Cerpen esai oleh Asep Lesmana Sanjaya
KOPI, Bandung – Pagi itu matahari belum terlalu terik memancar. Suasana tampak berbeda dari biasanya terlihat di aula sebuah Lembaga Pemasyarakatan tidak jauh dari pusat ibukota Jakarta. Roman ketegangan menghiasi beberapa orang berkaos oblong, bercelana panjang dan bersandal jepit. Wajah mereka ditutupi masker namun mata mereka tak mampu menyembunyikan kegelisahan dan raut tanda tanya. Mereka duduk berjejer di kursi plastik berwarna hijau muda. Di depan mereka tampak seorang pria relatif muda berpakaian seragam khas petugas lembaga pemasyarakatan yaitu atasan biru muda dan celana panjang biru tua [1] sedang menata microphone dan sesekali mengecek suaranya. Sementara sejumlah petugas lainnya berdiri mengawasi di sekitar aula.
Setelah beberapa saat, seorang pria paruh baya dengan penuh wibawa memulai pembicaraan dengan microphone. Arahan dan wejangan formal pun meluncur dari mulutnya selama sekitar sepuluh menit. “Tibalah kini saya umumkan sebuah berita gembira untuk saudara semua. Bahwa saudara warga binaan yang duduk di aula ini terpilih untuk menjalani program asimilasi [2] dari pemerintah sebagai bagian dari upaya pencegahan penyebaran Covid 19. [3] Saudara akan segera bebas.” tutur kepala Lembaga Pemasyarakatan tersebut yang disambut beragam ekspresi oleh para napi atau warga binaan yang terpilih. Ada yang bersujud syukur, ada yang mulutnya berkomat-kamit sambil mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah, ada pula yang celingak celinguk melihat ke kanan dan ke kiri seolah tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
Boni, Toni, dan Syahroni adalah di antara yang terpilih dalam program asimilasi. Kebetulan pula mereka memiliki hubungan yang cukup erat selama di Lapas. Boni berperawakan tinggi kekar dengan beberapa gambar tato naga dan macan di lengan dan lehernya. Boni memiliki seorang istri dan seorang anak. Toni lelaki kurus dengan tinggi rata-rata orang Indonesia dan berkulit gelap tanpa tato. Toni seorang duda tanpa anak. Sementara Syahroni bertubuh pendek gempal berambut keriting dengan sebuah tato bunga mawar di betis kanannya. Syahroni masih lajang saat masuk penjara. Mereka tampak begitu gembira dengan pembebasan itu. Boni sudah membayangkan akan segera pulang bertemu dengan keluarga tercinta dan menjalani Ramadan di rumahnya. Toni berencana menikah lagi dalam waktu dekat dengan seorang janda muda idamannya yang sering kali menengoknya di penjara. Sementara Syahroni berniat pulang ke rumah orang tuanya di kampung.
***
“Assalamu’alaikum… Marni… Marni… ini abang pulang.” seru Boni sesampainya di rumah yang tampak tertutup pintunya.
“Wa’alaikumsalam, sebentar.” sahut suara seorang perempuan dari dalam rumah.
Perlahan pintu terbuka. Perempuan itu tertegun sejenak sambil menatapi sosok pria bermasker di depannya. Dia mencoba mereka-reka siapa orang itu. Saat Boni melepas maskernya, tak lama terdengar teriakan disertai tangisan. “Abangggg… abang udah bebas?” Perempuan itu pun langsung memeluk erat Boni sambil berderai air mata haru.
“Iya bu, Alhamdulillah abang bebas lebih cepat.” jawab Boni.
“Alhamdulillah… Kenapa abang ga bilang kalo mau bebas hari ini? Kalo abang bilang kan Marni bisa jemput.” Perempuan yang ternyata istri Boni itu sedikit protes sambil mengajak suaminya masuk ke dalam rumah.
“Surprise dong.” Boni menyahut singkat sambil tersenyum. “Oh ya, mana anak-anak? Abang kangen sekali sama mereka.” tanya Boni.
“Tuh lagi pada tidur siang.” jawab sang istri sambil menunjuk ke kamar.
Sejurus kemudian mata Boni tertuju pada seorang bocah laki-laki berusia kisaran enam tahun yang sedang terlelap. Sambil mengendap-endap Boni mendekat lalu mengelus kepala bocah itu sambil mencium pipinya. Boni teringat saat polisi menciduknya lima tahun lalu. Anaknya baru berusia satu tahun. Boni beruntung. Istri Boni termasuk setia. Dia rutin menjenguk Boni di penjara sambil membawa anaknya. Untuk menyambung hidup, dia bekerja sebagai buruh cuci harian dan dagang gorengan keliling kampung dijalaninya dengan sabar. Tak terbersit sedikit pun untuk selingkuh atau meminta cerai. Dia yakin Boni suaminya bisa berubah menjadi sosok suami dan ayah yang baik. Ya, tampang Boni memang cukup sangar, namun dia sangat menyayangi keluarga kecilnya itu. Dia pernah terlibat dalam dunia hitam judi dan narkoba. Namun kehidupan di dalam penjara mengubahnya sedikit demi sedikit dan menyadarkan Boni.
“Marni ambilkan minum dulu ya buat abang.” suara sang istri membuyarkan lamunan Boni.
“Lho, kamu ini gimana, kan sekarang bulan Ramadan.” jawab Boni tanpa beban.
“Abang puasa?” tanya istri Boni sambil mengernyitkan dahi.
“Emangnya mantan napi ga boleh puasa? Abang juga kan pengen dapat pahala kaya yang lain. Insya Allah abang udah bertobat, Marni. Abang pengen jadi orang bener. Abang ga mau jadi sampah masyarakat terus-terusan.” Boni mencoba meyakinkan istrinya yang masih diselimuti rasa tidak percaya.
“Alhamdulillah, bang. Marni seneng banget abang punya tekad untuk berubah. Marni pernah denger ceramah pa Ustadz di mesjid. Katanya Allah sangat senang melihat hambaNya yang bertobat melebihi senangnya seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang. [4] Lagi-lagi air mata bahagia sang istri membasahi pipinya. Hari itu seakan hari terindah dalam kehidupan sepasang anak manusia itu.
***
Sementara itu di depan sebuah minimarket tampak kerumunan orang dan tampak tiga anggota kepolisian berusaha menenangkan massa.
“Harap tenang semuanya, jangan main hakim sendiri! Serahkan pada kami.” kata seorang polisi.
“Ada apa ini pa kho rame sekali?” gumam Toni yang kebetulan lewat. Dia penasaran dan berusaha menyeruak ke tengah kerumuman. Matanya tertuju pada seorang pria bertato yang bertelanjang dada dan diborgol kedua tangannya sedang jongkok penuh ketakutan khawatir diamuk massa. Seakan tidak percaya dengan sosok yang dilihatnya, Toni mengucek-ngucek matanya yang sebenarnya tidak gatal.
“Hah? Si Gledek? Bukannya dia juga barengan bebas sama aku seminggu yang lalu…” batin Toni.
“Kenapa orang itu, mas?” Tanya Toni kepada anak muda di sampingnya.
“Itu bang, dia tadi ngejambret ibu-ibu yang baru keluar dari minimarket. Untungnya si ibu teriak terus sama warga dia berhasil ditangkap. Denger-denger sich, dia baru bebas dari penjara. Eh, sekarang bikin ulah lagi.” [5] Gerutu si pemuda.
“Astagfirullah… Apes bener kamu Gledek.” kata Toni di dalam hatinya sambil menyingkir secara perlahan dari kerumunan.
“Kang Toni…” tiba-tiba terdengar suara lembut dari arah belakang.
“Fitri… Kamu udah sampai? Toni terkejut dengan kehadiran seorang perempuan muda yang menyapanya. Mereka memang janjian bertemu di tempat itu.
“Iya, baru aja. Ayo kang kita ke rumah abah sekarang. Abah sama ambu udah nunggu.” Jawab Fitri sambil tersenyum manis membuat Toni kelepek-kelepek dan melayang sesaat.
Toni juga punya keberuntungan tersendiri selepas bebas. Fitri, janda muda teman SMA Toni yang sering menjenguknya di penjara, hari itu ingin memperkenalkan Toni kepada orang tuanya. Syukurnya, orang tua Fitri tidak mempermasalahkan status mantan napi yang melekat pada Toni. Kebahagiaan Fitri bagi orang tuanya jauh lebih penting dari sekedar status Toni. Apalagi Fitri telah berhasil meyakinkan orang tuanya kalau Toni sebenarnya orang baik yang dulu terjebak dalam lingkungan pergaulan buruk yang menyeretnya ke penjara.
“Kata abah, kalo kita emang sama-sama cinta, langsung nikah aja. Terus, berhubung lagi musim Corona, jadi nanti kita nikahnya ga usah pakai resepsi [6]. Cukup akad saja. Ambu juga bilang, ga mau memberatkan akang. Biar Fitri cepat punya suami lagi katanya. Biar ga digodain terus sama lelaki, hehehe.” Fitri menjelaskan sambil tersipu malu.
“Beneran orang tua kamu bilang begitu? Toni seakan tak percaya mendengar penjelasan Fitri.
“Beneran atuh kang! Masa bohong, kan lagi puasa.” sahut Fitri.
Ah… dunia seakan tak seindah perasaan Toni dan Fitri hari itu.
“Mungkin ini berkah Ramadan bagiku. Terima kasih ya Allah.” Batin Toni.
Kedua insan itu pun perlahan menghilang dari keramaian.
***
Kebebasan yang didapatkan Syahroni membuatnya gembira tak kepalang. Gairah hidupnya kembali menyala-nyala dan status lajang mendorongnya untuk bepergian tanpa beban. Di tengah pandemi Corona, Syahroni nyaris tiap hari keluar rumah. Orang tuanya pun memaklumi hal itu sehingga membiarkan Syahroni berbuat semaunya. Memancing di sungai, nongkrong bareng teman lama di depan gang, ngamen di perempatan lampu merah, hingga balapan motor liar adalah aktifitas Syahroni sehari-hari. Indahnya hidup ala anak muda berjiwa bebas kembali Syahroni rasakan.
Hingga suatu hari… Syahroni terbaring lemah di rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa dari semua gejala yang dirasakan dan tampak dari Syahroni, [7] dan setelah dilakukan tes, maka Syahroni di vonis positif terkena Corona, wabah yang tengah melanda seantero dunia. Bak terkena petir di siang bolong, Syahroni kaget bukan main. Kini dia hanya bisa pasrah mendapatkan perawatan dan diisolasi selama beberapa minggu ke depan. Dulu di penjara, kini di karantina.
***
Bandung, Mei 2020
Catatan kaki
1. Pakaian dinas Kementerian Hukum dan HAM dimaksudkan untuk memelihara solidaritas, persatuan, dan kesatuan pegawai, meningkatkan citra, wibawa, disiplin dan tanggung jawab pegawai serta membangun identitas pegawai Kemenkumham seperti telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-02.KP.07.02 Tahun 2011.
https://sulsel.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/artikel/4446-cpns-dan-seragam-dinasnya
2. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat.
3. Kemenkum dan HAM telah membebaskan lebih dari 35 ribu narapidana umum dan anak. Mereka bebas berdasarkan Permenkum dan HAM No 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran covid-19.
https://mediaindonesia.com/read/detail/306327-program-asimilasi-untuk-narapidana-realistis
4. “Sesungguhnya Allah sangat bergembira dengan tobat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas” (HR Bukhari dan Muslim).
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/17/11/02/oys4vr313-allah-sangat-gembira
5. Sejumlah narapidana yang dibebaskan melalui kebijakan asimilasi justru berulah setelah keluar dari penjara. Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) pun dibikin pusing. Dirangkum detikcom, Kamis (15/4/2020), Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkum HAM membenarkan masih ada sejumlah narapidana yang baru saja dibebaskan kembali melakukan kejahatan.
6. Kementerian Agama Republik Indonesia telah menyebarkan aturan acara akad pernikahan saat wabah virus Corona (COVID-19). Ada hal yang harus dipatuhi, khususnya soal pembatasan sosial atau social distancing.
“Resepsi kan tidak boleh. Tidak boleh ada acara melibatkan banyak orang. Itu sudah jadi protokol nasional, kepala daerah, presiden, Ketua Gugus Tugas COVID Nasional juga, tidak boleh ada aktivitas kumpulkan banyak orang,” kata Direktur Bina Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, saat dihubungi, Kamis (27/3/2020). https://news.detik.com/berita/d-4956210/kemenag-jelaskan-skema-pernikahan-calon-pengantin-di-tengah-pandemi-corona
7. 10 Gejala Kunci Terinfeksi Virus Corona. https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/17/064000065/10-gejala-kunci-terinfeksi-virus-corona-tetap-waspada-karena-covid-19-belum?page=all.
Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org
Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini
Comment