal (2,4%),” tambahnya.

Sementara itu  Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilai peluang di luar ibukota untuk 2024 ada Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil maupun Gubernur Khofifah Indar Parawangsa

“Anies Baswedan juga berpeluang besar. Covid-19 adalah representasi capres. Dua tokoh mileneal yakni Erick Thohir dan Sandiaga Uno. Alasan mendasar, kecepatan, kesiagaan sampai ketepatan mengambil policy and decision (kebijakan dan keputusan) menjadi kartu AS. Erick tokoh milenial potensial yang credible,” kata dia.

Dia pun mengingatkan pemilih mileneal cukup dominan yakni 80 juta atau 40 persen daru 185 juta pada pilpres lalu. Dengan mulai surut bahkan turun elektabilitasnya Prabowo bahkan PDIP, ini menjadi sinyalemen positif bagi figur lain. Kemapanan, ketegasan dan visioner menjadi poin penting penilaian publik pada Pilpres 2024 mendatang.

“Saya nilai saat ini rakyat butuh bukan sekadar imaging political (politik pencitraan) tapi political action (tindakan politik). Bukan hanya umbar janji atau politik jual kecap bahkan politik dagang sapi, tapi the real politik. Saya prediksi swing voters (pemilih mengambang) akan meningkat pada Pemilu 2024,” kata Jerry.

Data statisiknya pada 2019 yakni 13 persen bertambah undiceded voters. Lantaran sejumlah UU yang digodok tak sesuai dengan keinginan dan kemauan publik. Sebut saja RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), UU Omnibus Law yang ditolak kaum buruh, UU pemindahan ibukota baru, Kesehatan, Pajak, Tenaga Kerja. Soal Pepres No. 40/2004 tentang BPJS, UU Tapera No 4 Tahun 2016. Belum lagi 12 RUU-KHUP kontroversi dari Santet sampai Aborsi. Jelas ini akan sangat merugikan partai-partai besar. Belum lagi Perppu No. 1/2020 tentang Pandemik Covid-19.

“Ini barang kali ini akan menurunkan kredibilitas partai pendukung pemerintah. Boleh jadi, swing voters dan undiceded voters bisa mencapai 30 persen, yang mana pada 2019 mencapai 25 persen,” lanjutnya.

Politik etis akan menjadi barometer kemenangan calon pada Pilpres 2024 bukan politik praktis.

“Pasalnya, rakyat kerap jadi kelinci percobaan. Tokoh konservatif lainnya adalah Rizal Ramli. Mantan Menko Ekuin di era mendiang Presiden Gus Dur ini berpeluang, lantaran selain dekat dengan rakyat kecil, suka membantu terhadap kaum marjinal serta cinta dan peduli rakyat. Beliau tipikal bukan hanya pencitraan tapi tindakan nyata. Rizal calon alternatif dari kalangan profesional, akademisi dan aktivis,” terangnya.

Suara lantangnya membela kelompok terzalimi menjadi acuan baginya di Pilpres 2024. Calon presiden rakyat 2019 lalu ini memang tak didukung partai di parlemen tapi aura politiknya cukup kuat.

“Untuk calon ketua parpol maka Surya Paloh cukup berpotensi lolos pada 2024 ini. Salah satu tokoh dari parpol ini berpotensi maju pada bursa Pilpres 2024. Untuk the giant party (partai raksasa) Golkar akan sangat sulit untuk lolos,” tandas Jerry.

Berbeda dengan Pemilu 2014 Golkar berhasil maraup 330 kursi. Sementara Jawa Timur atau daerah green zone (zona hijau) masih akan dikuasai PKB, Jateng (Red Zone, PDI-P), Jabar (White Zone, Gerindra dan PKS), Banten (Yellow Zone, Golkar). Jakarta adalah wilayah white and red zone.

“Kekuatan ini bisa bergeser pada Pilpres 2024, jika melihat road mapping politik saat ini. Tetap daerah perang politik di Jawa tetap seru. Jabar dengan pemilih terbanyak 33,2 juta, Jatim 30,9 Juta, Jateng 27 Juta. Jakarta 7,7 juta pemilih, Banten 7,4 juta dan Jogja 2,7 juta jadi total 118,8 juta,” paparnya.

“Pemilih di Pulau Jawa hampir 60 persen dari 192 juta pemilih pada pilpres 2019 lalu. Jika Ganjar berpasangan dengan Ridwan Kamil maka 33 juta dan 27 maka ada 60 juta suara keduanya. Jika Khofifah-Ridwan (63 juta), Ganjar- Anies (34 juta), Anies-Ridwan (40 juta), Khofifah-Anies (37 juta), Ridwan-Khofifah (60 juta),” jelasnya.

Lawan tangguh juga jika Prabowo- Puan ditandemkan. Alasannya sederhana kedua partai ini menguasai parlemen selain Golkar. PDIP meraup 128 kursi dan Gerindra 78 kursi pada pemilu lalu. Berarti perkawinan politik PDI-P dan Gerindra.

Jika dilihat gelagat Prabowo dengan merapat ke koalisi PDI-P. Ini setidaknya, sinyalemen red and white akan berafiliasi politik.

“Itulah gambaran peta politik 2024. Indikiator kemenangan terletak pada branding, political market share, strategy, building issues, approaching political, political marketing, team work and political warfare,” pungkasnya.

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA