by

Ketika Puisi Esai Menjadi Kata Resmi di Kamus

Delapan tahun lalu,
Engkau bertanya
mirip judul novel tekenal itu:
“Apa yang kau cari, Palupi?”

Ia terdiam
Iapun tak tahu apa yang dicari
Ia hanya rasakan
kebun bunga berdesak-desak
di dalam ia punya dada

Ia hanya ingin mengekspresikannya
Tapi pola yang ada tak memuaskan
Ia ciptakan pola sendiri
Bolehkan? Ia balik bertanya

-000-

“Apa yang kau cari, Palupi?”
Tanyamu lagi
Ketika ia diserang kanan dan kiri
Kau khawatir hatinya luka

Tapi ia terus saja bergerak
Katanya:

“Tak usah cemaskan aku, kawan
Kritik dan pujian sama indah
Hatiku ada di puncak gunung
Tak pernah terganggu
oleh riuh rendah pasar di bawah sana”

Tak pula ia diduga
Pola yang dibuatnya
meluas ke 34 provinsi Indonesia
meluas ke Asia Tenggara
Meluas ke Australia
Ia mendapat penghargaan
di sini dan di sana

Tapi tetap ia tak tahu
Apa yang sebenarnya Ia cari

Ketika datang berita itu
Pola yang ia buat
masuk dalam kamus bahasa
Karena sudah luas diterapkan
Sudah banyak dipercakapkan

Kau kembali bertanya
Inikah yang kau cari, Palupi?

Ia terdiam
Masih tak ia mengerti
Apa yang ia cari

Ia hanya berkicau saja
Seperti burung itu
Ia hanya bernyanyi saja
Ia tetap tak tahu apa yang dicari
Mungkin juga Ia
Tak mencari apa apa.*

(Denny JA, 2/5- 2020)

______________

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: [email protected]. Terima kasih.

Kunjungi juga kami di www.ppwinews.com dan www.persisma.org

Ingin berkontribusi dalam gerakan jurnalisme warga PPWI…? Klik di sini

Comment

WARTA MENARIK LAINNYA